Sabtu, 09 Mei 2020

Keghaiban Turunnya Malaikat




تَنَزَّلُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِّنْ كُلِّ أَمْرٍ


“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril
dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.” (QS. al-Qadr: 4).

Malaikat adalah makhluk Allah yang telah Dia ciptakan dari cahaya. Malaikat termasuk makhluk ghaib yang tidak bisa dilihat wujud aslinya oleh manusia, kecuali para nabi dan rasul yang dikehendaki Allah. Walaupun mata kita belum pernah melihatnya secara nyata, tapi kita sebagai seorang mukmin wajib mengimani keberadaannya. Malaikat itu ada, karena keberadaannya telah dikabarkan Allah dan Rasul-Nya, melalui al-Qur’an dan as-Hadits yang telah sampai di tangan kita.
Dan yang kita maksud dari turunnya malaikat dalam pembahasan ini adalah turunnya mereka pada malam keagungan (lailatul qadri) yang nilainya di sisi Allah lebih baik daripada seribu bulan. Sebagaimana yang diinformasikan oleh al-Qur’an, bahwa pada malam itu para malaikat turun dari langit atas perintah Allah, lalu mereka berjejal dan menyesaki bumi ini.

Turunnya Malaikat ke Bumi
Para malaikat Allah sangat banyak sekali jumlahnya, dan tidak ada yang mengetahui secara pasti berapa jumlah mereka sebenarnya. Hanya Allah yang Maha Mengetahui berapa kuantitas para malaikat, baik yang ada di bumi bersama manusia maupun yang ada di langit sana.
“Dan tidak ada yang mengetahu tentara Rabbmu (Tuhanmu) kecuali Dia sendiri.” (QS. al-Muddatstsir: 31).

Selasa, 05 Mei 2020

Keghaiban Nuzulul Qur’an




شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْ أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil)…
(QS. al-Baqarah: 185).

Ternyata al-Qur’an sebagai kitab suci yang selama ini telah menjadi pedoman hidup kita turunnya pada bulan Ramadhan, tepatnya pada malam keagungan atau malam lailatul qadr. Bukankah lailatul qadr itu adanya di sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan? Sebagaimana yang banyak diberitakan oleh Rasulullah dalam banyak haditsnya yang shahih. Lalu kenapa kita selalu memperingati peringatan turunnya al-Qur’an pada tanggal 17 Ramadhan? Apakah ada kesalahan referensi sehingga antara keduanya itu terjadi tulalit? Inilah salah satu permasalahan yang akan kita urai pada tema ini.

Tahapan Proses Penurunan al-Qur’an

Selama ini kita memahami bahwa turunnya al-Qur’an dari Allah kepada Rasulullah terjadi hanya dengan satu proses. Yaitu Allah menurunkan al-Qur’an secara bertahap kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril. Padahal sebenarnya tidaklah seperti itu. Al-Qur’an diturunkan melalui dua kali proses penurunan.
Pertama, Al-Qur’an diturunkan oleh Allah dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah (di langit dunia) secara keseluruhan dan sekaligus, dan itu terjadi pada waktu lailatul qadr. Kedua, Malaikat Jibril atas perintah Allah menurunkan al-Qur’an dari Baitul ‘Izzah kepada Rasulullah secara berangsur dan dalam jangka waktu yang cukup lama, yaitu 23 tahun. 13 tahun di Makkah dan sekitarnya, dan 10 tahun lagi di Madinah dan sekitarnya.

Sabtu, 02 Mei 2020

Keghaiban Pahala Puasa




عَنْ أَبِيْ صَالِحٍ الزَّيَّاتِ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ -رَضِي اللَّه عَنْه- يَقُولُ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: قَالَ اللَّهُ: كُلُّ عَمَلِ
ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ ... (رواه البخاري ومسلم)

Dari Abu Shalih az-Zayyat, ia telah mendengar Abu Hurairah berkata, “Rasulullah bersabda bahwa Allah telah berkata, ‘Setiap amal ibadah anak cucu Adam itu untuknya, kecuali puasa. Karena (puasa) itu untuk saya, dan saya sendiri yang akan membalasnya…’.” (HR. Bukhari, no. 1771. Muslim, no. 1942).

Suatu ibadah kaitannya sangat erat dengan pahala dan dosa. Bagi siapa saja –laki atau perempuan- yang melaksanakan ibadah kepada Allah secara benar, maka ia akan mendapatkan pahala dari Allah sebagaimana yang telah Dia janjikan. Dan siapa saja yang meninggalkan ibadah yang telah Allah perintahkan, maka ia akan mendapatkan dosa dan siksa yang pedih dari Allah sebagaimana yang Dia ancamkan.

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتَ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَـئِكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يُظْلَمُوْنَ نَقِيْراً

“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. an-Nisa’: 124).
Dan ibadah yang dilakukan oleh seorang mukmin atau mukminah, tidak akan diterima oleh Allah dan tidak akan dibalas dengan pahala yang dijanjikanya, kecuali bila ibadah itu memenuhi dua syarat pokok. Pertama, ibadah itu dilaksanakan sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah. Sebagaimana yang disabdakan rasulullah dalam haditsnya.
Rasulullah bersabda.

عَنْ عَائِشَةَ -رَضِي اللَّه عَنْهَا- قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ. (رواه البخاري)

Aisyah berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa mengadakan sesuatu yang baru dalam perkara kami ini (ibadah) yang tidak ada tuntunannya, maka ia tertolak.” (HR. Bukhari, no. 2499).
Dalam riwayat lain.