Orang-orang
memanggil saya Marjo, lahir di Nganjuk 34 tahun yang lalu. Sejak tahun 1994,
saya memiliki banyak kegiatan lintas kabupaten di Jawa timur. Mulai dari
Nganjuk hingga Surabaya. Bepergian dengan sepeda motor Surabaya – Nganjuk
sebanyak dua kali adalah rutinitas mingguan. Namun, sejak tahun 1998 saya
mengurangi kegiatan luar kota, karena suatu sebab yang saat itu belum saya
sadari.
Saya lebih banyak aktif di Nganjuk dan mendirikan LSM yang bersikap
kritis terhadap kebijakan pemerintahan Kabupaten Nganjuk. Hasilnya, banyak
kecurangan pejabat yang terbongkar. Namun, rupanya mereka tidak rela
kecurangannya diketahui banyak orang. Dan dengan cara kejam mereka membalas
dendam. Dengan melakukan apa yang sering orang sebut dengan melakukan santet.
Dua orang aktifis LSM meninggal. Sungguh licik memang.
Saya sendiri, sejak tahun 1998 sering masuk angin dan mual-mual.
Awalnya saya beranggapan itu hanya karena terlalu capek. Ya, capek mengendarai
motor Surabaya – Nganjuk dua kali seminggu. Tidak ada pilihan lain saya harus
mengurangi aktifitas luar kota, bila tidak ingin merugikan pihak lain. Padahal,
saat itu aktifitas saya di Surabaya bisa dibilang padat.
Beberapa aktifitas saya antara lain adalah menjadi Direktur
Pendidikan sebuah Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu pengetahuan di
Surabaya. Menjadi tutor atau dosen di berbagai lembaga Pra Perguruan Tinggi di
Jawa Timur. Mengajar di sebuah Yayasan di Surabaya. Menjadi Pembina karya
ilmiah remaja dan jurnalistik di berbagai SMU di Surabaya. Serta mengasuh
sebuah media remaja juga di Surabaya 1998-2000.
Melihat kondisi kesehatan yang semakin memburuk, akhirnya pada
tahun 2000 saya putuskan untuk meninggalkan semua aktifitas di Surabaya.
Meskipun, aktifitas saya tidak sepadat dulu. Namun, masuk angin dan
mual-mual tak kunjung sembuh. Sudah tak terhitung dokter di Nganjuk dan
Surabaya yang saya datangi. Tapi saya heran, ternyata diagnosa dokter
berbeda-beda. Ada yang mengatakan sakit liver dan ada yang bilang sakit
jantung. Saya tidak tahu dokter siapa yang benar. Akhirnya, untuk menenangkan
hati dan mempermudah proses penyembuhan saya menjalani berbagai macam
pemeriksaan penyakit dalam seperti jantung, asam urat dan lambung. Sungguh di
luar dugaan. Ternyata diagnosa para dokter itu tidak benar. Saya tidak
menderita sakit seperti yang mereka katakan.
Merasakan Adanya Perubahan Sikap
Semakin hari penderitaan saya tak kunjung berkurang. Bahkan
sebaliknya penyakit itu mulai menggerogoti ruhiah saya. Ya, jiwa malas semakin
bertambah. Kebiasaan shalat lima waktu berjama’ah di masjid sejak kecil,
akhirnya saya tinggalkan. Sehabis maghrib dan shubuh yang biasanya membaca
Al-Qur’an satu hingga tiga juz semakin jarang saya lakukan. Bahkan saya mulai
lupa membaca Hizb (doa perlindungan) menjelang tidur. Saya
juga sering menolak undangan pengajian remaja dan ceramah walimatul ‘ursy
dengan alasan takut sakit saya kambuh pada saat pelaksanaan acara.
Bukan hanya itu, saya juga mulai malas menulis karya ilmiah maupun
artikel. Padahal, juara nasional penulisan buku Geografi pernah saya raih.
Waktu itu saya menghubungkan Geografi dengan isi kandungan Al-Qur’an. Sebuah
terobosan baru dalam kurikulum pendidikan nasional.
Memasuki tahun 2003, sakit saya semakin parah hingga harus dirawat
di rumah sakit sampai tiga kali. Rawat inap pertama terjadi pada bulan Januari.
Seperti biasa, banyak keluarga dan teman saya yang menjenguk sambil mambawa
minuman. Saya tidak curiga apa-apa, minuman itu langsung saya minum. Tak lama
kemudian, perut saya semakin nyeri, seakan diaduk-aduk. Bahkan sepulang dari
rumah sakit saya tidak mampu lagi membaca Al-Qur’an walau satu ayat, badan
terasa lemas dan shalat pun gemetaran.
Pada bulan Februari, saya harus kembali rawat inap di rumah sakit
selama dua minggu. Kejadiannya tidak jauh berbeda dengan rawat inap sebelumnya.
Hari-hari berikutnya saya suka marah. Namun saya tidak tahu mengapa suka marah,
padahal sebelumnya saya termasuk tipe penyabar dan mudah bergaul. Pernah suatu
saat saya mendamprat teman-teman di kantor, hanya karena masalah sepele. Begitu
juga di rumah saya sering marah-marah. Seolah-olah mulut ini ada yang
menggerakkan.
Terus terang, selama sakit bertahun-tahun itu saya tidak pernah
pergi ke tempat-tempat tertentu untuk mencari penyembuhan, atau mencari
jampi-jampi dari si A atau si B yang lazimnya dilakukan oleh orang-orang di
daerah saya. Saya hanya pergi ke tempat praktek dokter yang lebih bersifat
rasional. Namun, tanpa sepengetahuan saya beberapa keluarga dan teman baik saya
yang melakukan upaya-upaya penyembuhan dari jampi-jampi itu, tanpa memberitahu
saya. Dengan tidak menafikan niat baik mereka yang menginginkan kesembuhan
saya, saya sangat menyesal akan hal itu.
Memang, ujian yang bertubi-tubi itu semakin mendewasakan dan
menyadarkan saya bahwa kekuatan manusia ada batasnya. Ada satu kekuatan yang
Maha Besar, Maha Agung dan Maha segala-galanya yaitu kekuatan Allah. Akhirnya,
saya sepakat dengan istri saya untuk menyerahkan semuanya kepada Allah. Bukan
berarti saya tidak berusaha dan hanya diam berpangku tangan. Tidak.
Harapan itu Masih Ada
Awal Juni itu, saya teringat dengan kaset dan buku Ruqyah
dan Do’a, kiriman dari kemenakan saya, Rahmat, yang tinggal di Batam. Saya
baca dan saya pelajari isinya. Ternyata, buku tipis itu sesuai dengan keyakinan
saya yang tidak percaya pada Tahayul, Khurafat dan Bid’ah. Terbayang kembali
beberapa peristiwa yang mengundang tanya beberapa bulan sebelumnya.
Pertama, ada kejadian aneh yang menimpa istri saya. la tidak
menstruasi selama tiga bulan. Padahal secara ilmiah seharusnya ia tidak hamil.
Kedua, kebalikan dari yang pertama istri saya menstruasi selama tiga bulan
berturut-turut. Dan ketiga, kedua anak saya yang berumur tiga dan dua tahun
menderita sakit secara bergantian. Setelah saya bawa ke dokter akhirnya mereka
sembuh. Namun, selang beberapa hari kemudian giliran saya yang sakit. Bahkan
lebih parah dari sebelumnya.
Daftar peristiwa demi peristiwa itu semakin menambah keyakinan
bahwa saya terkena semacam santet atau gangguan jin. Akhirnya, saya mulai
melakukan persiapan lahir dan batin. Seperti yang tersebut dalam buku Ruqyah
dan Do’a. Saya cari benda-benda syirik yang ada di rumah lalu saya bakar
semuanya.
Setelah saya perkirakan semuanya beres, saya mulai mendengarkan
kaset Ruqyah dan Do’a lalu mengikuti bacaannya. Di luar perkiraan, ternyata
saya bisa membaca Al-Qur’an kembali. Kemudian saya semakin intensif
mendengarkan kaset ruqyah. Bisa dikatakan hampir dua puluh empat jam selama dua
pekan. Hanya berhenti ketika tape sudah panas.
Setelah itu, timbul reaksi yang tidak terduga. Badan saya seakan
digoyang-goyang.”Apakah saya sakit jantung?” saya bertanya-tanya. Untuk
memastikannya saya opname di rumah sakit untuk ketiga kali sambil terus
mendengar kaset ruqyah. Perawatan di rumah sakit, rupanya bukanlah tempat yang
pas buat penderitaan seperti yang saya alami. Selama di rumah sakit terus
terang- tidak ada perubahan, bahkan reaksi dari santet itu semakin kuat.
Akhirnya saya pulang ke rumah dan melanjutkan ruqyah melalui kaset. Tak lupa
saya mengintensifkan shalat malam.
Menakjubkan, tangan saya bergerak sendiri dan menunjuk ke sana
kemari tanpa digerakkan dengan syaraf motorik. Awalnya saya takut juga, “Kok
bisa bergerak sendiri?” Saya pun meminta petunjuk kepada Allah. Saya sadar
sepenuhnya bahwa badan yang luar seharusnya bersih terlebih dahulu sebelum
diruqyah, baik pikiran maupun lingkungan. Dalam dua hari saya mencari
benda-benda syirik seperti kemenyan, rajah, garam dan jimat di lingkungan rumah
dan pekarangan. Saya cari buku-buku yang agak ‘porno’ dan pakaian yang tidak
pantas dipakai. Saya kumpulkan dan saya bakar semuanya.
Subhanallah, setelah mendengar kaset Ruqyah dan Do’a,
tangan saya bisa mencari benda-benda syirik dengan mata terpejam. Hanya dengan
panduan dzikir. Tangan saya pernah menemukan kemenyan yang disembunyikan di
selokan. lnilah kekuasaan Allah.
Dua hari berikutnya benda-benda syirik itu minta dipulangkan ke
majikannya. Tangan saya menunjuk kesana kemari. Sebab jin itu kepanasan.
Akhirnya, saya sebutkan nama kiai satu persatu. Bila disebut nama si A, ia mau
dan bila di sebut nama si B, tidak mau. Berarti benda sihir itu miliknya si A.
Kemudian saya bentak-bentak dan saya pukuli tangan saya.
Begitulah, hingga pada suatu hari, waktu itu hari Sabtu, saya
menemui Ustadz Fadzlan di kota Gede, Yogyakarta. Saya minta diruqyah dan
nasehat. Setelah dimotivasi dan disuruh banyak berdzikir saya pulang ke rumah.
Kejadian Saat Ruqyah Mandiri
Sewaktu di rumah Ustadz Fadzlan saya tidak mengalami apa-apa. Tapi
setelah tiba di rumah saya bisa dialok dengan jin yang masuk ke tubuh saya.
Dengan cara memijit tempat yang sakit. Begitu dipijit jin berkata, “Aduh.”
Kemudian saya tanya lagi, “Darimana kamu?” ‘Dari pejabat yang mencari kami
(sekelompok jin).” Lalu jin itu menyebut tiga tempat. Dua di Jawa Timur dan
satu lagi di daerah Jawa Barat.
“Kami sudah menyerangmu sebanyak delapan kall,” demikian jin itu
menambahkan. Akhirnya saya bentak lagi, “Saya tidak peduli, yang penting kalian
harus keluar.’ Akhirnya keluarlah jin-jin itu. Menurut pengakuannya, jumlah
mereka empat, lalu disusul tiga temannya. Yang terakhir keluar adalah jin yang
katanya berupa ular.
Besoknya ada lagi jin yang masuk. Ternyata ketika saya sedang
dirawat di rumah masih ada orang yang tega mengirim sihir kembali. Saya bentak
jin itu dan saya suruh membaca “Allahu Akbar.” Terakhir, setelah saya shalat
hajat muncul lagi jin yang mengaku malaikat. “Saya malaikat yang menuntun
manusia,” katanya. Dia mengaku malaikat Mikail dan Jibril. Saya katakan, “Tidak
ada malaikat yang mengganggu manusia. Ayo, kalau kamu malaikat katakan, Allahu
Akbar lima kali.” Demikian saya menantangnya. Akhirnya, baru mengucapkan takbir
tiga kali saja jin itu sudah tidak mampu dan hilang tak bersuara.
Ketika dialog dengan jin saya membaca, ayat yang artinya, “Dan
bahwasanya ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta perlindungan
kepada beberapa laki-laki dari jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa
dan kesalahan.” (QS. Al-Jin : 6).
Juga ayat yang artinya, “Dan barangsiapa yang menentang
Rasul, sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikutijalan yang bukan
orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya dan Kami masukkan ia ke dalam neraka Jahanam. Sesungguhnya neraka
Jahanam adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisaa’ : 115).
Sebenarnya, selama dialog itu saya sempat terkecoh juga. Karena ada
jin yang memuji, “Kamu itu hebat, tidak mempan sama sekali digini-ginikan (disihir
dengan berbagai cara). Dan ‘kiai’ di Nganjuk itu sudah kalah dengan kamu
semua.”
Ya, saya manusia normal yang terkadang terkecoh oleh indahnya
pujian. Namun, saya cepat istighfar dan menyadari bahwa ini semua adalah bagian
dari tipu daya syetan. Secara umum, jin yang menganggu saya terbagi menjadi
tiga kelompok. Anehnya, setiap jin itu berbicara seperti suara orang-orang yang
mengutusnya.
Pertama adalah jin kiriman enam orang pejabat yang balas dendam atas
terbongkarnya kecurangan mereka dalam birokrasi. Demikian besarnya kemarahan
mereka hingga ada seorang pejabat yang sangat intensif mengirimkan jin sampai
delapan kali.
Jin kiriman pelabat itu mengaku berasal dari beberapa wilayah yang
terkenal sebagai daerah perdukunan di Jawa Timur, juga dari sekitar Nganjuk sendiri.
Memang, suara-suara jin itu persis dengan suara orang-orang yang saya kenal.
Kedua adalah orang yang kerjaannya memang mengirim sihir. Katanya
ia merasa tersinggung sebab ia pernah saya tindak tegas ketika tertangkap
mencuri barang-barang milik tetangga
Ketiga adalah seorang pemuda yang jatuh hati pada istri saya.
Meskipun saya tidak mengenalnya. Pemuda itu sempat beberapa kali mengirim
sihir. Pertama, ia menggunakan sihir pelet untuk menghalangi pernikahan saya
dengan istri saya. Kedua, mengirim sihir dengan menggunakan (maaf) celana dalam
wanita yang masih baik tetapi dikotori. Benda sihir itu di belakang rumah saya.
Sekarang, setelah mereka melihat saya dalam keadaan sehat, seakan
sihir mereka yang beruntun itu tidak mampu menembus. Mereka menjadi kalang
kabut. Bahkan orang yang suka melakukan sihir yang sering disebut orang dengan
mengirim tenung yang rumahnya tidak tidak seberapa jauh dari rumah saya,
mengetahui kalau dua benda sihir kirimannya itu saya cari dan dan ketemu lalu
saya bakar. Mengetahui sihirnya gagal, ia mengirim sihir kembali. Setelah, itu
badan saya bereaksi kembali, reaksi yang mengindikasikan datangnya sihir. Lalu
saya cari, dan ketemu. Ternyata, ada pagar yang melingkar, saya bakar lagi.
Keesokan harinya ia mengirim kembali. Saya cari lagi. Rupanya ada kerikil yang
nyasar di tembok. Kemudian saya bakar. Tak terasa dua hari saya perang dengan
sihirnya. Saya berdo’a, semoga Allah memberinya hidayah.
Saya bersyukur kepadaAllah SWT, ujian yang saya alami beberapa
tahun itu membuka kesadaran saya akan Keagungan wahyu Allah. Al-Qur’an adalah
mukjizat terbesar dan benteng paling kuat mempertahankan diri dari serangan
jin. Senjata paling ampuh melawan dan melumpuhkan mereka. Jangan biarkan diri
terkecoh tipu daya syetan yang berlindung dibalik manisnya kata. Dan bertopeng
manusia.
Saya sangat sadar bahwa hanya dengan penyerahan diri kepada Allah
dan tunduk kepada perinah dan larangan-Nya kita bisa selamat dari tipuan syetan
apapun bentuknya. Jin adalah makhluk lemah dihadapan orang yang benar
aqidahnya, baik pekertinya. Sebaliknya jin menggoda orang-orang yang lemah
imannya. Karena itu, marilah kita membentengi diri dengan meningkatkan iman dan
amal baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar