Pantangan Hijamah
Berikut ini adalah kondisi yang harus dihindari
untuk dilakukan hijamah :
- Hindari menghijamah pasien yang fisiknya sangat lemah, sedang mengalami kelelahan berat dan yang memiliki tekanan darah < 80mmHg. Hal ini bisa menyebabkan resiko pasien syok/pingsan. Demikian juga sebaiknya menghindari untuk menghijamah pasien yang sudah jompo dan lemah fisiknya serta anak-anak yang tubuhnya lemah/ di bawah 3 tahun.
- Hindari menghijamah wanita hamil pada usia kehamilan 3 bulan pertama (trimester awal). Jangan menghijamah wanita yang sedang haidh dan nifas karena pada kondisi tersebut wanita sedang banyak mengeluarkan darah alami sehingga dikhawatirkan akan melemahkan kondisi fisiknya. Jangan melakukan hijamah tepat diatas perut wanita hamil.
- Tidak dianjurkan menghijamah pasien yang dalam kondisi perut kekenyangan, kehausan, kelaparan, kelelahan, setelah beraktivitas berat, tubuh lemah dan tubuh demam (kedinginan).
- Jangan melakukan hijamah langsung setelah makan besar (hijamah dapat dilakukan minimal dua jam setelah makan). Setelah hijamah juga jangan langsung makan, melainkan hanya minum yang manis-manis semisal madu atau selainnya.
- Jangan melakukan hijamah langsung setelah mandi, terutama setelah mandi dengan air dingin. Tidak dianjurkan langsung mandi setelah hijamah, melainkan setelah 2 jam. Dianjurkan mandi dengan air hangat.
- Hindari melakukan hijamah basah pada pasien leukimia (kanker darah), hepatitis yang parah, TBC aktif, HIV/ODA, hemofilia, malignant anemia, trombositopenia, penderita kelainan klep jantung/ yang menggunakan alat pacu jantung serta penyakit lainnya yang parah kecuali oleh ahli hijamah yang berpengalaman dan dengan pengawasan dokter.
- Tidak dianjurkan melakukan hijamah basah pada penderita diabetes dengan kadar gula darah sewaktu (GDS) diatas 250mg/dL kecuali oleh penghijamah yang ahli dan berpengalaman.
- Jangan menghijamah basah pasien yang baru memberikan donor darah atau orang yang baru kecelakaan sehingga darahnya berkurang.
- Hindari menghijamah pasien yang menderita penyakit kulit merata atau menderita alergi kulit yang parah seperti ulserasi (luka koreng basah/bernanah) dan edema.
- Hindari menghijamah pasien yang sedang mengkonsumsi obat pengencer darah(seperti heparin). Hijamah bisa dilakukan setelah 48 sebelummnya pasien telah menghentikan terlebih dahulu obat-obat tersebut.
- Jangan menghijamah langsung pada daerah yang luka, urat sendi yang robek, patah tulang, tumor serta varises. HIjamah pada kasus varises dilakukan beberapa cm disekitar pembuluh darah yang rusak.
- Jangan memberkam daerah perut terlalu keras. Bagian perut sangat lemah karena lapisan ototnya sangat tipis.
- Hindari melakukan hijamah pada bagian tubuh berikut : Lubang alamiah tubuh (mata, hidung, telinga, mulut, kemaluan, anus dan puting susu), daerah sistem nodus limfa/ kelenjar getah bening (bawah ketiak, selangkangan, leher bagian samping, dll), tepat diatas pembuluh darah yang besar.
Beberapa poin diatas sebenarnya masih bisa
dilakukan oleh seorang ahli hijamah yang professional, berpengalaman serta atas
pengawasan dokter yang berkompeten.
Kesalahan Hijamah
Kesalahan dalam hijamah bisa disebabkan karena
minimnya pengetahuan tentang anatomi fisiologis tubuh, keterbatasan ilmu
tentang penyakit serta cara kerja dan mekanisme hijamah. Hijamah sendiri
merupakan salahsatu tindakan medis (bedah minor) oleh karenanya maka proses
hijamah haruslah mengedepankan standarisasi medis. Contoh kesalahan
hijamah antara lain :
1. Persiapan pasien yang
kurang. Sebelum dilakukan hijamah seorang penghijamah harus memeriksa
kondisi umum dan penyakit yang diderita pasien. Pemeriksaan tekanan darah
(tensi) merupakan pemeriksaan minimal yang wajib dilakukan. Kesalahan pada poin
ini bisa membahayakan pasien terutama jika kondisinya sedang drop.
Mengabaikan masalah riwayat penyakit yang
diderita pasien seperti pada penderita diabetes, hepatitis, AIDS, dll
bisa menyebabkan risiko tertularnya penyakit pada pasien dan penghijamah.
2. Melakukan hijamah di area
terbuka diluar ruangan atau terlalu dingin. Dikhawatirkan luka
sayatan hijamah dapat terkena debu/kotoran yang berterbangan. Selain
itu juga tidak disarankan melakukan hijamah di tempat dengan sirkulasi udara
yang kurang/pengap. Jangan menyalakan kipas angin/blower tepat diatas pasien
yang sedang dihijamah.
3. Mengabaikan sterilitas. Banyak penghijamah
hanya mengandalkan proses sterilisasi kop dan alat hijamah pada detergen,
pemutih, rebusan air atau alkohol. Tidak dimilikinya alat sterilisator
standar menyebabkan resiko tinggi terkena infeksi kuman selama hijamah.
4. Peralatan ala kadarnya. Dalam praktek
hijamah, banyak di antara para ahli hijamah hanya menggunakan alat-alat
sekedarnya tanpa memperhatikan faktor kebersihan alat dan lingkungan,
sterilisasi dan higenisnya, seperti penggunaan tisu
untuk membersihkan darah, apalagi tisu gulung untuk toilet. Akibatnya muncul tanggapan negatif terhadap terapan
hijamah secara umum. Setiap pasien dengan riwayat sakit hepatitis, narkoba, dan
HIV-AIDS (ODA) harus memiliki peralatan bekam sendiri yang dipisahkan dengan
pasien yang lain.
5. Menggunakan silet atau
jarum. Kedua alat tersebut samasekali bukan merupakan peralatan medis
standar yang dirancang untuk melakukan tindakan medis hijamah. Luka yang
dihasilkan sangat berpotensi infeksi dan terkontaminasi bahan-bahan yang
terkandung pada permukaan logam silet dan jarum.
6. Kesalahan dalam menentukan
titik hijamah. Selain tidak efektif, keterbatasan pengetahuan mengenai
lokasi titik hijamah yang tepat akan mempengaruhi hasil hijamah secara
signifikan. Beberapa penghijamah pemula sering hanya melakukan hijamah terbatas
pada titik hijamah itu-itu saja, padahal titik hijamah telah banyak berkembang.
7. Mitos “semakin banyak
titik hijamah maka semakin cepat sembuh”. Terlalu banyak
titik pada saat hijamah tidaklah berarti menjadikan hijamah semakin efektif
namun yang benar adalah pemilihan titik yang tepat adalah kunci tercapainya
tujuan hijamah.
8. Terlalu lama menghijamah
pada satu titik. Penyedotan kop yang melebihi 20 menit bisa menimbulkan efek
samping keluarnya bulla (kantong cairan bening seperti cacar). Hal ini
bisa menyebabkan keluhan perih dan beresiko infeksi.
9. Melakukan penyayatan luka
yang terlalu dalam. Hal ini selain memperlambat penyembuhan luka juga menimbulkan
resiko mengenai pembuluh darah besar sehingga bisa timbul perdarahan.
10. Harus puasa dulu sebelum hijamah. Pada pasien
tertentu dimana kondisi tubuhnya sedang drop maka puasa bisa membahayakan
pasien. Sebaiknya makanlah 2jam sebelum hijamah, dalam tempo waktu tersebut
diharapkan proses pencernaan makanan sebagian besar telah selesai dan bisa
memperkecil resiko “pingsan” akibat hijamah.
Demikian pembahasan materi hijamah untuk edisi
kali ini semoga bermanfaat, InsyaAllah akan berlanjut pada edisi berikutnya.
Jika ada masalah yang belum jelas dan akan ditanyakan maka anda dapat
menghubungi redaksi. Baarokallaahu fiikum.
Oleh : dr.Abu Hana El-Firdan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar