Malam itulah awal dari keanehan demi keanehan terjadi
dalam hidup saya. Pada saat jam menunjukkan pukul 01.30 malam, saya merasa ada
yang membangunkan. Terasa betul kaki saya dipukul-pukul agar bangun. Hanya
saja, saya berfikir untuk menunda bangun. Saya pikir yang memukul kaki saya
adalah teman saya yang tidur di samping saya. "Ya nanti dululah …"
kata saya. Karena saya dipukul lebih keras, akhirnya saya bangun dan duduk di
pinggir tempat tidur. Saya melihat di kamar itu ada makhluk seperti manusia
tetapi pendek botak dan berkulit putih. Pakai baju kotak-kotak merah putih
dengan celana pendek hitam. Tapi saya tidak bisa melihat matanya.
Saya orang Pekanbaru asli. Sebagai orang kelahiran sana, saya
menamatkan SD, SMP, SMA di Pekanbaru. Sedangkan kuliah, saya mengambil D3
Akademi Perawat di Padang. Setelah tamat saya ingin melanjutkan S1 di UI
Jakarta atau Unpad Bandung. Ujian masuk FIK (Fakultas Ilmu Keperawatan) Unpad
dilaksanakan lebih dahulu dibandingkan UI. Selesai ujian, saya segera menuju
Jakarta untuk mengikuti ujian masuk FIK UI Salemba Jakarta.
Di Jakarta saya menginap di rumah sepupu saya di komplek Taman
Mini, Jakarta Timur. Rumahnya tidak luas. Kamar yang saya tempati berukuran 3x2
meter. Tempat tidurnya ukuran single. Di kamar itu ada satu lemari,
satu meja belajar, jendela menghadap ke jalan dan tempat tidur di samping
jendela. Malam itu saya tidur di samping jendela. Malam itu saya tidur bersama
teman saya dari Padang yang juga akan ikut ujian di UI pada fakultas yang sama.
Karena tempat tidurnya sempit, maka kami tidur saling miring.
Sementara di ruang depan, empat saudara laki-laki saya asyik
menunggu jadwal pertandingan final piala dunia 1998 antara Brazil dan Prancis
yang bertepatan dengan malam Sabtu, dimana keesokan harinya saya mengikuti tes
UMPTN/SPMB. Sebelum tidur, saya sempat berdoa agar bisa bangun malam untuk
shalat tahajud dan berdoa.
Malam itulah awal dari keanehan demi keanehan terjadi dalam hidup
saya. Pada saat jam menunjukkan pukul 01.30 malam, saya merasa ada yang
membangunkan. Terasa betul kaki saya dipukul-pukul agar bangun. Hanya saja,
saya berfikir untuk menunda bangun. Saya pikir yang memukul kaki saya adalah
teman saya yang tidur di samping saya. "Ya nanti dululah …" kata
saya. Karena saya dipukul lebih keras, akhirnya saya bangun dan duduk di
pinggir tempat tidur. Saya melihat di kamar itu ada makhluk seperti manusia
tetapi pendek botak dan berkulit putih. Pakai baju kotak-kotak merah putih
dengan celana pendek hitam. Tapi saya tidak bisa melihat matanya. Dia bicara,
"Katanya mau shalat …?"
"Iya, mau shalat."
"tapi mengapa dibangunkan tidak bangun-bangun."
"Iya, ini saya mau shalat."
"Ya udah, shalat yah."
"Iya …"
Setelah dialog itu, dia berbalik dan menembus dinding. Melihat
kejadian itu, saya baru merasakan ketakutan dan berteriak sekeras-kerasnya.
Teriakan saya ternyata mengejutkan saudara-saudara saya yang sedang menonton di
ruang keluarga yang ada di samping kamar saya. Teman di samping saya juga
langsung terbangun. Saya keluar kamar. Di pintu berpapasan dengan sepupu saya
yang mendobrak pintu, "Ada apa?" Saya jawab, "Saya lihat
hantuuuu … Sssa … saya sempat ngobrol sama dia," kata saya terengah-engah.
Jawaban saya dijawab dengan tawa saudara-saudara yang lain.
"Kok, lihat hantu bisa bicara?" Sepupu saya yang masih di pintu marah
mendengar saya jadi bahan tertawaan. Katanya, "Di sini memang ada
hantunya. Biasanya dia datang kepada tamu yang baru. Tapi biasanya yang datang
baik-baik."
Akhirnya kakak-kakak yang lain nampak lebih serius dan bertanya,
"Memang dia suruh kamu apa?".
"Suruh shalat," kata saya.
"Tuh kan, benar. Dia baik," timpal sepupu saya lagi.
Teman saya yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan saya dengan sepupu saya
justru jadi ketakutan.
Sabtu pagi itu, saya harus berjuang untuk tes masuk FIK di UI. Pada
hari Minggu saya berangkat lagi ke Bandung. Pengumuman tes menyatakan bahwa
saya lulus di dua universitas Unpad dan UI. Hanya saja saya memilih Unpad
karena orang tua melarang saya tinggal di Jakarta, mengingat tahun 1998 adalah
tahun kerusuhan lengsernya presiden.
Di Bandung, saya tinggal di Cikutra dekat dengan taman makam
pahlawan. Saya tinggal di rumah yang berada di dalam gang yang tidak bisa masuk
mobil. Untuk mencapai rumah, jalannya naik. Tetapi rumah itu sangat luas.
Halamannya lebar dan pohonnya besar ada pohon jambu air, bunga sedap malam
bahkan kadang kelinci pun ada. Tetapi rumah tersebut terkesan pengap karena
sinar matahari tidak bisa menembus daun dan ranting pohon yang besar. Di depan
rumah ada masjid.
Rumah itu terdiri dari dua lantai. Rumah itu sengaja disediakan
untuk dijadikan kos-kosan. Ibu kosnya juga tinggal di rumah itu. Saya tinggal
di kamar utama yang sangat luas di lantai bawah. Sementara di lantai atas ada 8
mahasiswa laki yang tinggal, termasuk kakak ipar saya.
Bulan itu adalah bulan Agustus. Malam pertama saya tinggal di rumah
itu saya lalui biasa saja. Pada malam kedua, makhluk botak yang pernah saya
lihat di Jakarta datang lagi. Setelah itu, kemunculannya terhitung sangat
sering. Setiap saya berdoa sebelum tidur untuk bisa bangun di malam hari, dia
selalu muncul. Padahal dalam satu minggu saya bisa empat kali berdoa untuk bisa
bangun malam. Maka setiap itu pula dia muncul dengan wajah dan penampilan
persis seperti kemunculannya yang pertama.
Tetapi ada sedikit perbedaan pesan makhluk itu. Sejak saya tinggal
di Bandung, pesan makhluk itu ditambah, "Dena, kamu pakai jilbab! Ingat
kan kamu dilihatin orang waktu naik angkot di Padang. Ingatkan,
waktu kamu ujian di Bandung, orang-orang ingin nyubitin kamu.
Sudah saatnya kamu menutup aurat!."
Saya sangat takut. Akhirnya saya menulis surat untuk ibu di
Pekanbaru. Saya sampaikan bahwa melihat makhluk aneh. Saking takutnya saya
mengirim surat dengan isi yang sama dua kali seminggu dalam rentang sebulan.
Akhirnya ibu menelepon langsung menanyakan keadaan saya. Ibu sempat bertanya
bagaimana bentuk makhluk itu. Beliau menasehati saya agar berpikir yang matang,
agar tidak memakai jilbab hanya karena menuruti pesan makhluk itu. Ibu hanya
berkata mungkin saya tidak pernah mengaji atau lupa berdoa sebelum
tidur. Selain itu, ibu juga mengirim surat dalam amplop coklat yang berisi
doa-doa untuk melindungi saya. Yang saya ingat, doa perlindungan itu berupa bacaan
surat al-Insyirahsebanyak 40 kali dan kalau shalat tahajud baca
surat al-Kafirun pada rakaat pertama serta al-Ikhlas pada
rakaat kedua. Saya menuruti nasehat itu, tetapi tetap saja makhluk itu datang.
Karena makhluk itu selalu berpesan sam dan mengingatkan saya pada
dua peristiwa, saya mencoba mengingat dua peristiwa, saya mencoba mengingat dua
peristiwa itu. Memang, saat saya di Padang ada KKN. Di angkot, saya memakai
baju putih pendek dan rok putih pendek. Saya sempat mendengar omongan
orang-orang di angkot melihat saya dalam bahasa Minang yang kalau
diindonesiakan, "Anak itu putih banget, kayak ubi."
Adapun ketika masuk ruangan di Unpad Bandung, waktu saya memakai
celana panjang dengan lengan pendek warna hijau yang sampai sekarang masih saya
simpan. Selesai ujian, teman-teman berkata, "Dena, besok-besok kamu pakai
lengan panjanglah, orang-orang pada lihatin lengan kamu yang
sangat putih dan pinginnya nyubit aja."
Kegelisahan dan ketakutan saya bertambah. Tidak hanya menulis surat
ke Pekanbaru, saya kali ini langsung menelepon ibu di rumah. Akhirnya karena
saya sering mengirim surat dan menelepon ke rumah, orang tua di rumah menjadi
gelisah juga.
Suasana rumah yang seperti itu membuat saya tidak betah. Hanya
sekitar dua bulan saya tingal di rumah itu, untuk kemudian pindah rumah ke
Cileunyi. Saya tinggal di rumah itu, bersama kakak saya yang juga kuliah di
Bandung. Setelah tiga bulan di rumah itu saya mulai memakai jilbab. Tentu saja
saya memakai jilbab bukan karena perintah makhluk itu. Saya sudah berniat
memakai jilbab sejak aktif di pengajian SMA. Tetapi untuk memakai jilbab, saya
perlu perjuangan yang tidak ringan. Karena semua kakak-kakak saya yang
laki-laki melarang untuk memakai jilbab. Katanya saya masih kecil. Tetapi ibu
mendukung jilbab saya. Ibu hanya bilang bahwa saya boleh pakai jilbab dengan
syarat tidak dilepas lagi. Saya ingat, waktu itu bulan maret 1999 ketika saya
pertama masuk ke rumah sakit Hasan Sadikin untuk angkat sumpah sebagai perawat
yang biasa dilakukan pertama kali bertugas di rumah sakit. Saya langsung
memesan pakaian dinas rumah sakit lengan panjang lengkap dengan jilbabnya.
Itulah awal saya memakai jilbab setelah mendapatkan dukungan surat dari ibu.
Saya sengaja menyimpannya, agar ketika kelak kakak-kakak komplain saya punya kekuatan
dengan surat ibu itu. Tapi justru setelah saya memutuskan
memakai jilbab, kakak-kakak ipar saya dan empat saudara kandung saya
yang perempuan semuanya memakai jilbab. Rentang mereka jilbab pun hanya tiga
bulan setelah saya memakainya. Dakwah saya waktu itu hanya dengan mengirim
fhoto kepada kakak-kakak.
Tetapi, ketika saya bercerita tentang yang sering saya lihat kepada
kakak yang tinggal serumah, dia malah menertawakan saya. "Sudah pakai
jilbab kok masih ketemu yang begituan."
Setelah itu saya merasa semakin ketakutan, karena tidak ada yang
mau percaya cerita saya. Hanya ibu yang mau merespon cerita saya. Ketakutan
saya berpengaruh pada kuliah saya. Pada semester pertama, nilai saya anjlok
banget bahkan ada mata kuliah yang tidak lulus. Semenjak itu, kakak saya mulai
percaya dan memperhatikan saya. Tetapi dia hanya bisa menasehati agar saya
memberitahukan masalah ini ke keluarga di Pekanbaru.
Setelah saya memakai jilbab, makhluk itu tidak datang lagi. Saya
tetap shalat malam tanpa dibangunkan oleh makhluk itu. Hal itu berjalan hingga
satu setengah bulan. Pada suatu malam mahkluk itu muncul lagi. Kali ini, dia
mengucapkan kata perpisahan. "Beginilah kamu dan yang berhak melihat kamu
nanti adalah suami kamu."
Setelah mengucapkan kata-kata itu, dia membalikan badan dan pergi
menembus dinding. Entah mengapa, saya menangis sampai terisak-isak. Sebenarnya
tidak ada persaan tertentu. Saya juga tidak paham mengapa saya menangis.
Kepergian Makhluk Tinggalkan Sakit Luar Biasa Pada Kaki
Kepergian makhluk itu, meninggalkan sakit yang luar biasa di kaki.
Sebenarnya saya telah merasakan sakit kaki ini sejak pertama melihat makhluk
itu. Hanya saja sakit yang luaar biasa terasa ketika saya mulai tinggal di
rumah baru di Cileunyi. Kalau sakit itu muncul, saya tidak bisa mengetahui
persis di mana letak sakitnya. Yang jelas rasa sakit itu ada di sekitar lutut
sampai pertengahan betis. Rasanya seperti lumpuh dan sakitnya tak tertahankan.
Kaki ini seperti di tusuk-tusuk. Kedua kaki saya tidak bisa digerakkan. Saya
selalu menangis dan tidak bisa melakukan apa-apa. Biasanya sakit itu
berlangsung sampai setengah jam. Bukan hanya itu, kalau digerakkan tulang kaki
saya berbunti seperti bunyi kerupuk dimakan.
Rasa sakit itu datang kapan saja. Saat saya di rumah, di kampus, di
rumah teman atau sedang tugas di rumah sakit. Kalau di rumah saya bisa langsung
masuk kamar. Yang susah, kalau kambuhnya di dalam kelas. Saya langsung izin
untuk meninggalkan kelas dan lari ke kamr mandi. Di kamar mandi saya menahan
rasa sakit yang luar biasa. Dua kali saya mengalami sakit itu di kampus. Pernah
juga rasa sakit itu datang saat saya berada di rumah teman di daerah
sekitar Sumedang. Teman saya bingung, saya hanya menjawab mungkin kekurangan
kalsium.
Semester kedua, saya sempat pingsan di kampus. Saat itu dalam
penglihatan saya, ibu dosen yang sedang menjelaskan di depan kelas dalam posisi
terbalik, kakinya di atas dan kepalanya di bawah. Karena dosen saya dalam
posisi terbalik seperti itu, maka saya pun beberapa kali memiringkan kepala
untuk mengimbanginya. Teman saya dari Aceh bertanya, "Ada apa Den?"
Saya jawab, "Tahu tuh ibu, kebalik-balik." Mendengar jawaban saya,
dia melihat saya keheranan, "Ini anak sadar nggak sih?" Hanya itu
yang saya ingat dan setelah itu saya tidak sadarkan diri.
Saya dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Menurut analisa dokter saya mengidap penyakit Hipokalsemia (Kekurangan
kadar kalsium dalam darah), waktu itu kadar kalsium memang rendah, hanya 3,8
mgr/dl padahal normalnya adalah 11 mgr/dl. Saya sempat memberitahukan dokter
tentang nyeri yang luar biasa pada kaki saya. "Oh iya pantas, kamu ini
kekurangan kalsium." Kemudian dokter memberikan suntikan kalsium.
Reaksinya cepat terlihat. Kalsium saya tinggi kembali. Tapi anehnya, kaki saya
tetap sakit padahal kalsiumnya sudah normal kembali.
Yang sulit buat saya adalah tidak tempat bercerita. Hanya teman
akrab saya yang dulu bersama-sama ujian masuk ke UI dan dia diterima di UI.
Kita sering telepon. Hanya saja Allah cepat memanggilnya. Dia sakit penyumbatan
pada pembuluh darah. Lagipula, saya tidak mau bercerita tentang penyakit saya
kepada orang lain. Takut dikatakan orang penyakitan.
Setelah pemeriksaan dokter itu, saya tidak puas. Dua bulan setelah
itu, saya memutuskan untuk general chek up di sebuah klinik di
daerah Cibiru. Ternyata hasilnya normal. Akhirnya saya hanya bisa pasrah dengan
sakit di kaki saya ini. Saat saya KKN di daerah Majalengka rasa sakit di kaki
sering kambuh. Kemudian saya minta pindah dan mendapatkan daerah di Sumedang.
Sakit di kaki saya terus berlanjut. Saya hanya bisa pasrah.
Sampai akhirnya saya lulus bulan November tahun 2000. Pada bulan
Desember, saya kembali ke Pekanbaru. Kakak nomor dua yang tinggal di Batam
mengajak saya jalan-jalan liburan ke Cina, Hongkong, Thailand dan Malaysia.
Tetapi saya tidak menikmati sama sekali perjalanan itu, karena rasa sakit di
kaki yang luar biasa. Saya tidak menceritakannya kepada kakak. Kalau sakit itu
datang, saya hanya meringis untuk menahan agar jangan sampai menangis. Saya
tidak ingin mengecewakan kakak yang telah mengajak saya. Dari foto-foto
perjalanan bisa dilihat dari wajah saya, betapa saya menahan rasa sakit.
Pertengahan Januari saya sudah sampai di Indonesia lagi.
Seminggu setelahnya, kakak yang nomor enam menikah. Saat kakak melangsungkan
akad nikah, rasa sakit pada kaki kembali kambuh. Tadinya saya pikir ini karena
kecapekan. Saya memang baru sehari ini sampai. Ibu yang mengetahui sakit saya,
tidak terlalu khawatir. Dan penyakit itu pergi dengan sendirinya.
Awal Februari, saya dipanggil interview untuk
kerja di Akper Muhammadiyah. Sepulang dari interview, saya kembali
kesakitan. Ibu berkata, "Paling kamu terlalu lama duduk dan menunggu,
apalagi kamu nyetir mobil sendiri." Saya pun tidak ke dokter lagi karena
sudah hopeles.
Alhamdulillah saya diterima sebagai tenaga pengajar. Kambuh pertama
setelah bekerja tejadi pada bulan Mei. Sakit yang sangat luar biasa samapai
saya hanya bisa menangis. Saat itulah ibu baru ngeh bahwa ada
sesuatu pada diri saya. Abang-abang menyarankan agar saya dibawa ke rumah sakit
untuk rontgen. Tapi ternyata hasilnya bagus.
Sampai akhirnya, teman kerja saya di Akper bercerita bahwa dia
punya kenalan yang pernah berobat ke orang pintar di daerah Bangkinang. Orang
itu menyebutnya Pak Haji dan masih berumur sekitar 35 tahun. Dan saya pun
diajak untuk sekedar melihat praktik Pak Haji.
Sesampainya di tempat praktiknya, saya melihat antrian orang.
Metode pengobatannya dengan cara menggigit bagian yang sakit dari tubuh. Jika
ada kanker rahim misalnya maka perut pasien itu digigit dan dari mulut si orang
pintar itu keluar bongkahan-bongkahan daging. Ketika dia melihat saya, dia
langsung bilang, "Kamu harus digigit kakinya, tapi harus izin orangtua dulu."
"Nggaak …!" teriak saya. Saya ketakutan melihat pemandangan
pengobatan yang langsung saya saksikan dengan mata kepala sendiri. Ada orang
yang katanya terkena pelet, digigit lehernya dan keluar paku. Terus digigit
punggungnya keluar ulat. "Saya nggak sakit, Pak Haji." Kata saya
sambil menghindar keluar dari ruangan.
Sampai di rumah, saya ceritakan pengalaman seharian itu kepada ibu.
Ibu langsung marah. Akhirnya saya pergi ke abang saya yang ketiga.
"Nantilah kita lihat kebenarannya," kata abang. Abang saya
selanjutnya mencari berita tentang Pak Haji itu. Dia pun mendapatkan berita
dari temannya. Katanya kepada saya, "Dena, Pak Haji itu punya jin, dan
yang keluar dari mulutnya itu buatan jinnya." "Berarti nggak benar
ya, Bang?" "Nggak."
Teman abang saya itu menyarankan agar saya pergi ke tempat lain
saja yang katanya bebas dari jin dan sesuai dengan Islam. Orang yang akan
didatangi itu kerjaan sehari-harinya sebagai tukang parkir di pasar. Malam itu,
abang musyawarah dengan ibu dan baapak. "Ya udah, coba aja," kata
bapak memberi izin.
Akhirnya kami pergi bertiga, saya, ibu dan abang. Selepas Maghrib,
kami berangkat. Perjalanan cukup jauh. Baru kira-kira pada pukul 20.00 kita
sampai di rumah orang itu. Tampak sangat sederhana. Seorang bapak kelaur dengan
badan agak kurus memakai celana panjang dan hanya menggunakan kaos. Kami
dipersilakan masuk. Begitu masuk rumahnya, bapak itu bertanya-tanya tentang
maksud kedatangan kami. Abang yang menceritakan kasus saya. "Ya, kita coba
yah. Saya tidak mengobati, tetapi semuanya tergantung yang di atas."
Dia kemudian masuk ke dapur. Tak lama kemudian keluar sambil
membawa sebuah piring dan batu yang diletakkan di atas piring. Mulutnya
komat-kamit. Saya hanya mendengar basmallah dan al-Fatihah. Selanjutnya dia
berkomat-kamit tanpa bisa saya dengar. Matanya menatap tajam batu itu sambil
berkata, "Dena, kamu dulu pernah tinggal di sebuah tempat yang depannya
ada sungai, kenun di belakang. Rumahnya berbentuk panggung dan
bertingkat." Saya memang pernah tinggal di tempat seperti itu pada saat
KKN di Padang tahun 1997. Selanjutnya dia menjelaskan, "Kaki Dena ini
sakit karena pernah melangkahi kuburan dan jinnya marah." Saya mengulang
kembali ingatan, saat-saat itu dan teringat bahwa saya pernah kesurupan waktu
itu. Ketika itu saya disembuhkan oleh seorang nenek.
Ibu yang sedari tadi hanya mendengar mulai muncul kekhawatirannya,
"Terus bagaimana ini Pak?" "Ya, kita obati." Dia memberikan
resep agar kita membuatnya sendiri dari tawas, jahe dan timun suri. Timun suri
diparut dan dicampur dengan tawas serta jahe yang telah dihancurkan. Setelah
diperas kemudian dibalurkan di kaki pada malam hari. Semua itu harus dilakukan
selama empat puluh hari setiap malam. Seminggu pertama, sempat terasa enak.
Yang saya rasakan selama dibaluri adalah dingin. Tetapi hari setelahnya rasa
sakit itu datang lagi. Ibu pun menelepon tukang parkir itu, "Terusin saja
sampai habis empat puluh hari," nasehatnya.
Empat puluh hari berakhir, dia datang dan menanyakan keadaan saya.
Saya jawab saja bahwa penyakitnya tidak berkurang. "Ya udah, kalau gitu
saya harus pergi dulu mencari obatnya." Beberapa hari kemudian dia datang
lagi dengan membawa daun-daun kering untuk diseduh dan kemudian diminum. Saya
pun melakukannya. Ternyata juga tidak banyak bermanfaat, padahal pengobatan
kedua ini juga dilakukan sebanyak empat puluh hari.
Saya mulai bosan. Delapan puluh hari sudah saya tersiksa dengan
cara pengobtan seperti itu. Saat itu dia datang menasehati agar saya tidak
bosan dan meneruskan proses pengobatan. Dia berbisik pada ibu,
"Sebetulnya, entah bagaimana Dena ini dibuntuti terus oleh dua jin laki
dan perempuan …" "Kalau mau sembuh, kita harus tanya apa maunya dua
jin itu. Caranya Dena harus bangun malam hari kemudian mengaji sendiri dalam
keadaan gelap dan hanya boleh ada lilin untuk baca. Nanti dia hadir dalam
ruangan itu." Saya langsung membayangkan betapa menakutkan dan saya pun
menolak. "Ya udahlah Pak, jangan dipaksa kalau tidak mau," pinta ibu
saya. "Tapi kalau begini terus dia nggak akan sembuh. Dua jin itu baik kok,"
katanya meyakinkan. Tapi saya tetap bersikukuh untuk tidak melakukannya.
Setelah itu saya tidak pernah melakukan pengobatan sama sekali. Dalam hati saya
hanya berkata, kalau sembuh ya akan sembuh kalau tidak saya pasrah saja.
Jumpa Ruqyah di Australia Selatan
Bulan Juni 2004 saya berangkat ke Adelaide, Australia. Waktu itu
musim dingin. Dan kaki saya lagi-lagi tidak bisa digerakkan. Saya periksa
kepada seorang dokter asli Australia di Adelaide. Tetapi dia tidak menyarankan
saya untuk rontgen dan hanya melakukan pemeriksaan lab saja.
Hasil pemeriksaan dinyatakan normal.
Sampai akhirnya Allah mempertemukan saya dengan Tim Ruqyah dari
Majalah Ghoib dalam acara Seminar dan Ruqyah Massal. Setelah mengikuti seminar
dan dijelaskan tentang perdukunan, saya merasa bersalah. Berarti selama ini
saya pernah datang ke dukun. Selanjutnya saya putuskan untuk minta diruqyah
karena sampai malam sebelum diruqyah pun saya kaki saya masih terasa sakit.
Ruqyah dilaksanakan di rumah salah satu mahasiswa Indonesia yang
juga sedang mengambil S2. Ketika itu yang diruqyah ada dua orang. Saya dan
seorang teman perempuan yang sebentar lagi akan menyelesaikan studinya. Di
sebuah ruangan yang cukup luas dengan diantar suami, saya menunggu giliran
diruqyah. Karena yang pertama diruqyah adalah teman saya itu. Saya menunggu di
ruangan yang sama. Tetapi ketika ayat-ayat ruqyah dibacakan untuk teman saya,
justru saya yang mulai bereaksi. Ustadz Achmad Junaedi, akhirnya menangani dua
orang sekaligus. Kedua kaki saya tiba-tiba terangkat dengan sendirinya. Saya
merasakan panas sepanjang kaki dan sakit sperti ditusuk-tusuk. Seterusnya, ada
yang menjalar di tubuh saya dan rasa sakit yang tak tertahankan. Sampai saya
berguling-guling dua kali dan mau menendang Ustadz yang meruqyah. Rasa sakit itu
menjalar, terus berhenti di pangkal paha dan setiap berhenti terasa sakit.
Kemudian berjalan lagi terus dan terus hingga sampai di leher dan kemudian saya
muntah. Saya setengah tidak sadarkan diri. Menurut taman saya, ketika ustadz
bertanya, "Ini siapa?" saya hanya menjawab "Eh…eeehhh…"
dengan suara yang bukan suara saya.
Setelah muntah itu, kaki saya langsung terasa ringan,
alhamdulillah. Hanya saya merasakan badan saya lelah sekali seperti habis
melakukan pekerjaan berat. Semoga Allah memberikan kesembuhan ini selamanya.
Amien.
Ruqyah Majalah Ghoib dan Bekam 021-70374645, 0815 11311 554
http://ruqyahmajalahghoib.blogspot.com/
Dena,
Mahasiswi S2 di Sebuah Universitas di Adelide Australia
Rubrik Kesaksian Majalah Ghoib Edisi Khusus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar