Sebenarnya kejadian ini
terjadi sebelum saya mengenal Majalah Ghoib yaitu sekitar bulan agustus 2005
yang lalu. Seperti halnya daerah-daerah lain, pada bulan tersebut di daerah
saya biasanya selalu diadakan acara-acara pagelaran kesenian daerah dalam
rangka peringatan hari kemerdekaan RI. Tempat tinggal saya masih termasuk
kabupaten Madiun namun karena letaknya
lebih dekat ke Ponorogo, maka kesenian yang sering diadakan adalah pagelaran
kesenian reog Ponorogo.
Anak saya yang bungsu, umurnya sekitar 5 tahun, sangat
senang sekali melihat pertunjukan reog ponorogo. Dimanapun ada pertunjukan,
dia selalu minta diantar untuk melihatnya. Rumah kami kebetulan dekat sekali dengan
lapangan desa, sehingga setiap ada kegiatan di sana, kami selalu menontonnya bersama-sama.
Bagian yang paling disenangi anak saya adalah barongan atau hewan berkepala
macan dengan mahkota burung merak di atasnya. Pagi itu sekitar pukul 14.00 wib,
lapangan desa sudah dipenuhi orang-orang yang ingin menyaksikan acara
peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke-50. Panggung hiburan dengan orkes
melayunya sudah terdengar melantunkan lagu-lagu yang sedang ngetop. Ratusan
orang berjejal di depan panggung sambil bergoyang. Panas udara yang memanggang
kulit seolah tidak mereka rasakan. Acara kesenian reog ponorogo biasanya dimainkan
di akhir acara. Sambil menunggu waktu pementasan di mulai,
pemain-pemain reog biasanya berkumpul di belakang panggung. Sedangkan peralatan
kesenian reognya dikumpulkan di dekat mereka.
Saya sedang asyik menyaksikan musik dangdut ketika
tiba-tiba tersadar kalau anak saya tidak berada di samping saya lagi. Setelah
mencari kesana kemari akhirnya saya mendapatinya tengah berdiri di dekat
barongan yang sedang disandarkan di bawah pohon di belakang panggung. Saya
melihat dia mempermainkan rambut dan kumis macan. Sesekali ditarik-tariknya
dengan gemas. Sepintas saya melihat ada kembang telon dan minyak wangi yang
menyengat baunya diikat di sela-sela rambut gimbal sang macan. Saya segera
mengajak pergi anak saya kembali ke depan panggung. Meski agak rewel tapi akhirnya
mau juga saya ajak ke depan panggung pertunjukan. Anak saya begitu senang
hingga acara berakhir menjelang maghrib.
Esok
harinya ada yang aneh, anak saya berkelahi dengan anak tetangga sebelah. Yang
membuat saya heran, dia berteriak-teriak dengan kata-kata kotor ( bahasa jawa :
misuh ) sambil sesekali meludah, padahal belum pernah saya melihat dia
bertingkah seperti itu sebelumnya. Kemudian yang makin mengherankan saya, saat
marah matanya menjadi kemerahan dengan pandangan penuh kebencian ( bahasa jawa
: nyengit ) dan tubuh membungkuk dengan kedua tangan mencengkeram seperti
macan. Ketika saya berusaha mendekat untuk melerai, tiba-tiba tangan kiri dan
punggung saya digigit dengan keras. Astaghfirullah hal adzim. Selama beberapa
hari peristiwa itu selalu berulang terutama kalau anak saya jengkel atau marah
kepada siapapun yang ada di rumah. Saat itu saya belum mengerti kenapa hal itu
terjadi. Kemudian saya baru ingat, mungkinkah kejadian itu terjadi karena
“kejahilan” anak saya mempermainkan barongan reog pada pagelaran kesenian reog ponorogo beberapa saat yang lalu ? Tetangga saya bilang anak saya terkena
“sawan” reog ( istilah jawa untuk kesurupan reog ). Pengobatannya adalah dengan menggunakan media
dari barongan yang di jahili anak saya.
Saya
berusaha mencari informasi dimana tempat barongan reog ponorogo yang tampil waktu itu
disimpan. Alhamdulillah ternyata barongan tersebut milik desa saya sendiri
sehingga saya tidak kesulitan melacaknya. Saya menemui sang pawang barongan,
ternyata barongan reog tersebut memang telah “diisi” ( di sotren ) melalui ritual-ritual
tertentu sebelum dipentaskan. Tujuannya adalah untuk memberi kekuatan /
kewibawaan pada barongan tersebut.
Setelah saya jelaskan permasalahannya,
saya diberi obat untuk dioleskan ke tubuh anak saya, yang diambil dari
bagian barongan. Setelah obat tersebut saya berikan sesuai dengan pesanan sang
pawang, anak saya sembuh sembuh. Namun itu hanya berlangsung selama satu hari saja. Hari berikutnya kembali
kumat lagi seperti sebelum diberi obat.
Kemudian
saya
berusaha menemui Bapak Kyai di daerah saya, untuk lebih meyakinkan,
anak saya saya ajak juga. di rumah bapak kiai yang saya temui, kelakuan
seperti macan itu terjadi lagi... posisi seperti macan dengan tangan
mencengkeram karpet, bapak kiai tersebut sudah naklum. kenudian saya
diberi air putih yang
telah di beri do’a. Alhamdulillah setelah diminum beberapa kali, anak
saya
sudah agak pulih. Namun dalam keadaan tertentu, terutama kalau sedang
marah, atau jengkel, kadang-kadang kelakuan seperti
macan itu sering terjadi lagi.
Suatu hari saya melihat majalah ghoib di toko
buku di daerah saya. Kisah di dalamnya membuat saya sadar kalau cara yang
selama ini saya lakukan adalah kurang sesuai dengan syariah Islam. Cara yang
seharusnya saya lakukan adalah dengan mengikuti ruqyah syar'iyyah untuk
membersihkan anak saya dari pengaruh gaib tersebut. Namun karena belum tahu
tempat ruqyah di daerah saya, untuk sementara saya mencoba meruqyah ( ruqyah syarr'iyah ) anak saya
dengan menggunakan media kaset yang saya beli di toko tempat saya memperoleh majalah ghoib. Saya memutar kaset ruqyah
tersebut beberapa kali dalam satu
malam, setiap anak saya tidur. dengan speker saya dekatkan ke arah
telinganya. Alhamdulillah setelah beberapa malam saya lakukan,
sampai sekarang kelakuan aneh itu sudah tidak terjadi lagi. Anak saya
sudah
kembali pulih seperti sediakala.
Akhirnya Terima kasih kepada majalah ghoib, karena dengan kehadiranmu, saya menjadi lebih paham tentang hal-hal ghaib ( terutama tentang kesurupan ) dan cara
menyikapinya. Semoga kisah ini dapat digunakan sebagai pelajaran bagi pembaca
yang lainnya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar