Mencermati
rukun Islam yang lima secara masa turunnya sangat menarik. Kelima rukun Islam
tersebut adalah merupakan ibadah zhahir (nyata). Memerlukan fisik,
harta dan waktu. Syahadatain, shalat, zakat, shiyam, dan haji.
Ibadah-ibadah mahdhah tersebut dalam kajian fiqih Islam diistilahkan
dengan takalif (beban-beban). Dalam bahasa kita pun akrab istilah mukallaf.
Yaitu mereka yang telah layak diberi beban ibadah karena telah memenuhi
persyaratan.
Dari kata beban, bisa kita rasakan bahwa
ibadah-ibadah tersebut memang berat. Kata berat itulah yang langsung
digunakan Allah SWT dalam hal shalat. “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al-Baqarah: 45).
Syahadat tidak mampu diucapkan oleh Abu
Thalib yang telah habis-habisan membela Rasulullah SAW. padahal Rasul sendiri
yang mendampinginya saat menghembuskan nafas terakhir. Dan beliau langsung
yang menuntunnya agar mampu bersyahadat. Ternyata memang sangat berat.
Zakat. Mari kita lihat kata pertama tentang
ayat zakat, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka …” (QS.
At-Taubah: 103). Ambillah, kata ini juga menunjukkan betapa tema zakat memang
sangat sulit. Karena jiwa ini sangat cenderung pelit dan sekaligus tamak pada
masalah harta. Ambillah, bukankah ada kesan ‘paksaan’ pada kata itu. Berat
memang.
Untuk Shiyam, Allah menggunakan kata kutiba
(diwajibkan). Kata kutiba ini digunakan untuk qhishash, wasiat,
perang dan shiyam. Khusus shiyam, dimulai dengan ya ayyuhal
ladzina aamanu dan diakhiri dengan la’allakum tattaquun. Bahasa
pewajibannya, shiyam disejajrkan dengan qhishash dan perang. Dalam istilah
perang, Allah firmankan, “ … dan itu kalian benci.” Karena memang
beban berat.
Haji, cukuplah menjadi gambaran beban
beratnya dengan ungkapan (unta yang kurus) dalam ayat berikut, “Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang
dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 27).
Benar-benar beban. Dan beban itu berat.
Dari kelima rukun Isalam tersebut, hanya dua
saja yang perintahnya turun di Mekah. Yaitu syahadatain, karena setiap orang
yang hendak masuk Islam harus mengucapkannya. Dan shalat yang turun saat
peristiwa Isra’ Mi’raj. Itupun hanya berselang 12 sampai 16 bulan menjelang
hijrah Nabi SAW.
Adapun zakat, shiyam dan haji, yang secara
fisik memerlukan kekuatan lebih. Itupun masih ditambah ibadah harta. Ketiganya
diturunkan kewajibannya pada fase Madinah.
Dengan mengamati fase turunnya perintah takalif
tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwa beban-beban itu hanya akan selalu
menjadi beban ketika pondasinya tidak kuat. Yang sangat ditekankan Rasulullah
SAW untuk masyarakat pada fase Mekah adalah penanaman pondasi yang kuat.
Untuk mudah mengetahui pondasi masyarakat Mekah, amati saja surat-surat
Makkiyah. Seperti juz terakhir dalam Al-Qur’an. Penekanan tentang keimanan
terhadap hari kiamat sangat ditekankan.
Hingga fase takalif tiba, shahabat mampu
tersenyum menghadapi kematian jihad. Bahkan mereka menangis ketika tidak bisa
terlibat dalam jihad yang nyawa bisa menjadi taruhannya.
Jelas berbeda pondasi untuk gedung kembar
pencakar langit di Malaysia dengan gubuk reot di bantaran Kali Ciliwung.
Shalat, zakat, shiyam, haji dan takalif lain
benar-benar hanya akan menjadi beban yang tidak nyaman kalau pondasi keimanan
rapuh. Dari pondasi inilah kita mulai membangun. Diri, keluarga, masyarakat
dan Negara.
Budi Ashari
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar