Karena pemimpin
punya wewenang. Karena pemimpin yang bisa mebahagiakan sekian banyak umat atau
bahkan membuat mereka sengsara. Karena pemimpin adalah teladan, jika buruk maka
buruklah muka umat ini. Dan jika baik, maka baiklah umat ini. Karenanya, Nabi
SAW memberikan batasan yang mudah diingat tentang pemimpin yang baik dan buruk,
“Sebaik-baik pemimpin adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai
mereka, mereka mendoakan kalian dan kalian mendoakan mereka. Dan seburuk-buruk
pemimpin adalah mereka membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka
melaknat kalian dan kalian melaknat mereka.” (HR. Muslim)
Dua kata: Cinta dan Doa. Benci dan Laknat.
Hal ini harus menjadi program besar para
pemimpin dalam menjalankan amanahnya. Memandang umat dengan cinta. Sehingga
umat bisa merasa kebijakan yang dibuatnya berlandas cinta. Cinta artinya
perhatian. Cinta artinya kasih sayang. Cinta artinya perngorbanan. Cinta
artinya satu hati. Cinta artinya pembelaan.
Dengan cintalah umat akan berjalan bergandengan
tangan erat dengan pemimpinnya. Dengan cintalah umat akan memberikan
loyalitasnya yang tulus. Dengan cintalah permasalahan yang muncul dengan
sederhana dan cepat bisa diselesaiakan.
Nabi SAW memulai kata cinta dari pemimpin.
Baru, cinta bersambut dari hati umat. Karena umat telah memberikan banyak hal
kepada pemimpin. Umat rela digiring kemana saja. Umat menyerahkan ketaatannya
dan berjanji untuk tidak membangkang. Timbale balik itu bermula dari pemimpin.
Apa yang ingin diciptakan di masyarakat, permulaannya harus dari pemimpin.
Kejujuran, kesederhanaan, kepercayaan, loyalitas. Di sinilah teroancar makna
besar keteladanan.
Cukuplah fitnah di akhir pemerintahan Utsman
bin Affan menjadi pelajaran bagi para pemimpin. Tidak pernah ada yang
meributkan kekayaan Utsman saat masih menjadi pebisnis sebelum menjabat. Tetapi
saat tampuk kekhilafahan ada di pundaknya, dan harta Utsman telah banyak
berkurang, umat mencurigai sebuah kawasan yang dibuat untuk mengumpulkan
kambing dan unta. Yang ternyata kambing dan unta itu adalah harta zakat. Tetapi
sah bagi rakyat untuk mengaudit kekayaan pemimpinnya. Dan wajib bagi pemimpin
untuk menjawab dengan jujur.
Dengan kebaikan pemimpin yang memandang dengan
cinta, ternyata tidak serta merta umat mendoakan kebaikan bagi pemimpinnya. Doa
itupun tetap dimulai dari pemimpin. Setelah itu, umat akan mendoakan
pemimpinnya. Menjadi pemimpin memang harus lapang hati.
Jika ada pemimpin yang mendoakan umatnya dalam
kesendirian malamnya atau dalam setiap untaian doanya, maka berarti dialah
pemimpin yang selalu memikirkan kebaikan rakyatnya. Cintanya bukan basa-basi.
Janjinya bukan janji palsu. Manis di bibir, manis pula di hati.
Allah akan menggerakkan umat yang didoakan,
untuk mendoakan pemimpinnya. Agar diberikan kekuatan, ketabahan, kesabaran,
kemenangan dan pahala yang melimpah.
Sebaliknya, pemimpin yang buruk tersimpul dalam
dua kata: Benci dan Laknat. Timbal balik itu bermula juga dari pemimpin. Benci
dan laknat. Saling curiga, saling menyalahkan, saling menuduh, saling
menjatuhkan. Bisa jadi, sebuah kebijakan pemimpin terlaihat baik. Tetapi
sebenarnya menjebak umatnya. Yang berarti, membangunnya atas nama kebencian.
Maka yakinlah, umat akan membalas ‘kebijakan manis’ itu dengan kebencian.
Karena apa yang ada dalam hati memang tidak bisa dilihat tetapi bisa dirasa;
kata hati akan sampai ke hati.
Hadits Nabi SAW di atas hanya diperuntukkan
bagi pemimpin. Umat yang harus memilih pemimpin, hendaknya berupaya maksimal
untuk memilih pemimpin yang mampu memimpin dengan dinta dan doa.
Budi Ashari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar