Wiridan sih sah-sah
saja. Bahkan wirid sendiri sangat dianjurkan dalam Islam. tentunya,
selama hal itu tidak bertentangan dengan ajaran Rasulullah. Lain halnya
bila wiridan itu diembel-embeli dengan puasa beberapa hari atau ritual
tertentu lainnya. Buka apa-apa. Maksud hati ingin memperoleh ketenangan
batin, tapi yang didapat
justru sebaliknya. Diikuti oleh jin yang mengaku sebagai khadam. Istilah
lain untuk pembantu atau pelayan dari bangsa jin. Inilah kenyataan yang
idalami oleh Firmansyah (23 tahun), pemuda asli Betawi. Pemuda ini
mengkisahkan pengalamannya kepada Majalah Ghoib di rumahnya Menteng, Jakarta Selatan.
Sewaktu sekolah Aliyah
dulu, sekitar tahun 1996, saya mengalami suatu peristiwa yang membawa
saya ke dalam pengembaraan panjang. Sebagai seorang pemuda yang bergelut
dengan dunia jin melalui wiridan.
Peritiwanya terjadi pada suatu pagi yang cerah, saat saya sholat
dhuha di masiid tua di daerah Kuningan. Saat itu, di dalam masjid tidak
ada orang lain, hanya saya seorang diri. Kemudian mucul keinginan untuk
belajar pidato. Maka dengan tenang layaknya seorang ustadz, saya
melangkah ke mimbar. Lalu duduk sejenak di kursi. Saya raih tongkat yang
ada kemudian bergaya seperti seorang khothib. Dan secara perlahan meski
sedikit gemetar, saya latihan khutbah, “Alhamdulillah. Alhamdulillahilladzi …”
Nah, satu minggu setelah kejadian itu saya merasakan kehadiran
seseorang yang tidak terlihat. Saya juga suka ngomong sendiri. Kalau di
kelas badan terasa lemas dan tidak bergairah. Untuk menjawab soal pun
terasa agak sulit. Selain itu, saya juga mudah kesurupan. Misalnya,
ketika sedang mengikuti pengajian di sebuah masiid, tiba-tiba badan saya
merinding. Merasa seperti itu, saya segera pulang. Begitu tiba di rumah
saya langsung berteriak, “Hua ha ha …” Saya kesurupan. Kemudian bapak
membaca ayat kursi, tapi jinnya tidak merasa apa-apa. Sepuluh menit kemudian jinnya itu pergi begitu saia.
Kesurupan ini seakan
menjadi bagian dari hidup saya. Karena bisa dipastikan hampir tiap
minggu saya selalu kesurupan. Kalau cuma sekali dua kali mungkin tidak
terlalu masalah tapi bila berlangsung hingga satu tahun. Tentu sangat
berat bagi saya. Akibatnya saya selalu hidup dalam ketakutan dan tidak
punya gairah hidup.
Keadaan saya ini, ternyata tidak luput dari perhatian guru-guru.
Hingga guru sosiologi menghampiri, “Kenapa kok lemes terus?” Akhirnya
saya disuruh ke rumahnya. “Sepertinya ada yang aneh dalam dirimu”
komentarnya setelah menuangkan minuman ke gelas. “Saya tidak tahu, Pak.”
Kemudian saya ceritakan apa yang saya alami. Dari tatapan matanya saya
tahu bahwa ia berempati kepada saya. Kemudian dengan bijak ia banyak
menasehati dan mengajarkan beberapa amalan yang katanya bisa mengurangi
beban saya.
Saya disuruh membaca Al-Fatihah untuk nabi Muhammmad, para wali dan
para orang-orang tua saya. Kemudian membaca shalawat seratus kali dan Ya Lathif seratus kali. Lalu berdoa, “Ya Allah. Dengan kekuatan sayidina Umar berilah saya kekuatannya.”
Saya gembira sekali hari itu. Dan bertekad untuk mengamalkannya agar
rasa takut itu hilang dan kembali bersemangat. Tapi ketika saya
mengamalkan wiridan itu di rumah, saya terkejut. Kok saya teriak-teriak
terus, “Hoh hoh hoh” badan saya menggigil dan gemetaran. Meski demikian
saya terus saja membaca wiridan itu. Hasilnfa baru terasa seminggu
kemudian. Ya, saya mulai tenang.
Sudah agak lama saya tidak kesurupan, hingga akhirnya jin itu datang
lagi. Peristiwanya kali ini terjadi di rumah sakit. Saat saya terkena
penyakit typus dan sudah stadium tiga. Walau itu sudah seminggu saya
tidak shalat, harus terbaring lemah di atas ranjang dan tidak bisa
berdiri. Tapi tiba-tiba saya bisa berdiri tegak kemudian berjalan dengan
cepat. Hingga para pasien dan keluarganya keheranan. Tak lama kemudian,
saya berbicara keras dengan suara bergetar. Tapi suaranya itu bukan
suara saya sendiri “Saya mau shalat. Anak ini sudah meninggalkan shalat
berhari-hari. Dia harus shalat sekarang.” Kemudian jin yang merasuki
tubuh saya itu berceramah, sambil sesekali menepuk dada. Melihat itu,
orang-orang pada ribut dan akhirnya membiarkan saya shalat. Ulah jin
yang merasuki saya itu tidak berhenti sampai disini. la ingin membawa
saya melompat dan terjun dari rumah sakit bertingkat itu. “Saya mau
terjun. Saya tidak kuat di sini. Saya mau pulang” sampai banyak suster
yang mau saya
Cekik.
Melihat itu, bapak berteriak. “Siapa kamu?” “Saya adalah syaikh Abdul
Jabbar. Ha ha ha, saya selama ini yang mengikuti dia. Dan saya
dihalangi khadam buyutnya. Saya tonjok mereka hingga babak belur. Saya
adalah raja jin yang terkuat,” jawab jin yang merasuki saya.
Akhirnya pihak rumah sakit mengizinkan saya dibawa pulang. Namun, di
tengah jalan mobil yang saya tumpangi mogok. Bapak saya menduga
karburatornya yang rusak. Tapi setelah dibuka “cross” airnya muncrat ke
muka bapak. Ketika sampai di rumah, saya melihat rumah yang selebar enam
meter itu sepertinya kecil. Seakan hanya beberapa puluh senti saja.
Kemudian saya tidak bisa tidur hingga beberapa hari.
Jin Abdul Jabbar keluar masuk tubuh
Dalam kondisi demikian, ada
seorang teman yang menjenguk sambil membawa katanya “air wali”. Setelah
dia meminumnya sedikit ia kemudian menyemprotkannya kembali ke badan
saya. “Panaas” teriak jin yang merasuki saya. “Kamu belajar sama siapa?”
Tanya jin. “Sama habib,” jawab teman saya. “Oh, bagus, bagus teruskan
saja belajarmu.” Seolah jin itu menasehatinya. Kemudian teman saya
membaca “Ya Allah, Ya Rahman … sampai kepada Ya Jabbar.” Kemudian jin
tertawa terbahak-bahak, “Ha ha ha. ltu nama saya. Kamu bacakan apa saja,
pasti tidak mempan karena saya jin lslam. Saya hafal 30 juz.” Setelah
merasa tidak marnpu mengobati,saya, akhirnya teman saya itu pulang.
Dua hari kemudian, di pagi yang cerah saya dibawa ke rumah habib.
Tapi anehnya habib itu sudah ada di depan rumah. Seolah dia sudah
menunggu kedatangan saya. Pas ketika saya masih berdiri terpaku di depan
rumahnya, “sreet” saya merusakan ada sesuatu yang keluar dari tubuh
saya. Kemudian bapak ngobrol agak lama dengan habib. Dan setelah meminum
air dari habib, kami segera pulang. Tapi, hanya beberapa menit
istirahat di rumah, saya kesurupan lagi. Jin Abdul Jabbar itu datang
lagi. Katanya dia takut sama habib itu dan sempat keluar.
Keesokan malamnya, sehabis shalat maghrib saya diantar seorang
tetangga ke Cibinong untuk bertemu dengan seorang kiyai. Aneh, setelah
keluar dari tol, sopir itu tidak lagi tahu arah. Berkali-kali ia
bertanya, namun tetap tidak tahu arah. Sementara di luar, cuaca gelap,
langit tak berbintang. Disertai dengan hembusan angin kencang yang terus
mendesing di telinga, seakan hujan akan turun dengan lebatnya. Saat
saya melihat ke arloji, ternyata sudah pukul 10 malam. Tak lama
kemudian, lnnalillah, mobil itu mogok di perkebunan dan tidak
bisa dihidupkan lagi, lalu saya kesurupan lagi, “Ha ha ha. Saya mogokin
mobilnya.” Akhirnya kita berlima jalan kaki, walau hawa dingin terasa
menusuk tulang. Dan, setelah memperhatikan sekeliling beberapa saat,
akhirnya sopir itu tahu bahwa kita sudah hampir sampai di rumah kiyai.
Kira-kira hanya berjarak 300 meter.
Alhamdulillah, akhirnya sampai ke tempat tujuan juga, setelah
tersesat beberapa jam. kira muat untuk sepuluh orang. Kamar itu
beralaskan karpet plastik, dengan jendela dan pintu di belakangnya. Lalu
bapak saya menyerahkan dua butir telur ayam kampung. Pak kiyai
mengambilnya sebutir lalu memecahkan dan mencampurnya dengan minyak
lulur, yang dipakai untuk pijat saya.
Selama pemijatan itu, terdengar suara pintu “Gubrak gubrak”, padahal
pintu itu sudah ditutup tapi selanjutnya terbuka lalu tertutup lagi,
begitu seterusnya. Tak lama kemudian saya mulai kesurupan “Ha ha. Akulah
Abdul Jabbar. Saya dari zaman syaikh Abdul Qadir Jailani. Saya berumur
900 tahun. Saya senang anak ini karena dia rajin ibadah. Tapi saya juga
benci, sebab dia dulu berani naik mimbar. Padahal mimbar itu bukan
tempatnya. Yang berhak naik ke mimbar itu adalah orang-orang yang
berilmu. Dan jangan permainkan tempat saya. Kalau tidak. Saya bunuh anak
ini.” Tak lama kemudian saya tidak sadarkan diri. Dan, setelah sadar
tahu-tahu pengobatan itu sudah selesai. Sejak saat itu jin Abdul Jabbar
entah karena apa, tidak datang lagi. Walau sebenarnya jin itu masih
bersarang di tubuh saya.
Wiridan yang Ternyata Penuh Jin
Dua bulan kemudian, saat kelas 3 Aliyah saya mempelajari wiridan miftahul hizb.
Wiridan-wiridan itu saya baca semua kemudian saya berdoa “Ya Allah,
hamba mohon diberikan ilmu dhahir batin dan ditunjukkan jalan ilmunya
Rasulullah.” Setelah mengamalkan wiridan ini setiap hari maka pada hari
ke 13, 14 dan 15 saya berpuasa seperti puasa Ramadhan. Katanya wiridan
ini tanpa menggunakan khadam dari jin. Katanyaa, ilmu yang dihasilkan
dari wiridan ini berasal langsung dari kemukjizatan Rasulullah.
Mendengar penjelasan yang demikian – waktu itu – saya percaya begitu
saja.
Hasil pengamalan wiridan ini, diluar dugaan saya.Yang dulunya saya
sering kesurupan, tapi sekarang berbalik. Saya bisa mengobati orang
kesurupan. Selain itu, saya juga bisa menerawang. Ya, saya bisa menebak
watak seseorang yang belum saya kenal sama sekali. Suatu hari saya
bertemu seseorang kemudian saya menerawang dia, “Kamu orangnya pemarah,
egois. Kamu juga sedang menghadapi masalah.” Dia bingung, “Lho kok kamu
tahu gitu.” “Ya saya tahu saja. Kamu bermasalah dengan atasan kamu,
kan?” kata saya lagi. Akhirnya dia makin terpana dan semakin tertarik
dengan terawangan saya. Kemudian saya menerawang temannya, “Orangnya
putih, hidungnya mancung dan rambutnya agak ikal.” “Lho kok kamu tahu!”
Teman baru saya itu semakin terbengong-bengong. Sebenarnya semua yang
saya katakan itu tergambar dengan jelas dipikiran saya begitu saja.
Pada kesempatan lain, ada seorang tetangga yang kehilangan burung.
Akhirnya dia beranya kepada saya. Dan dengan reflek tangan saya
bergerak, “Seeet”. “Tuh burungnya ada di situ.” Tangan saya menunjuk ke
arah tertentu. Akhirnya tetangga itu menyebutkan nama satu persatu.
“Namanya si Arman.” “Bukan” kata saya sambil tangan saya mengisyaratkan
tidak benar. “Namanya si Atong” katanya lagi. “lya, benar itu dia.”
Akhirnya burungnya dicari dan ketemu. Betapa malunya si pencuri yang
ketangkap basah itu. Tapi anehnya keesokan harinya saya kehilangan
motor. Kemudian saya coba menerawang dengan ilmu saya. Saya tunjuk ini
dan itu. Tapi tidak bisa menemukan motor itu hingga sekarang.
Rupanya keahlian saya itu, mengantarkan bapak dan adik untuk
mempelajari ilmu sejenis. Meski mereka belajar dari guru yang berbeda.
Nah, untuk membuktikan ilmu perguruan mana yang lebih hebat, akhirnya
saya dan bapak sepakat untuk diadakan uji kekuatan. Tempatnya di rumah
saya. Saat itu, ada tiga orang yang mengetes saya. Setelah pasang
kuda-kuda kemudian saya dipukul. Ternyata pukulan itu mengenai wajah
saya dan tidak bisa saya elakkan. Padahal sebelumnya saya bisa
menghindari dan mementalkan pukulan siapa saja. Saya belum menyerah. Dan
dilakukan pengujian ulang. Saya bertahan dengan cara lain, tapi saya
tetap kena pukulan. Akhirnya saya mengaku kalah dan berguru dengan
mereka, untuk mempelajari ilmu Karamah. Peristiwa ini terjadi pada tahun
pertama ketika saya kuliah di UlN.
Sebelum dibaiat atas keberhasilan mempelajari ilmu Karamah, saya
disuruh puasa tiga hari dan membaca wiridan juga selama tiga hari, “Ya
Allah. Ya Rasulullah. Ya Syaikh Abdul Qadir Jailani disuhunkeun
karamahna ku abdi gusti suryajana negara (Ya Allah. Ya Rasulullah. Ya
Syaikh Abdul Qadir Jailani dimintakan karamahnya kepada saya gusti
suryajana negara) la haula wala quwata illa billahil ‘aliyil adhim”
kemudian di test. Orang yang memukul gaya itu terpental semua.
Setelah mengamalkan wiridan ini, saya merasakan adanya perubahan.
Orang jadi takut sama saya. Sebaliknya, saya menjadi lebih berani.
Pernah saya terjebak tawuran pelajar. Ketika saya ditimpuk dengan batu,
tiba-tiba batu itu terpental sendiri sebelum mengenai saya. Akhirnya
para pelajar itu kabur, ketakutan. Kondektur bis juga takut. Saya pernah
marah dengan kondektur. Hanya gara-gara kurang ongkos. Waktu itu tarif
bus untuk mahasiswa hanya seratus sementara penumpang umum membayar
limaratus. Kebetulan, saya membayar tigaratus. Tapi, kondektur bis itu
tidak percaya. “Kalau kamu mahasiswa bayar seratus juga saya terima,”
kata kondektur itu. “Ya sudah kalau berani sini,” saya menantangnya.
Ketika sudah dekat, dia ketakutan. Sepertinya dia melihat sesuatu yang
menakutkan.
Selain ilmu di atas, saya juga mempelajari dua ilmu lainya. Yang
pertama adalah ilmu kebal dan yang kedua wirid Sakran. Saya tidak tahu,
mengapa saya seperti haus berbagai macam jenis ilmu. Sehingga saya
sering berguru dari satu tempat ke tempat lainnya. Misalnya, saat itu
saya juga belajar wirid sakran. Wiridan itu diamalkan setiap selesai
shalat wajib selama tujuh minggu dan puasa Senin-Kamis selama tujuh
minggu juga. Dengan niat “Aku niat puasa sunnah karena Allah untuk
amalan wirid syaikh Habib Ali Abu Bakar As-Sakran.”
Sesudah seluruh ritual
dalam tujuh minggu itu selesai, malamnya saya bermimpi sampai dua kali.
Mimpi pertama adalah mimpi basah. Dan setelah bangun kemudian tidur
kembali saya bermimpi berada di sebuah masjid yang besar di wilayah
Tarim, salah satu daerah di Hadhramaut, Yaman. Di dalam masjid itu saya
bertemu dengan orangtua. Yang memperkenalkan dirinya sebagai Habib
Muhammad bin Abdul Rahman Assegaf. Kemudian ia menuntun saya berdoa di
samping makam habib Ali bin Abu Bakar As-Sakran.
Beberapa hari kemudian, saya ceritakan mimpi itu kepada guru. Katanya
mimpi itu menjadi wangsit bahwa wiridan saya sudah disahkan. Selang
beberapa hari kemudian, ketika sedang berbaring di tempat tidur,
tiba-tiba saya mendengar suara yang tidak saya ketahui darimana
sumbernya, “Assalaamu’alaikum. Sekarang tuan adalah majikan saya. Dan
saya adalah khadam tuan.”
Beberapa hari berikutnya saya sering kesurupan setelah tarawih di
mushola. Di tengah kerumunan jamaah laki-laki. “Assalaamu’alaikum.
Kenalkan nama saya Abdul Lathif.” Anehnya banyak jamaah yang bahkan
menjadikan iin yang merasuk ke tubuh saya sebagai teman bercanda.
“Namanya siapa ki?” Tanya sebagian jamaah. “Nama saya Abdul Lathif. Saya
dari Baghdad. Saya khadamnya Firmansyah.” Terus banyak yang minta
macam-macam. “Saya minta jodoh dong?” pinta seorang dari mereka. “Lu,
yang cocok sama lu orangnya yang pendek,” kata Abdul Lathif melalui
mulut saya. Mendengar jawaban itu, sontak jamaah tertawa
terpingkal-pingkal.
“Saya minta nomer togel nih,” Tapi jin itu langsung menggerakkan
tangan saya untuk mengambil buah dan melempar yang meminta, “Maksiat
nanya-nanya sama gue,” kata jin Abdul Lathif.
Pernah iuga iin yang merasuk ke tubuh saya itu mengambil kopi dan
meminumnya, “Nih, air bekas saya ini berkah” tak tahunya jamaah yang
berada di sekitar saya langsung berebut meminum kopi itu. Peristiwa
seperti ini teriadi sekitar sepuluh kali selama Ramadhan. Dan waktunya
selalu setelah tarawih. Sebelum pergi jin itu pamitan dulu, “Sudah tidak
ada pertu lagi dengan saya? Saya pergi dulu ya. Assalaamu’alaikum”.
Setelah peristiwa demi peristiwa itu, akhirnya banyak yang konsultasi
dengan saya. Dan, untuk menjawabnya, saya gabungkan saja berbagai
keilmuan yang saya miliki.
Sehabis Ramadhan, jin Abdul Lathif masih sering merasuk ke tubuh
saya. Bahkan saat saya sedang mengajar anak-anak remaia. Disini dia
mulai mengisi anak-anak remaja itu. “Ki, saya sering lewat daerah-daerah
tawuran. Minta penjagaan dong?” pinta seorang anak. “Ya, sini! Kamu
baca “Asyhadu alla ilaha ilallah. Asyhadu anna Muhammadar rasulullah. La haula wala quwwata ila billah.” lalu
ia menjabat tangan anak yang diberi ilmu. Pada mulanya, jin Abdul
Lathif baru datang setelah saya panggil. Dengan membaca Al-Fatihah untuk
nabi. Kemudian shalawat untuk habib yang menciptakan wiridan ini.
Setelah itu, saya memanggil “Ya Lathif” sambil menjejak bumi tiga kali.
Setelah itu lin Abdul Lathif datang dan merasuk ke tubuh saya. Tapi lama
kelamaan kedatangannya tidak lagi bisa saya kendalikan.
Awal Datangnya Hidayah.
Aktifitas di pengaiian anak remaja, terus menggiring saya untuk
berkenalan dengan beberapa aktifis dakwah lainnya. Nah, dari sini saya
sering tukar pengalaman dan berbagi cerita. Sejujurnya, saya katakan
pada mereka bahwa saya punya ilmu-ilmu teftentu. Yang waktu itu, saya
menyebutnya llmu kemukjizaan. Saya juga punya khadam dari jin dan
menurut pendapat saya meminta bantuan jin juga tidak apa-apa. Pendapat
saya ini dibantah oleh teman-teman. “Lho, itukan bacaan-bacaan lslami.
Bacaan shalawat. Bacaan-bacaan Alquran,” saya mencoba beradu
argumentasi. “Walaupun itu Asmaul Husna, tapi kalau itu buat kebal saya
tidak percaya,” kata teman saya.
Seiring dengan semakin lama berinteraksi dengan mereka, saya merasa
ada keanehan. Badan saya panas setiap hari. Saya juga sakit flu tidak
henti-hentinya. Dan, setelah membaca artikel di majalah Ghoib, saya
mulai meragukan kebenaran jalan yang saya tempuh selama ini.
Hal ini semakin diperparah dengan situasi rumah tangga yang sedikit
mengalami goncangan. Dari sini saya mulai tidak yakin akan kebenaran
ilmu saya. Akhirnya saya pergi ke Majalah Ghoib. Saat tiba di kantor
Majalah Ghoib, saya merasa takut sekali. Kepala saya bergetar tanpa
dapat saya kendalikan. Tidak seperti biasanya. Kemudian saya diterapi
Ustadz Ahmad Junaidi. Saat itulah jin yang bersarang di tubuh saya
dikeluarkan. Pada ruqyah pertama saja, kata ustadz Junaidi ada sekitar
sepuluh jin yang keluar, tentu menurut pengakuan jin itu. Ada jin Abdul
Jabbar, jin Konghuchu, jin Kristen, jin Budha dan yang paling bandel
keluarnya adalah jin Abdul Lathif.
Ketika jin Abdul Lathif diruqyah ia berbicara dengan ustadz Junaidi
dengan bahasa Arab. “Saya dari Baghdad. Cuma saya lama di Surabaya,”
katanya. “Kenapa kamu masuk ke orang ini?” tanya ustadz Junaidi. “Siapa
suruh. Yang baca wiridan itu dia. Ya, saya masuk. Kalau wiridan itu
tidak dibaca, saya tidak masuk,” kata jin Abdul Lathif lagi. “Berarti
kamu telah sesat dan menyesatkan” bentak ustadz Junaidi. Mendengar
bentakan itu, jin Abdul Lathif hanya bisa diam. Kemudian jin itu berdoa
seraya meminta pertolongan kepada Ali. “Ya Ali. Anqidzni (lolonglah aku).” “Jin, doamu ini syirik,” kata ustadz Junaidi. “Saya kan tawasul, ustadz,” ujar jin itu mempertahankan diri.
“Tawasul dengan dzat selain Allah itu berarti syirik,” kata ustadz
Junaidi. “Tidak. lni tidak syirik. Saya berpegang teguh dengan manhaj
Zainal Abidin,” kata jin Abdul Lathif masih membandel. Dia susah
dikeluarkan. Karena badan saya sudah kecapekan, akhirnya ruqyah hari itu
diakhiri juga. Meski sebenarnya saya masih merasa bahwa jin Abdul
Lathif itu belum bisa dikeluarkan. Karena itu ustadz Junaidi menyuruh
saya untuk datang lagi minggu depan. Disamping itu says dianjurkan untuk
terus berdzikir dan melakukan terapi ruqyah secara mandiri.
Alhamdulillah setelah terapi ruqyah yang keenam, sekarang sqra sudah
baik kembali tinggal sedikit pusing di kepala bagian belakang.
Begitulah sepenggal kisah yang saya yakin banyak dialami oleh orang
lain, bergelut dengan dunia jin tanpa disadarinya. Atau bahkan sebagian
orang menganggap ini merupakan suatu kelebihan yang diberikan Allah.
Namun, pada akhirnya saya harus mengakui bahwa pendapat yang demikian
itu salah. Saya berharap kisah ini dapat menjadi renungan tersendiri,
bagi siapapun yang berkenan.
Ruqyah Majalah Ghoib 021-70374645, 081511311554
Sumber : Kesaksian Majalah Ghoib Edisi 12/2
Sumber : Kesaksian Majalah Ghoib Edisi 12/2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar