g. Bermuka Manis
Mata
adalah pancaran jiwa. Wajah adalah cerminan hati. Rasa suka dan gembira dapat
terbaca dari
Bermuka
manis bukan berarti harus tampan, bukan pula harus cantik. Wajah tampan dan
juga cantik bila selalu cemberut dan 'sengit' juka malah akan membuat orang
yang melihatnya merasa bosan. Bermuka manis adalah bahasa tubuh yang bisa
dibaca oleh orang sedang bergaul dengan kita, bahwasanya kita senang bergaul
dengannya, kita menghormatinya, kita menghargainya, sehingga menjadikan orang
tersebut merasa nyaman setiap kali berada di dekat kita.
Muka
manis tak ubahnya seperti jembatan cinta yang menghubungkan antara hati kita
dengan saudara, teman maupun tetangga kita. Ketika muka yang manis itu selalu
terkembang dari dua orang yang bersaudara, bersahabat, bertetangga di saat
keduanya saling bertemu, maka seolah pertemuan itu bukan sekedar pertemuan
fisik semata, melainkan juga pertemuan antara hati dengan hati. Jiwa dengan
jiwa. Penuh kesan. Penuh makna. Penuh arti. Subhanallah, dan inilah
bumbu pelezat utama dalam sebuah pergaulan, yang akan menjadikan hubungan kita
lebih akrab dan lebih indah. Tanpanya pergaulan akan terasa hambar. Kaku. Membosankan.
Sungguh,
muka yang manis saat bertemu dengan saudara dan teman, dengan bingkai
guratan-guratan senyuman ramah, ditambah dengan pancaran mata yang bersahabat
yang indah, akan memberikan kedalaman makna bagi hati serta pengaruh yang luar
biasa bagi jiwa. Bahkan kedalaman makna dan pengaruhnya itu lebih dahsyat dari
sekedar kata yang teruntai atau bingkisan parsel yang kita beri.
Ath-Thabrani
meriwayatkan hadits marfu' dari Abu Hurairah ra.: "Sesungguhnya dua orang
muslim yang bertemu, lantas saling berjabat tangan dan saling bertanya, maka
Allah akan menurunkan kepada keduanya seratus rahmat, sembilan puluh
sembilannya untuk orang yang paling berseri wajahnya, paling ceria mukanya, dan
yang paling baik serta paling puji masalahnya (permintaannya) dari keduanya
kepada saudaranya." (Kitab Gidzāul Albāb Fi Syarhi Mandlumatil Adab)
عَنْ
أبِيْ أمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى
الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (أَناَ زَعِيْمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةَ لِمَنْ تَرَكَ
الْمِرَاءَ، وَإِنْ كَانَ مُحِقاً، وَبِبَيْتٍ فِيْ وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ
الْكَذِبَ، وَإِنْ كَانَ مَازِحاً، وَبِبَيْتٍ فِيْ أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسُنَ
خُلُقُهُ) حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ، رَوَاهُ أبُوْ دَاُوْدَ بِإِسْناَدٍ صَحِيْحٍ.
Dari
Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah Saw bersabda:
"Aku menjamin sebuah rumah di pinggir surga bagi orang yang meninggalkan
perselisihan meskipun ia benar, dan rumah di tengah surga bagi orang yang
meningalkan dusta sekalipun dalam canda, serta rumah di tempat tertinggi di
surga bagi orang yang baik akhlaknya." (Hadits Shahih, diriwayatkan oleh
Abu Daud dengan sanad shahih)