Senin, 30 September 2013

Mabrur



Para jamaah haji Indonesia sudah dilepas. Beberapa kloter telah sampai di tanah suci. Agenda suci yang mengumpulkan jumlah muslimin dari seluruh dunia itu kembali akan menjadi saksi bahwa negeri ini sangatlah besar. Besar jumlah jamaah hajinya. Besar jumlah muslimnya. Dan seharusnya besar pula potensinya. Yang selalau diajarkan dan pasti ketahui sekaligus menjadi tujuan setiap yang berangkat haji adalah pulang dengan membawa gelar haji mabrur. Karena memang tiada pahalanya kecuali surga. Dan setiap kita mengidamkan surga. Inilah cara mudah mendapatkan surga. Cara mudah, benarkah? 
Tolok ukur bahwa haji bernilai mabrur memang abstrak. Tidak kentara, tidak pula bisa dibaca di atas kertas. Tetapi bisa dikaji dan dilihat dampaknya. Seperti angin bertiup. Tidak Nampak bentuk angin. Tetapi bisa dikaji fungsi dan jenis angin. Dan kita tahu pasti bahwa angin sedang lewat, ketika ada dedaunan atau yang lainnya bergerak-gerak dan kita pun merasakan sepoi semilirnya.
Mabrur diambil dari kata barra yang dalam Fathul Bari I/43 dikatakan berarti diterima. Hajinya diterima oleh Allah SWT. disebutkan juga mabrur yaitu yang tidak terkontaminasi oleh dosa. Atau tidak ada riya yang mengotorinya.
Kata simpulnya, ibadah haji itu diterima Allah. Dalam kaidah Islam, ada syarat-syarat yang ahrus dipenuhi agar sebuah ibadah diterima. Ilmu, tanpanya ibadah tidak diterima. Mengikuti cara Nabi, membuat aturan sendiri membuatanya ditolak. Ikhlas tanpa dikotori oleh riya’.
Untuk haji, penjelasan Ibnu Hajar – rahimahullah – di atas menjadi tambahan. Tidak terkontaminasi dosa. Dalam ayat, perbekalan yang diperintahkan untuk dibawa adalah ketaqwaan. Bukan saja perbekalan uang dan kesehatan fisik.
Ini artinya, setiap yang hendak berangkat haji harus telah menyiapkan diri untuk menyongsong mabrur sejak di negerinya masing-masing. Berangkat tanpa persiapan, tidak akan menghasilkan haji mabrur.

Persiapan itu adalah dengan melihat apakah harta kita halal. Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Ilmu keislaman khususnya tentang ibadah haji harus maksimal dikaji. Membersihkan hati dari riya’. Tidak sedikitpun kepentinya dengan manusia. Semuanya hanya untuk Allah.
Ini seperti sebuah training. Latihan yang lebih baik tentu akan mendatangkan hasil yang lebih baik.
Di tanah suci, di kiblat umat Islam, langsung di pusat dunia, semua jamaah menjalani penggemblengan lanjutan. Dalam hari-hari tertentu. Setelah itu pulang. Dengan latihan dan ibadah yang telah maksimal. Hari-hari yang lebih panjang, akan dijalani oleh bapak dan ibu haji setelah mereka sampai di masyarakatnya masing-masing.
Di negeri kita sekarang ini, jika kita daftar untuk haji tahun ini. Kemungkinan besar berangkat langsung tahun ini sangat kecil. Perlu menunggu dua tahunan. Artinya, antrian panjang ini menunjukkan bahwa jumlah bapak dan ibu haji sangatlah banyak.
Sebagai bukti banyak yang mabrur adalah, kehati-hatian dalam mencari harta sangat meningkat tajam. Tidak ada tempat sedikitpun bagi yang haram. Korupsi, merampas hak orang lain, memangkas yang bukan miliknya tidak pernah ada dalam hidup.
Ilmu Islam mendapatkan perhatian yang tinggi bukan lagi dinomor sekiankan. Bisa membaca al-Qur’an, mengkaji Islam sebagai aqidah, fiqih dan akhlak. Majlis taklim akan lebih ramai dibanding majlis hura-hura. Membersihkan hati dari berbagai hal yang mengotorinya. Riya’ adalah yang terbesarnya, karena bagian dari syirik.
Dengan banyaknya jumlah jamaah haji setiap tahunnya, apakah kejahatan harta telah berkurang di negeri ini. Apakah majlis ilmu ramai hingga selalu disesaki muslimin atau majlis pesta pora yang malah dijejali orang. Dan sebersih apa hati masyarakat ini.
Nah, kalau begitu berapa banyak yang bisa meraih mabrur di negeri ini?
Selamat jalan, jamaah haji Indonesia. Semoga pulang dengan selamat dan mampu meraih haji mabrur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar