KLINIK BEKAM JAKARTA HP. 0815 11311 554 ABU ADZKY
Diabetes Mellitus
(DM) merupakan penyakit/ gangguan metabolisme yang ditandai dengan
tingginya kadar gula (glukosa) dalam darah (hiperglikemia) yang
disebabkan oleh kurangnya produksi atau gangguan kerja (penurunan
efektifitas) hormon insulin atau karena kedua-duanya. Penyakit DM dibagi
dalam dua jenis. Pertama, DM tipe 1 atau yang disebabkan oleh rusaknya
sel β (Beta) pankreas sebagai “pabrik” pembuat insulin. Kedua, DM tipe
2, tipe ini merupakan gangguan yang sifatnya heterogen, pada beberapa
kasus akibat gangguan fungsi sel β, namun paling banyak disebabkan oleh
gangguan kerja (resistensi) insulin pada sel-sel dalam jaringan tubuh.
Keberadaan penyakit diabetes tidak lepas dari peran zat besi (Fe)
dalam darah. Sifat molekul besi yang tidak stabil berpotensi
menghasilkan berbagai bentuk radikal bebas yang membahayakan atau
merusak sel-sel tubuh. Hasil pengamatan terhadap peningkatan frekuensi
penyakit diabetes pada orang-orang yang menderita hemochromatosis menunjukkan bahwa kelebihan (overload) besi dalam tubuh berperan dalam muncetuskan penyakit diabetes. Hemochromatosis
adalah suatu kelainan genetik yang mengakibatkan kelebihan besi dalam
tubuh. Akan tetapi, apa pun penyebab dari overload besi, baik karena
penyakit genetik atau pun bukan, ternyata menyebabkan peningkatan
diabetes.
Peran besi dalam menyebabkan penyakit diabetes ditunjukkan oleh dua hal, Pertama: terjadinya peningkatan kejadian diabetes pada orang-orang yang kelebihan besi, apapun penyebabnya. Kedua: adanya perbaikan penyakit diabetes setelah membuang kelebihan besi dengan obat-obatan yang dapat mengikat besi.
Orang-orang yang sering menjalani transfusi darah karena penyakit tertentu, seringkali mengalami overload besi dalam tubuhnya. Pada kelompok ini
terdapat peningkatan kejadian diabetes. Walau mekanisme zat besi dapat
mempercepat terjadinya diabetes belum diketahui secara pasti, namun
dugaan tersebut kemungkinan berhubungan dengan tiga mekanisme kunci,
yaitu:
1. Defisiensi (kekurangan insulin)
2. Resistensi insulin (gangguan kerja insulin).
Maksudnya, meskipun insulin terdapat dalam darah dalam jumlah yang cukup, akan tetapi tidak mampu mendorong glukosa dalam darah untuk masuk ke dalam sel-sel tubuh. Akibatnya, kadar glukosa dalam darah tetap tinggi. Sebaliknya, apabila suatu sel sangat berespon tarhadap adanya insulin, maka kondisi ini disebut dengan “sensitif” terhadap insulin (insulin sensitivity).
Maksudnya, meskipun insulin terdapat dalam darah dalam jumlah yang cukup, akan tetapi tidak mampu mendorong glukosa dalam darah untuk masuk ke dalam sel-sel tubuh. Akibatnya, kadar glukosa dalam darah tetap tinggi. Sebaliknya, apabila suatu sel sangat berespon tarhadap adanya insulin, maka kondisi ini disebut dengan “sensitif” terhadap insulin (insulin sensitivity).
3. Disfungsi (kerusakan) hati (hepar).
Overload besi dan munculnya radikal bebas akan menyebabkan
kerusakan sel β pankreas yang berfungsi menghasilkan hormon insulin.
Akibatnya, terjadi penurunan produksi insulin. Karena produksinya
berkurang, maka otomatis sekresi (pengeluaran) ke dalam darah juga
berkurang.
Adapun mekanisme terjadinya resistensi insulin, diduga terjadi secara
langsung atau melalui rusaknya fungsi hepar (hati). Selain itu, adanya
pengendapan besi dalam otot akan menurunkan penyerapan glukosa karena
terjadi kerusakan pada otot tersebut. Sebaliknya, insulin justru
meningkatkan penyerapan besi, sehingga terjadilah lingkaran yang
menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Selain bertanggung jawab pada
terjadinya penyakit diabetes, besi juga bertanggung jawab pada
timbulnya berbagai komplikasi penyakit diabetes, diantaranya penyakit
ginjal dan penyakit kardiovaskuler.
“Keberadaan penyakit diabetes tidak lepas dari peran zat besi (Fe) dalam darah. Sifat molekul besi yang tidak stabil berpotensi menghasilkan berbagai bentuk radikal bebas yang membahayakan atau merusak sel-sel tubuh.”
Penelitian hasil kerjasama dua institusi pendidikan kedokteran di Spanyol, yaitu University Hospital of Girona “ Dr. Josep Trueta” dan University Miguel Hernandez
mencoba menilai sensitifitas insulin dan sekresi (pengeluaran) insulin
setelah dilakukan pembekaman dengan interval empat bulan pada pasien
diabetes tipe 2 yang memiliki kadar serum feritin (besi yang tersimpan
dalam sel tubuh) berkadar tinggi, yaitu kadarnya > 200 ng/ mL.
Penelitian menitikberatkan untuk melihat pengaruh hijamah (bekam)
terhadap control metabolic, sekresi insulin, dan kerja insulin
pada pasien diabetes dengan kadar feritin yang tinggi. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini akan dilihat efek pembuangan besi (iron depletion) terhadap parameter-parameter tersebut.
Pasien dibagi dalam dua kelompok, pertama (grup 1) yang berjumlah 13
pasien, dilakukan pembekaman dengan jangka waktu 2 minggu, setiap kali
pembekaman diambil 500 mL darah. Total pembekaman yang dilakukan
terhadap grup 1 sebanyak 3 kali. Kedua (grup 2) yang berjumlah 15 pasien
adalah kelompok kontrol yang tidak mendapatkan Diterapi pembekaman.
Seluruh pasien (grup 1 dan grup 2) tetap mendapatkan terapi seperti
biasanya dengan insulin, obat-obat anti-diabetes, dan olah raga selama
periode penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa serum feritin, transferin (protein
yang berfungsi untuk mengikat atau membawa besi di dalam darah), saturation index,
dan kadar hemoglobin turun pada pasien yang mendapatkan terapi hijamah
(grup 1). Selain itu, kadar HBA1C juga turun secara bermakna pada
pasien grup 1. Didapatkan pula peningkatan sensitivitas insulin pada
grup 1 dibandingkan grup 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hijamah
dapat berperan sebagai terapi tambahan pada pasien diabetes tipe 2
dengan peningkatan konsentrasi serum feritin.
Penelitian lainnya dari institusi yang sama dengan penelitian
sebelumnya, yaitu untuk menguji hipotesis bahwa pembuangan besi yang
bersirkulasi dalam darah dengan hijamah akan memperbaiki kerusakan
pembuluh darah pada pasien diabetes tipe 2 dan pada pasien dengan
peningkatan konsentrasi serum feritin.
Pada penelitian ini, pasien diabetes dengan kadar serum feritin >
200 ng/ mL dibagi dalam 2 kelompok seperti pada penelitian sebelumnya.
Reaktivitas pembuluh darah dinilai pada awal penelitian, serta pada 4
dan 12 bulan berikutnya.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pembuangan besi dengan
hijamah dapat memperbaiki kerusakan pembuluh darah pada pasien diabetes
tipe 2 dengan kadar serum feritin yang tinggi. Perbaikan ini sejalan
(paralel) dengan penurunan kadar besi dalam tubuh yang ditandai dengan
turunnya kadar serum feritin pada pasien grup 1.
Penjelasan efek hijamah ini menunjukkan bahwa kelebihan besi
menyebabkan perubahan dini pada struktur dan fungsi pembuluh darah
manusia, yang ditandai dengan hipertrofi (penebalan) dinding pembuluh
darah. Hipertofi ini dapat diperbaiki dengan menurunkan kadar besi dalam
darah melalui proses hijamah. Dalam penelitian ini, ditemukan adanya
peningkatan dilatasi (pelebaran) pembuluh darah setelah kadar besi
diturunkan dengan hijamah. Sehingga, pembuangan besi dapat meningkatkan
kelenturan (distensibilitas) pembuluh darah.
Penelitian yang hampir sama dengan 2 penelitian di atas juga dilaksanakan institusi lain di Eropa oleh para peneliti dari San Filippo Neri Hospital (Italia), Bambino Gesu Hospital dan Research Institute (Italia) yang berlangsung selama dua tahun.
Penelitian ini bertujuan mengetahui efek hijamah terhadap sekresi
dan sensitivitas insulin, parameter-parameter dalam darah, kadar besi
dalam hati (liver ion content/ LIC), dan perubahan kerusakan
jaringan hati. Subjek Penelitian adalah pasien yang baru saja
terdiagnosis diabetes yang memiliki kelainan genetik tertentu yang
menyebabkan tingginya kadar besi dalam tubuh.
Hijamah dilakukan setiap dua minggu, masing-masing dengan
mengeluarkan darah sebanyak 450 mL. Volume darah dikembalikan ke jumlah
semula dengan memberikan larutan fisiologis. Data sebelum dan sesudah
dua tahun terapi dengan hijamah diambil untuk dibandingkan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbaikan dalam beberapa
parameter metabolisme. Kadar feritin dan besi turun. Parameter lain
seperti kadar kolesterol, trigliserida (Lemak), glukosa puasa, kadar
enzim-enzim tertentu seperti lactate Dehydrogenase (LDH), aspartate aminotransferase (AST) atau yang lebih dikenal dengan glutamic-oxaloacetate transaminase (SGOT), alanine aminotransferase (ALT) atau yang lebih dikenal dengan glutamic-pyruvate transaminase (SGPT), dan gamma-glutamyltransferase
(γ-GT) dimana enzim-enzim ini merupakan penanda terjadinya kerusakan
pada hati, juga mengalami perbaikan dengan peningkatan sekresi insulin,
peningkatan pengambilan glukosa oleh sel-sel tubuh, dan peningkatan
sensitifitas terhadap insulin.
Dari penelitian-penelitian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa terapi hijamah bermanfaat terhadap pasien diabetes mellitus,
terutama yang memiliki kadar besi yang tinggi. Penelitian-penelitian
ini telah membuka suatu harapan baru di masa mendatang akan meningkatnya
penerimaan masyarakat secara umum terhadap bekam serta memberi harapan
baru bagi pasien diabetes mellitus.
Sumber Tabloid Bekam
Ruqyah Majalah Ghoib Dan Bekam 021-70374645 Abu Faiz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar