Senin, 30 September 2013

Mitos Sandera Logika



“Jerman gitu lho … hari gene masih percaya gituan …?” begitulah cuap-cuap seorang pembawa acara radio suatu malam. Awalnya tema yang interaktif melalui sms itu membahas tentang mitos angka 13. Dan salah satu pembawa acara itu mengatakan bahwa penerbangan terkenal milik Negara Jerman tidak ada seat yang bernomer 13. Tentu dengan keyakinan bahwa nomer tersebut adalah nomer sial. Bisa jadi pesawat itu jatuh, nabrak gunung, meledak. Dan masih menurut penyiar itu, bahwa ternyata bukan hanya di Negara tekhnologi canggih itu saja yang mempercayai masalah mitos ini. Penerbangan di Brazil juga demikian.
Saat penulis sedang menulis rubrik ini, seorang wanita menelpon dari Jepang. Wanita itu ingin berkonsultasi mengenai suaminya sudah empat tahun tidak memberikan nafkah lahir batin dari usia lima tahun pernikahan mereka. Mereka suami istri tetapi seperti bukan suami istri. Setelah penulis Tanya detail tentang sumber dari masalah itu, jawabannya bermuara pada satu masalah saja. Yaitu bahwa di Jepang ada semacam mitos yang mengatakan bahwa golongan darah A tidak akan pernah bisa bersatu dengan orang yang mempunyai golongan darah B. Dan suami itu baru tahu kalau istrinya bergolongan darah B sementara dia golongan darah A. Sementara tema ini berkali-kali dibahas di telivisi di Jepang. Sebagaimana yang dikisahkan oleh ibu tersebut.
Jepang dan Jerman adalah Negara maju dalam bidang teknologi. Jepang adalah raksasa Asia dan Jerman adalah salah satu raksasa Eropa. Keduanya merupakan Negara kiblat teknologi dan ilmu pengetahuan modern. Ini artinya bahwa logika adalah merupakan sesuatu yang sangat mereka kedepankan.
Tetapi, begitu tema pembahasan berpindah kepada masalah keyakinan atau mitos ternyata keyakinan mereka tidak menunjukkan sama sekali bahwa mereka adalah bengsa dengan logika tinggi dan canggih.

Nah, bangsa yang kita cintai ini sering kali ingin modernis tetapi nanggung. Tidak modern yang benar-benar hebat dalam logika. Tetapi arogan pada sikap yang berlawanan dengan logika mereka. Maka ungkapan, “Hari gini masih bahas jin, orang sudah sampai ke Mars kita masih aja bahas jin,” adalah merupakan ungkapan yang salah besar dalam konteks keimanan. Karena jin adalah salah satu pembahasan keghoiban yang dibahas dalam al-Qur’an dan Hadits. Dan sangat banyak muslim yang terjerumus pada kesyirikan hanya karena salah dalam memahami dunia jin. Persis seperti mitos yang pembahasannya juga masuk dalam pembahasan tauhid.
Mereka yang menolak itu, terkadang terjerembab dalam lubang yang jauh tidak logis. Seperti sorang pengacara orang sangat ternama di dunia entertainmen yang telah membuang ratusan juta rupiah hanya untuk membeli jimat guna memenangkan masalah yang sedang dia tangani. Atau seorang pejabat sekaligus pengusaha yang membeli keris bermata perak dan berlian dengan harga 1 miliar.
Tema mitos atau kepercayaan ini, yang bermain adalah perasaan atas kendali iman. Buka logika. Dan logika atau strata pendidikan tinggi sering tidak terpakai jika luapan emosi atau perasaan kepercayaan sudah bicara. Karena ilmu biasanya hanya menumpuk dalam file otak.
Itulah makanya, Islam pada diri seseorang tidak boleh hanya menjadi Islamologi. Tetapi harus merasuk mempengaruhi sampai emosi dan perasaan kita. Karena jika tidak, akan muncul ilmuwan muslim dan pakar agama Islam yang masih senang klenik  hanya karena menuruti emosinya yang tidak tersentuh ilmu yang bersemayam di otaknya. Saat inilah orang dipermalukan oleh ilmunya sendiri. Dan otaknya menertawakan dirinya dalam suara yang sangat lirih.

Budi Ashari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar