Oleh Ust. Ahmad Zairofi AM.
“Dalam segala kepahitan harus ada keputusan”
http://ruqyahmajalahghoib.blogspot.com/
“Dalam segala kepahitan harus ada keputusan”
Alangkah cepatnya hidup ini. Berganti dari satu warna ke warna yang lain. Seperti di Madinah
saat itu. Baru saja Rasulullah dan kaum Muslimin pulang dari Makkah
membawa kemenangan, kesulitan yang baru sudah datang menghadang. Rasanya
belum begitu lama mereka
menikmati kemenangan itu. Saat sepuluh ribu pasukan Muslim menaklukkan
Mekkah tanpa pertumpahan darah. Saat Rasulullah menundukkan kepalanya,
di atas untanya, begitu rendah dan sangat rendah, sebagai tanda syukur
mendalam kepada Allah. Saat itu manusia berbondong-bondong masuk Islam.
Segala kenangan pahit yang mendera Rasulullah dan kaum Muslimin seakan
sirna, dan kebahagiaan pun menyelimuti kaum Muslimin.
Tetapi alangkah cepatnya hidup berganti warna. Di tengah suasana
bahagia itu, justru sebuah ancaman baru tengah mengintai. Ancaman dari
Romawi, negeri kekaisaran dengan kekuatan militer terbesar pada jaman itu. Maka, kehidupan kaum
Muslimin kembali tercekam. Bahkan Umar sang pemberani pun merasakan
suasana ini. Keadaan itu diperparah dengan musim kemarau yang sangat
panas dan kering, plus bala bantuan Nasrani untuk Romawi yang sudah berjumlah 40 ribu orang.
Dalam setiap
keadaan yang sulit harus ada sikap. Inilah diantara prinsip-prinsip
kehidupan yang Rasulullah ajarkan kepada kita. Apakah menghadapi
kesulitan atau membiarkan kesulitan itu melibas apa saja. Setelah
mengkaji secara mendalam, Rasulullah memutuskan untuk menghadapi Romawi.
Dengan tigapuluh ribu pasukan, Rasulullah berangkat, ke Tabuk. Suasana
begitu sulit. Musim kering merontokkan pertahanan fisik. Untuk delapan
belas orang hanya ada satu unta. Begitupun, kadang mereka harus
menyembelih unta untuk mengambil persediaan air.
Kadang mereka hanya memakan dedaunan, hanya untuk membasahi bibir. Di
Tabuk Rasulullah membangun kamp. Selama 20 hari. Beliau memompa semangat
juang dan hidup kaum muslimin. Menjelaskan tentang harapan, memberi
peringatan dan kabar gembira. Sementara itu, Romawi justru menjadi
ketakutan, banyak kabilah Arab yang kemudian membuat perjanjian damai
dengan Rasulullah.
Begitulah, fragmen Tabuk memberikan kita satu catatan penting. Bahwa
hidup adalah pergiliran. Bahwa segalanya bisa berubah. Dari gelap ke
terang, dari terang ke gelap. Maka masalah utamanya bukanlah pada
kesulitan atau kemudahan itu semata. Melainkan, bagaimana kita bersikap.
Di saat sulit maupun mudah. Fragmen Tabuk mengajarkan kita bahwa
guncangan dan hempasan badai kesulitan tidak boleh merusak jati diri
kita. Seorang Mukmin mengerti apa arti sebuah kesulitan. Sebagai
ketetapan Allah, sebagai keniscayaan sejarah, sebagai ujian, sebagai
tangga menuju penghargaan kualitas diri, juga sebagai siklus pergantian
masa yang pasti terjadi didalam hidup.
Peristiwa Tabuk hanya sebagian dari serial suka duka Rasulullah dan kaum
Muslimin dalam menjalani hidup. Sekaligus kumpulan serial bagaimana
mereka bisa menaklukkan kesulitan demi kesulitan. Dengan cara mereka
yang elegan, terhormat dan holistik. Elegan, karena mereka tidak lari
dari kesulitan. Justru mereka hadang kesulitan itu, tanpa arogansi dan
menantang-nantang. Terhormat, karena mereka menundukkan kesulitan itu
dengan cara yang fair, tidak menjilat, tidak menjual jati diri, apalagi
bersengkongkol dengan para pengkhianat. Dan holistik, karena mereka
menyelesaikan kesulitan secara keseluruhan, untuk manfaat yang lebih
luas.
Kepada Allah kita memohon ketahanan. Dalam do’a dan pengaduan yang
total, lalu dengan usaha kita sendiri, dalam kebersamaan yang terkecil
sekalipun, kita hadapi badai kesulitan itu. Agar ia tidak membunuh jati
diri kita.
Ruqyah Majalah Ghoib Dan Bekam 081511311554 abu adzkyhttp://ruqyahmajalahghoib.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar