(dari Seruan ke Kutukan)
Muqoddimah
SMS adalah singkatan dari Short Messaging Service atau yang sering disebut dengan pesan singkat atau pesan pendek. Mulanya SMS adalah bagian dari layanan komunikasi dari GSM (Global System for Mobile communications), yaitu sistem komunikasi mobile yang menggunakan standar protokol komunikasi yang memungkinkan pertukaran pesan teks singkat antar perangkat ponsel. Lalu dikembangkan di berbagai jaringan termasuk CDMA dan 3G.
SMS merupakan aplikasi yang paling banyak digunakan di dunia, dengan pengguna aktif sebesar 2,4 milyar atau sekitar 74% dari pengguna ponsel di dunia. Ide menambah teks pada pada layanan ponsel muncul pada komunitas layanan ponsel pada tahun 1980-an. Rencana aksi yang pertama dari CEPT Group GSM yang disetujui pada bulan Desember 1982, yaitu permintaan agar layanan dan fasilitas yang ditawarkan dalam jaringan telepon juga diaktifkan pada sistem mobile.
Konsep SMS ini kemudian dikembangkan di GSM kerjasama Perancis-Jerman pada tahun 1984 oleh Friedhelm Hillebrand dan Bernard Ghillebaert. Sejarah SMS kemudian berlanjut dengan pengaturan standar protokoler dan jaringan di beberapa negara di Eropa pada tahun 1985-an. Implementasi dari konsep awal SMS baru terjadi pada tahun 1990-an.
SMS pertama terkirim pada jaringan GSM Vodavone di UK
pada 3 Desember 1992 yang dikirim dari SEMA group menggunakan PC ke handset
Orbitel 901. Untuk SMS pertama dari telepon GSM dikirim oleh Riku Pihkonen,
seorang mahasiswa teknik di NOKIA pada tahun 1993. SMS komersial kemudian
berkembang pada tahun 1993.
SMS Makin Populer
Dewasa ini pengguna layanan SMS makin banyak dan sangat pupuler sebagai alat komunikasi antar individu. Ada yang menjadikan SMS sebagai alat pemberitahuan atau kirim berita ke sesama. Dan ada juga yang menjadikannya sebagai media bisnis untuk menawarkan berbagai macam produk, baik yang halal atau yang haram. Sehingga ada istilah SMS ramalan, SMS penipuan, SMS percintaan, SMS mesum, SMS ancaman, SMS santet dan SMS dakwah.
Yang akan kita bahas pada kesempatan ini adalah SMS dakwah. Yaitu SMS yang isinya bermuatan kebajikan, seruan berbuat baik, nasihat atau taushiyah, motivasi untuk menggugah semangat dalam beribadah atau berbuat baik dan berkarya agar bermanfaat untuk sesama. SMS jenis dakwah banyak ragamnya, ada yang berbasis materi al-Qur’an, ada materi hadits, dan ada pula yang berupa taushiyah dari ustadz-ustdaz atau kyai kondang dan popular.
SMS Dakwah dan Ancaman
Pernahkah Anda mendapatkan SMS yang berisi dakwah atau seruan untuk berbuat kebajikan? Kalau isi SMS dakwah itu untuk mengingatkan kita akan ajaran Islam, tentu sangat bermanfaat untuk menambah ilmu atau mengingatkan kita saat lalai. Tapi kalau isi SMS itu berisi dakwah dan ancaman, tentu akan mengganggu pikiran kita.
Sebelum penggunaan Hand Phone mewabah di masyarakat, dakwah diiringi ancaman dan kutukan beredar melalui surat berantai. Surat itu dikirim oleh seseorang, yang isinya seruan dari tokoh agama tertentu, seperti surat berantai yang sempat bikin heboh yang katanya dari Syekh Ahmad (juru kunci makam Rasulullah). Lalu kita diminta untuk mengcopy (memperbanyak) dan menyebarkannya ke beberapa orang. Di akhirnya ada iming-iming, kalau kita melaksanakannya, maka dapat keberuntungan atau hoki. Tapi kalau kita tidak melaksanakan ada ancamannya, yaitu kita akan dapat musibah atau petaka.
Contoh SMS Seruan dan Kutukan
Assalmualaikum wr wb..Bacalah ASTAGHFIRULLAHALADZIM 1000
kali, dr (HABIB JAKFAR SODIK BANTEN) yg bermimpi. Di seluruh indonesia pd thn
2011 akan ada BENCANA besar, TSUNAMI, GEMPA, dan keluarnya sesosok anjing
bertubuh manusia yang membaca alQuran di mesjid BAITUR RAHMAN nangru aceh
dArusslm. tlg sbrkn sms ini kpd 7 org, insy'allah dlm wkt 1 hr anda akn mndptkn
REZEKI yg tiada trhtung jmlh ny, jgn d prmainkn DEMI ALLAH ini amanah dan jgn
dhpus sblm dkrmkn k 7 org.wassalam.
Assalamualaikum..tolong jangan di hapus, sms ini dari ibu Said (juru kunci Mekah) ia bermimpi, ketemu Muhammad Rasullullah s.a.w. Dalam mimpi itu beliau berpesan, kuatkan akidah dan ibadah, karena dunia sudah goyah dan tua. Tolong sebarkan sms ini ke 20 muslim, Insya Allah dalam jangka waktu 10 hari Anda akan dapat rezeki besar, dan bila tidak di sebarkan maka Anda akan menemukan kesulitan yang tiada henti-hentinya. Demi Allah terbukti.
TOLONG, jgn dihapus. Ini bnar2 lillahita’ala.InsyaAllah dlm 10 hari akn mndapatkan rzeki bsar dan jika tak dsebarkan tunggulah ksulitan yg tiada henti2nya. Dari guru Salman Martapura. Katakanlah dgn pelan “Allah aku cinta Engkau tolonglah aku jagalah hatiku”.krm ke 10 org muslim dan lihat keajaibannya dlm 1 hari.
Hukum Mempercayai SMS Berantai
Apa hukumnya jika kita mempercayai SMS berantai, lalu
kita ikuti perintahnya dengan menforward isi SMS itu ke beberapa orang? Mari
kita simak hukum percaya SMS berantai yang difatwakan oleh Forum Ulama se-Jawa
dan Madura, sebagaimana dipublikasikan oleh Kompas.com. Forum Musyawarah Pondok
Pesantren (FMPP) Se-Jawa-Madura di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa
Timur, Kamis (3/6/2010), juga membahas hukum SMS berantai yang belakangan
semakin marak di masyarakat.
Umumnya pengirim SMS berantai itu meminta meneruskan
SMS-nya kepada 10 penerima lainnya supaya mendapatkan kabar kebahagiaan atau
ancaman bakal celaka. Dan hukum memercayainya adalah haram, karena termasuk
membenarkan sesuatu yang ghaib yang tidak ada dasarnya, baik secara adat, aqli,
maupun syar’i. Sementara penyebarannya juga haram karena menyebarkan
informasi yang belum jelas kebenarannya dan berpotensi menimbulkan keresahan di
masyarakat.
Fatwa Syekh Yusuf al-Qordhowi
Inilah jawaban Syekh Yusuf
Qordhowi hafizhohulloh saat beliau ditanya tentang hukum mempercayai
surat berantai yang katanya dari juru kunci makam Rasaulullah, “Isi wasiat
tersebut jelas memperlihatkan kebohongan dan kepalsuan wasiat itu sendiri. Sebab
pewasiat telah mengancam, menakut-nakuti orang yang tidak mau menyebarluaskannya
bahwa ia akan mendapat musibah dan kesusahan, anaknya akan mati, dan hartanya
akan habis. Hal ini tidak pernah dikatakan oleh seorang manusia pun (yang
normal pikirannya), terhadap kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Tidak ada
perintah bahwa orang yang membaca al-Qur'an harus menulisnya setelah itu
kemudian menyebarluaskannya kepada orang lain; dan jika tidak, akan terkena
musibah.
Begitu pula tidak ada
perintah bahwa orang yang membaca Shahih Bukhari harus menulisnya dan menyebarluaskannya
kepada khalayak ramai, sebab kalau tidak, akan tertimpa musibah. Kalau al-Qur'an
dan Sunnah Rasul saja tidak begitu, maka bagaimana dengan wasiat yang penuh
khurafat itu? Ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin dibenarkan oleh akal orang
muslim yang memahami Islam dengan baik dan benar. (Lihat Buku Fatwa-fatwa
Kontemporer oleh Dr. Yusuf
Qardhawi terbitan Gema Insani Press).
Penutup
Memang kita diperintahkan
oleh Allah dan Rasul-Nya untuk berdakwah, menyampaikan kebenaran dan petunjuk
yang ada supaya diketahui banyak orang. Kita berkewajiban untuk beramar ma’ruf
dan bernahi munkar. (QS. Ali Imran: 104). Namun kita tidak punya hak untuk
menghukum mereka yang tidak taat atau mbalelo. Dengan mengancam dan
menakut-nakuti mereka, apalagi kalu disertai kutukan seperti yang terdapat
dalam konten SMS atau surat berantai. Kita bukan Nabi atau Rasul yang diberi
wewnang oleh Allah untuk membuat syari’at baru. Cukuplah kita menyampaikan apa
yang telah diwariskan Rasulullah.
Allah berfirman,
“Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan (amanat Allah), dan Allah
Maha Tahu atas apa yang kalian tampakkan dan apa yang kalian sembunyikan.” (QS.
al-Maidah: 99). “Bukankah kewajiban para Rasul hanyalah menyampaikan (amanat
Allah) dengan jelas.” (QS. an-Nahl: 35 dan QS. an-Nur:
54 dan QS. al-Ankabut: 18).
Mari kita manfaatkan media
dan tekhnologi yang ada –termasuk SMS- untuk berdakwah, bukan untuk menebar
ancaman dan kutukan. Kalau mereka mau mengikuti petunjuk yang ada, maka kita
akan masuk pada sabda Rasulullah, “Jika karena usahamu lalu Allah memberikan
hidayah-Nya kepada seseorang, maka nilainya lebih berharga bagimu daripada onta
merah (kendaraan yang paling mewah).” (HR. Bukhari daan Muslim). Wallohu
a’lam.
Mutiara Nabawi:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو –رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا- أَنَّ النَّبِيَّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَالَ: بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوْا عَنْ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ وَلاَ حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)
Abdullah bin Umar ra. berkata: Sesungguhnya Nabi saw. bersabda, “Sampaikanlah dari meskipun satu ayat. Dan berceritalah tentang Bani Israil, itu tidak ada masalah. Akan tetapi, siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia siap menempati posisinya di Neraka.” (HR. Bukhari).
Imam al-Ma’afi an-Nahrawani rahimahulloh berkata, “Hal ini
agar setiap orang yang mendengar suatu perkara dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam segera menyampaikannya, meskipun hanya sedikit. Tujuannya
agar nukilan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dapat segera
tersambung dan tersampaikan seluruhnya.” Sebagaimana sabda beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam, “Hendaklah yang hadir menyampaikan pada yang tidak
hadir”. Bentuk perintah dalam hadits ini menunjukkan hukum fardhu
kifayah.”
Menyampaikan apa yang berasal dari
Rasulullah berarti menyampaikan apa yang ada di al-Qur’an dan as-Sunnah, baik
sunnah yang berupa perkataan (qouliyah), perbuatan (amaliyah),
maupun persetujuan (taqririyah), dan segala hal yang terkait dengan
sifat dan akhlak mulia Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cara
penyampaian seperti ini membutuhkan hafalan yang bagus dan mantap, disertai
dengan kebaikan ucapan dan prilaku sendiri.
Atau menyampaikan secara makna atau
secara nyata (contoh konkrit) dari apa yang telah ia pahami dari dalil al-Qur’an
dan as-Sunnah. Orang yang menyampaikan ilmu seperti ini butuh kemampuan dan
keahlian dalam berkomunikasi yang dilandasi oleh ilmu yang memadai. Agar yang
disampaikan benar adanya, sesuai dengan ilmu yang telah diwariskan Rasulullah
supaya tidak menyesatkan yang lain.
Para ulama’ rahimahumulloh
berbeda pendapat tentang makna “Ayat” dalam hadits tersebut di atas. Pertama, ada
yang mengatakan bahwa yang dimaksud ayat di situ adalah ayat al-Qur’an. Imam al-Baidhowi rahimahulloh berkata,
“Maka sampaikanlah hadits yang telah dipahami dengan pemahaman yang baik.” (Kitab
Umdatul Qori: 16/ 45).
Kedua, ada yang mengatakan bahwa yang
dimaksud adalah: Perkataan yang berfaedah (yaitu hadits-hadits Nabi shållallåhu
‘alayhi wa sallam dan atsar salafush shålih). Ketiga, ada yang mengatakan bahwa
yang dimaksud adalah hukum-hukum yang diwahyukan kepada Nabi shållallåhu
‘alayhi wa sallam. Makna yang terakhir ini lebih luas daripada sekadar ayat
yang dibaca. (Kitab Tuhfatul Ahwadzi: 7/ 360).
Perlu dicatat, tidak semua ilmu bisa
disampaikan semuanya, lihatlah situasi dan kondisi orang yang mau kita kasih
tahu, agar mereka tidak salah paham atau salah presepsi. Simaklah taujih nabawi
berikut ini.
Mu’adz bin Jabal radhiallohu ‘anhu berkata: “Aku pernah bonceng Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam di atas seekor keledai yang diberi nama ‘Uqoir. Beliau
bertanya: “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah atas para hamba-Nya dan apa
hak para hamba atas Allah?”
Aku jawab: “Allah dan Rosul-Nya yang lebih tahu”. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya hak Allah atas para hamba-Nya adalah hendankah mereka beribadah
kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”
“Dan hak para hamba-Nya atas Allah adalah seorang hamba tidak akan
disiksa selama dia tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”. Lalu aku
berkata: “Wahai Rasulullah, apakah boleh aku menyampaikan kabar gembira ini
kepada manusia?” Beliau menjawab: “Jangan kamu beritahukan mereka sebab nanti
mereka akan berpasrah begitu saja”. (HR. Bukhari).
Saat itu Mu’adz tidak menyampaikannya sesuai pesan Rasulullah, tapi
setelah dirasa sudah tepat waktunya dan ia merasa ajalnya sudah dekat, dan
iapun tidak mau menyimpan ilmu itu sendirian, akhirnya ia menyampaikannya
sehingga hadits itu bisa diketahui orang banyak orang dan bisa sampai ke kita
pada hari ini.
Ilmu dan kebenaran harus disampaikan agar diketahui banyak orang.
Kalau setelah itu mereka mengikuti kebenaran tersebut, alhamdulillah.
Kita akn mendapatkan pahala yang besar dari Allah. Jika mereka tidak mau
mengikuti, tidak apa-apa. Apa yang kita lakukan tidak sia-sia, sebab Allah
tetap akan memberi pahala kepada kita karena kita telah mengikuti perintah
Rasulullah seperti yang tersebut dalam hadits di atas. Wallohu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar