ALAMAT RUQYAH SYAR'IYYAH DAN BEKAM
JL. PERCETAKAN NEGARA VII NO 31 RAWASARI JAKARTA PUSAT
BUKA PRAKTEK BEKAM SETIAP HARI DARI JAM 09.00 S/D 17.00 TERMASUK HARI LIBUR DILUAR JAM BISA JANJIAN MENERIMA BEKAM PANGGILAN, BEKAM MASSAL, BEKAM SUAMI ISTRI , BEKAM KEPALA TANPA HARUS MENCUKUR RAMBUT DLL, Tlp : 0815 11311 554 , 0812 828 11254 WA / SMS
JL. PERCETAKAN NEGARA VII NO 31 RAWASARI JAKARTA PUSAT
BUKA PRAKTEK BEKAM SETIAP HARI DARI JAM 09.00 S/D 17.00 TERMASUK HARI LIBUR DILUAR JAM BISA JANJIAN MENERIMA BEKAM PANGGILAN, BEKAM MASSAL, BEKAM SUAMI ISTRI , BEKAM KEPALA TANPA HARUS MENCUKUR RAMBUT DLL, Tlp : 0815 11311 554 , 0812 828 11254 WA / SMS
Sosok anak
kecil (8 thn) berkaca mata yang tinggal di Bekasi itu terkesan tenang dan
pendiam. Tapi siapa sangka di balik ketenangannya itu ia menyimpan sebuah kisah
penuh misteri. Awal mula keanehan itu seakan merupakan suatu kelebihan, karena
si anak bisa melihat jin yang tidak terlihat oleh orang yang bersamanya.
Namun,
perjalanan selanjutnya ternyata melahirkan suatu penderitaan yang beruntun yang
harus ditanggung oleh “si anak indigo” itu.
Dirumah orangtuanya yang asri, merangkap sebagai tempat pembelajaran anak-anak, Majalah Ghoib berbincang santai dengan kedua orangtuanya. Inilah penuturannya.
Dirumah orangtuanya yang asri, merangkap sebagai tempat pembelajaran anak-anak, Majalah Ghoib berbincang santai dengan kedua orangtuanya. Inilah penuturannya.
Terus
terang keluarga saya secara turun temurun, senang mempelajari ilmu kanuragan.
Mulai dari buyut, kakek, hingga ayah. Bedanya, ayah tidak suka menggunakan
kepandaiannya dan tidak mau mendalaminya
.
Setiap orang yang mempelajari ilmu semacam ini suka ataupun tidak, tentu sadar bahwa ilmunya itu bisa turun kepada anak-anaknya. Dan itulah yang terjadi pada keluarga saya. Hingga sekarang. Saat ini saudara saya masih ada yang memperdalam kemampuannya, sampai bisa menghilang dair pandangan orang lain. Hal ini sangat disadari ayah dan beliau tidak ingin saya mewarisi ilmunya ini, sehingga beliau berusaha keras melindungi saya yang kebetulan adalah anak yang paling disayanginya. Disamping itu, saya merupakan satu-satunya anak perempuan di keluarga.
.
Setiap orang yang mempelajari ilmu semacam ini suka ataupun tidak, tentu sadar bahwa ilmunya itu bisa turun kepada anak-anaknya. Dan itulah yang terjadi pada keluarga saya. Hingga sekarang. Saat ini saudara saya masih ada yang memperdalam kemampuannya, sampai bisa menghilang dair pandangan orang lain. Hal ini sangat disadari ayah dan beliau tidak ingin saya mewarisi ilmunya ini, sehingga beliau berusaha keras melindungi saya yang kebetulan adalah anak yang paling disayanginya. Disamping itu, saya merupakan satu-satunya anak perempuan di keluarga.
Meskipun
saya tidak mewarisi ilmu itu, bukan berarti saya bisa bernafas dengan lega.
Sebab saya juga khawatir ilmu itu akan terwarisi oleh anak saya, karena menurut
hitungan uwak saya, ilmu itu akan diwarisi oleh Andi (nama samaran), anak saya
yang kedua. Saya masih belum menyadarinya hingga suatu hari saya menderita
sakit. Temperatur panas badan saya sangat tinggi.
Dan
keesokan harinya saya langsung berobat ke dokter. Saya terperangah, seakan
tidak percaya ketika mendengar penjelasan dokter. “Ibu mengidap penyakit
kelenjar getah bening dalam taraf yang sudah akut. Ibu harus menjalani
operasi”. Demikian dokter menjelaskan hasil pemeriksaan laboratorium kepada
saya dan suami. Seakan tersambar Guntur di siang hari, saya tidak percaya.
Bagaimana mungkin demam yang baru saya derita satu hari dinyatakan sudah akut
dan harus dioperasi. Padahal sebelumnya saya tidak merasakan gejala orang sakit
kelenjar getah bening. Saya hanya pasrah, “Kalau sakit itu merupakan ujian,
saya harus bersabar.” ltu saja yang membuat saya terus semangat beribadah.
Namun,
untuk menjalani operasi kelenjar getah bening terus terang saia saya masih belum
siap, dan secara kebetulan ada beberapa teman yang memberikan informasi bahwa
di Sukabumi ada pengobatan alternatif yang terkenal. Akhirnya dengan ditemani
suami saya berobat ke sana. Sepulang berobat saya dikasih rajah yang harus
direbus dengan cara-cara tertentu dan diminum selama empat puluh hari. Terus
terang, saya tidak tahu apakah ada kaitan antara sakit yang diderita Andi
dengan peristiwa yang saya alami ini, sebab kejadiannya memang susul menyusul.
Muncul
keanehan-keanehan
Andi
mulai mengalami perubahan yang diluar nalar. Bagaimana tidak. la mulai bisa
melihat sesuatu yang ghoib, sesuatu yang tidak dilihat oleh orang-orang yang
bersamanya, meski orang itu adalah kami, orangtuanya sendiri. “Bapak jangan
duduk di kursi itu, karena sudah ada yang duduk di sana nanti bapak
menyakitinya,” kata Andi kepada ayahnya yang hendak duduk di sebuah kursi.
Kejadian seperti ini seringkali berulang. Bukan hanya di rumah tapi juga di
sekolah. Andi sering melihat makhluk lain yang menakutkan di sekolah. Sehingga guru-gurunya
di sebuah sekolah TK saat itu heran, mengapa Andi tidak mau bermain dengan
teman-temannya, tapi sering mengikuti gurunya kemana pun dia pergi.
“Pak,
Bu. Sekarang apa yang dialami Andi sehingga ia harus mengikuti gurunya
kemana-mana?” tanya seorang gurunya kepada kami. Ketika hal itu saya tanyakan
kepada Andi, ia menjawab, “Soalnya di sekolah itu banyak ninja. Kalau Andi di
ayunan, ia ikut di ayunan. Kalau Andi di perosotan ia ikut di perosotan. Saya
takut. Orang-orang asing itu juga terkadang ada di antara teman-teman Andi”,
katanya. Terus saya meminta Andi mendiskripsikan “Pokoknya seperti ninja.
Hitam-hitam,” lanjut Andi. “Aku tidak mau lagi sekolah, sebab orangnya terlalu
banyak. Dan orang itu tidak Andi kenal”. Peristiwa ini terjadi pada tahun 2000,
saat Andi masih sekolah TK kelas B.
Andi
semakin sering melihat anak kecil berkepala botak dan berkulit hitam. Bahkan
saat selanjutnya, ia juga melihat wanita tua. Setelah tiba di rumah dia
langsung berteriak, “Tuh kan, ia sekarang sudah menunggu.” “Siapa yang
menunggu?” Tanya saya. Sebab saya tidak melihat siapapun di rumah. “ltu, nenek
tua yang sering Andi lihat di sekolah,” jawab Andi. “Bagaimana rupanya?” saya
merasa penasaran juga. “Nenek berambut panjang,” Andi mencoba menjelaskannya.
Andi
tidak mau main dengan teman-temannya ketika di sekolah. Padahal selama ini, dia
anak yang biasa-biasa saja. Di rumah, dia mulai mempunyai kebiasaan aneh. Dia
sibuk dengan tembok, kelihatan asyik ngobrol sendiri di tembok. Kadang-kadang,
kalau sedang bermain dia banyak bebicara, seperti ada temannya. Padahal dia
cuma sendirian. Apa yang diobrolkannya pun tidak jelas. Terkadang tanpa bicara
hanya dengan bahasa isyarat, seakan di depannya memang ada anak seusianya dan
mereka kelihatan asyik sekali bermainnya. Kalau kita menemaninya. Dia akan
diam, lalu memandang kita dengan raut wajah ketakutan. Setelah kita pergi, dia
kembali asyik dengan mainannya.
Suatu
ketika saya bilang, “Andi, kalau mama lagi ngajar, kamu main ya, sama
teman-teman”. Dia malah tidak mau, “Tidak usah, suruh pulang saja, Andi berani
kok main di rumah sendiri”, kata Andi.
lntensitas
gangguan yang dialami Andi juga semakin sering, bahkan wujud yang dilihatnya
juga semakin aneh. Wujud yang tidak lazim. Kali ini, yang dilihat orang
bertanduk, sangat menakutkannya. Hingga suatu saat, ketika Andi sedeang di
kamar, dia meloncat kepada ayahnya sambil berteriak, “Dia meloncat lewat
jendela dan sekarang ia mengganggu Andi”. Hal itu sudah keterlaluan dan
mengganggu Andi.
Ternyata,
apa yang diderita Andi itu semakin kuat seiring dengan semakin seringnya saya
berobat ke Sukabumi hingga empat kali. Saya berpikir, “Kok Andi begini, kok
saya begini?” Saya juga sering bermimpi melihat dua orang jelek, persis seperti
yang diceritakan Andi. Dari mimpi itu saya membayangkan wajah orang yang sering
dilihat Andi. Memang menakutkan.
Masalah
bertambah
Setelah
kondisi Andi semakin mengkhawatirkan, ibu menyuruh saya untuk membawanya ke
uwak, karena ia juga bisa melihat sesuatu yang tidak terlihat orang lain. Agar
Andi diobati. Sepulang dari uwak, kemampuan Andi tidak berkurang, bahkan
semakin tajam. Uwak pernah memandikannya dengan air kembang tujuh rupa dan
meminta kain hitam. Kemudian uwakmembacakan do’a-do’a pada kain hitam yang
dicelupkan di air. Setelah itu Andi disuruh meminumnya.
Ternyata,
uwak semakin mengasah ketajaman penglihatan Andi. Misalnya ketika ada orang
yang punya masalah, uwakminta Andi untuk menyebutkan berapa jin yang mengganggu
orang itu. lstilahnya, Andi menjadi penyambung antara uwakdengan jin. Ya, kalau
ada pasien yang datang, uwak menyuruh Andi untuk melihatnya.
Demikian
juga ketika uwak menjenguk saya, pada saat sakit saya kambuh kembali, “Andi,
coba lihat pada mama itu ada siapa?” kata uwak dengan tenang. Akhirnya Andi
yang menyebutkannya.
Peristiwa
ini menyadarkan saya bahwa apa yang dilakukanuwak itu tidak benar. Saya ingin
Andi sembuh dari gangguan yang menyakitkan ini. Saya ingin Andi menjadi normal
seperti anak-anak lain yang menikmati dunianya. Tapi yang terjadi justru
sebaliknya. Kemampuan Andi semakin dipertajam. Sehingga Andi bisa melihat
makhluk yang lain, bukan hanya anak kecil berkepala botak dan kedua orang
tuanya. Dia juga melihat ada dua monyet di dalam rumah neneknya, atau ada
sesuatu yang ditaruh di bawah pohon kelapa. Andi tahu semuanya. Terus terang,
uwak saya itu memang punyakhadam dari jin.
Secara
diam-diam, uwak memberi kalung kepada Andi. Setelah saya tahu bahwa ada sesuatu
yang dibungkus di dalam bandul kalung itu, dan saya yakin itu adalah rajah.
Segera, saya cabut kalungnya dan saya buang. Terang saja uwak marah melihat
barang titipannya saya buang. “ltu pendamping anakmu” alasan uwak. “Kalau uwak
bilang itu sebagai pendamping, sayatidak setuju”, jawab saya dengan tidak kalah
sengitnya.
Waktu
kalung itu saya buang, Andi kelihatan mulai berubah. Dia bisa menghabiskan
makanan yang secara logika tidak mungkin anak seumur Andi sanggup
menghabiskannya. Karena makanan yang berupa kue itu, saya siapkan untuk kami
berlima, seluruh anggota keluarga. Selain itu, cara makannya juga tidak wajar,
misalnya dengan membuka lebar jari-jarinya dan mengambil nasi yang cukup banyak
untuk ukuran mulutnya. la juga makan dengan tangan kiri. Sampai akhirnya saya
bertanya-tanya. “lni anakku atau bukan, ya?” Bukan hanya itu, Andi juga bisa
menghabiskan daging ayam separuh.
Makannya
juga aneh. Dengan mengeluarkan suara dan matanya kelihatan beringas. Selesai
makan, saya bertanya, “Andi, maaf ya. Mama mau tanya. Andi tadi makan ayamnya
kok banyak sekali?” “Tidak, Andi tidak makan”. Jawabnya, la tidak sadar bahwa
makanan itu ia yang menghabiskan semuanya. la menyangkalnya dengan ngotot.
Padahal saya meihat sendiri cara dia makan tadi.
Ucapannya
juga sudah aneh-aneh, “Ma, tadi ada bapaknya ke sini”, katanya “Anaknya itu di
sini, ma. Sekarang ibunya yang berambut panjang, sedang mengejar-ngejar
anaknya, disuruh pulang,” lanjut Andi. Rupanya ia diikuti oleh anak jin yang
berkulit hitam sejak dari sekolah. “Tapi anaknya tidak mau,” katanya. Saya
tanya lagi, “Kenapa tidak mau?” “Dia mau main sama Andi,” jawab Andi.
Semakin
lama keanehannya semakin bertambah. la makan dengan cara tertentu. Bila sudah
sampai hitungan ke sembilan ia berhenti makan, walau makanan itu belum habis.
Ketika makan pisang, misalnya. Setelah sampai hitungan sembilan dia langsung
berhenti. Makan apapun akan berhenti setelah sampai pada hitungan sembilan.
Hingga bapaknya pun terkadang menggoda, “Andi sudah sampai sembilan, belum?”
jadi malah kita jadikan gurauan.
Tapi
saya semakin berpikir “Kok aneh ya”. Dalam kondisi seperti itu Andi malah sering
berani menggoda gurunya, “liiih, di belakangnya ibu ada temannya, kan?” Sampai
akhirnya saya lebih khawatir ketika dia mulai diajak beberapa teman saya ke
rumahnya dan disuruh untuk melihat apakah ada sesuatu yang aneh atau tidak di
rumahnya. “Andi, coba lihat. Apa di rumah ini kosong apa nggak dari makhluk
aneh?” pintanya.
Terapi
Ruqyah Syar’iyyah
Sebulan
kemudian, ia berubah drastis. Sekarang menjadi penakut, dan tidak pernah lagi
menyebut melihat sesuatu. Tapi malah ketakutan, “Ma, Andi takut, temanin Andi,
ma!,” akhirnya saya tanya, “Kamu lihat yang menyeramkan, ya?” Saat itu, Andi
mulai tidak mau mendiskripsikan apa yang dilihatnya. “Pokoknya, Andi takut.
pokoknya, Andi takut”. Dari situ saya mulai berpikir untuk mencari pengobatan
buat Andi. Banyak orang yang menyarankan ke sana kemari. Hingga akhirnya saya
membaca Majalah Ghoib. di samping itu saya juga mulai mengikuti kajian
kelslaman di sebuah lembaga lslam. Dari sini, Alhamdulillah saya menemukan
jalan.
Singkat
kata, saya langsung tertarik dengan pengobatan ruqyah ini. Sebab saya tidak mau
mengulangi kesalahan yang sama seperti dulu. Akhirnya saya, suami dan Andi
pergi ke kantor Majalah Ghoib untuk terapi ruqyah. Saya ingat, saat itu kami
harus menunggu giliran, sambil istirahat di halaman rumah. Ketika sedang
menunggu giliran, Andi sudah mulai gelisah dan menghabiskan semua bekal makanan
yang saya bawa. Waktu disuruh masuk Andi juga tidak mau. Akhirnya saya bujuk.
Setelah diputarkan kaset ruqyah, Andi berontak dan lari. Lalu ia ditenangkan
oleh Ustadz Musyaffa. Tak lama kemudian Andi ditangani oleh Ustadz Junaedi dan
Ustadz Fadhlan. Saat itulah Andi mulai tenang.
Kebetulan,
saat itu ada seseorang yang sedang diruqyah dan kelihatan ada reaksi dari jin
yang di tubuhnya. Ustadz Fadhlan berkata. “Andi, lihat! di depanmu ada apa?”.
“Andi tidak melihat apa-apa. Andi cuma melihat orang berbaring saja”. Jawab
Andi. “Ya sudah, berarti jin yang bersama kamu sudah hilang.” komentar ustadz
Fadhlan. Saya bersyukur kepada Allah dan berterima kasih atas pertolongan tim
ruqyah MajalahGhoib, karena sejak saat itu, Alhamdulillah Andi sudah tidak bisa
melihat jin.
Setelah
proses ruqyah Andi selesai, saya juga minta diruqyah. Barangkali saya juga
mengalami gangguan yang sama. Ternyata benar, saya juga kemasukan jin. Waktu
itu, ustadz Fadhlan sempat bilang “Bu, mungkin ini keturunan”. Saya memang
belum sempat cerita tentang latar belakang keluarga saya. Sebulan kemudian saya
datang lagi. Saat itu saya melihat Andi sudah mulai berubah. la bilang “Andi
kan tidak sakit, Andi kan tidak seperti orang itu, Andi kan tidak terganggu
jin”. Saya pikir anak saya ini masih kecil dan tidak bisa dibawa ke pengobatan
masal seperti ini. Akhirnya saya bilang kepada ustadz Junaedi bahwa saya ingin
belajar ruqyah dengan tujuan saya bisa menangani anak saya sendiri. Dalam
perjalanan selanjutnya, Alhamdulillah, saya bisa meruqyah dan bisa membantu
orang lain yang merasakan derita gangguan jin.
Memperoleh
wawasan baru
Untuk
menghilangkan gangguan jin secara total pada usia belum baligh, memang agak
sulit. Oleh karena itu, saya berusaha membangun benteng yang melindungi kami
dari gangguan jin. Saya mencoba mengajak Andi ikut berdzikir. Pada bulan
pertama dia bisa ikut berdzikir, tapi pada bulan kedua saya lihat reaksinya sudah
berubah. Dia sudah mulai tidak mau shalat, saya suruh berdzikir juga tidak mau.
Akhirnya, saya mengajaknya menemui ustadz Junaedi. Beliau bilang, “lbu,
pertahanannya bukan di Andi, pertahanannya pada ibu dan bapak. Karena Andi
masih belum punya pertahanan apa-apa dan jangan dipaksa”. Dari sini saya
semakin rajin belajar agama dan rutin ibadah.
Saya
juga tidak pernah menyerah menghadapi kasus Andi, akhirnya saya memutuskan
untuk berbicara terbuka kepada Andi, akan problem yang dihadapinya. Saya
mengajaknya bicara dengan bahasa anak-anak, “Andi kondisi kamu itu sebenarnya
begini lho, kamu itu diganggu, kamu itu harus punya pertahanan seperti ini”.
Dengan pendekatan seperti itu, Andi mulai mau berdzikir kembali. Cuma memang
prosesnya itu sangat memberatkannya. Kadangkala saya menemani Andi berdzikir,
saya bilang, “Andi berdzikir satu lingkaran saja, tiga puluh tiga kali”. Dengan
membaca ,”Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah. Tiada sekutu
bagi-Nya. Dan bagi-Nya seluruh kekuasaan dan segala puji. Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” Baru berdzikir sekitar dua puluh kali, Andi sudah jatuh
terjungkal. “Mama, Andi tidak kuat”. Katanya. “ltu bukan Andi, Andi harus kuat,
Andi harus melawan”. Saya mencoba menguatkannya. Akhirnya ia berdzikir dengan terbata-bata.
“Ya Allah lindungilah anak saya,” saya berdoa dengan cucuran air mata membasahi
pipi. Kemudian saya menelpon Ustadz Junaedi. Kata beliau, “lbu jangan terlalu
memaksa, kalau Andi bisa berdzikir sepuluh kali, ya sepuluh kali saia. Kalau
bisa dua puluh, Ya puluh kali saja. Jangan terlalu dipaksa”.
Akhirnya,
saya perlonggar lagi dan saya biarkan dia berdzikir sendiri. Tapi yang terjadi
justru diluar di luar perkiraan saya. Dzikirnya sudah berubah. Dia berdzikir
“Golajong ….” Lafadz dzikir itu aneh dan tidak saya pahami, hampir semua
kata-katanya itu tidak terlepas dari huruf G. Akhirnya saya perhatikan kembali
dan saya dengarkan dengan seksama. Eh, ia berdzikir seperti yang saya ajarkan.
Ketika tidak saya perhatikan, dia kembali berdzikir dengan dzikir yang aneh.
Akhirnya saya pikir ini hanya masalah tarik ulur saja. Dan saya berpikir, “Saya
harus memperkuat diri sendiri terlebih dahulu, kemudian Andi”.
Di
samping itu, saya memutar kaset ruqyah dua puluh empat jam tanpa jeda. Awalnya
Andi bilang, “Ma, matiin deh, kepala Andi pusing.” Saya tidak menuruti
kemauannya, kaset itu tetap saya putar sampai akhirnya Andi marah lalu
mematikan kaset. Saat selanjutnya, saya menangkap Andi menggendongnya, lalu
saya meruqyah-nya. Hingga Andi menangis. Saya membiarkannya menangis, asalkan
gangguan itu hilang. Tak terasa saya pun menangis tersedu-sedu, meskipun
demikian saya harus terus membacakan ayat ruqyah. Sungguh, saya tidak tega
melihat penderitaan yang dialami buah hati saya yang masih kecil. Rasanya
sungguh berat derita yang ditanggungya. Padahal dia tidak tahu masalah apa-apa.
Saya berharap ini adalah cobaan terakhir yang dialami keluarga saya. Dan tidak
ada orang lain yang mengalami nasib seperti anak saya ini.
Mungkin
karena kaset itu sering diputar, sehingga Andi sendiri sudah hafal bacaan
ruqyah itu. Dan saat ruqyah berikutnya, karena memang membiasakan meruqyahnya,
setelah saya membaca beberapa ayat Andi langsung meneruskannya sendiri. Lalu
saya menelpon tim ruqyah, saya sampaikan apa yang terjadi. “Nggak apa-apa ibu,
semoga itu Andi sendiri yang membaca,” kata Ustadz Junaedi. Sampai suatu ketika
Andi bilang, “Mama, boleh nggak aku belajar sama ustadz Fadhlan saya mau bisa
ruqyah”. Lalu saya tanya “Apa kamu bisa hafal bacaan-bacaan ruqyah?” Akhirnya
dia membacanya dan memang dia hafal. Dia juga sering melihat saya meruqyah.
Sebulan
lalu saya sempat membawa Andi ke tim ruqyah Majalah Ghoib. Karena sekarang
serangan jin itu terjadi di waktu ashar atau maghrib. Saya tidak tahu sebabnya,
tiba-tiba Andi menangis, tapi tidak mengeluar-kan air mata. Terkadang mengamuk
dengan tanpa sebab. Setelah saya tanya, “lngatkah kalau Andi tadi nangis?”
“Nangis?” katanya dengan nada tidak percaya. “Tadi kan Andi digendong mama”.
Untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, sekarang, setelah ashar Andi sudah
tidak boleh keluar ia harus sudah ada di dalam. Dan kita selalu memutar kaset
muratal. Selain itu sehabis Maghrib saya berusaha meruqyah Andi, ia gelisah dan
mengeluarkan keringat sebesar jagung. Sungguh penderitaan yang berat.
Alhamdulillah,
pengaruhnya itu sangat baik, sekarang ini Andi kalau dzikir sudah tidak harus
disuruh lagi. Bahkan bilang, “Habis maghrib mama harus mengetes hapalanku”.
Begitu juga kalau akan pergi sekolah dia juga minta dibacakan do’a, “Ma, tolong
bacakan do’a untuk Andi”. Do’a-do’a yang sering saya bacakan untuk Andi adalah
“Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari keburukan makhluk
ciptan-Nya”. Sebenarnya dia sendiri sudah hapal do’a-do’anya, tapi rupanya do’a
saya itu terasa lebih menenangkannya.
lnilah
sepenggal cerita perjalanan saya dan buah hati saya. Semoga hal ini bisa
dijadikan pelajaran dan bahan renungan oleh siapapun. Terutama saudara dan
kerabat saya yang masih menekuni ilmu warisan tersebut. Teriring do’a semoga
Allah menjadikan kita orang yang mau mengikuti kebenaran walau pahit rasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar