Para jamaah haji Indonesia sudah dilepas. Beberapa kloter telah
sampai di tanah suci. Agenda suci yang mengumpulkan jumlah muslimin dari
seluruh dunia itu kembali akan menjadi saksi bahwa negeri ini sangatlah besar.
Besar jumlah jamaah hajinya. Besar jumlah muslimnya. Dan seharusnya besar pula
potensinya. Yang selalau diajarkan dan pasti ketahui sekaligus menjadi tujuan
setiap yang berangkat haji adalah pulang dengan membawa gelar haji mabrur.
Karena memang tiada pahalanya kecuali surga. Dan setiap kita mengidamkan surga.
Inilah cara mudah mendapatkan surga. Cara mudah, benarkah?
Tolok ukur bahwa haji bernilai mabrur memang
abstrak. Tidak kentara, tidak pula bisa dibaca di atas kertas. Tetapi bisa
dikaji dan dilihat dampaknya. Seperti angin bertiup. Tidak Nampak bentuk angin.
Tetapi bisa dikaji fungsi dan jenis angin. Dan kita tahu pasti bahwa angin
sedang lewat, ketika ada dedaunan atau yang lainnya bergerak-gerak dan kita pun
merasakan sepoi semilirnya.
Mabrur diambil dari
kata barra yang dalam Fathul Bari I/43 dikatakan berarti diterima. Hajinya
diterima oleh Allah SWT. disebutkan juga mabrur yaitu yang tidak terkontaminasi
oleh dosa. Atau tidak ada riya yang mengotorinya.
Kata simpulnya, ibadah haji itu diterima Allah.
Dalam kaidah Islam, ada syarat-syarat yang ahrus dipenuhi agar sebuah ibadah
diterima. Ilmu, tanpanya ibadah tidak diterima. Mengikuti cara Nabi, membuat
aturan sendiri membuatanya ditolak. Ikhlas tanpa dikotori oleh riya’.
Untuk haji, penjelasan Ibnu Hajar – rahimahullah
– di atas menjadi tambahan. Tidak terkontaminasi dosa. Dalam ayat, perbekalan
yang diperintahkan untuk dibawa adalah ketaqwaan. Bukan saja perbekalan uang
dan kesehatan fisik.
Ini artinya, setiap yang hendak berangkat haji
harus telah menyiapkan diri untuk menyongsong mabrur sejak di negerinya
masing-masing. Berangkat tanpa persiapan, tidak akan menghasilkan haji mabrur.
Persiapan itu adalah dengan melihat apakah
harta kita halal. Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Ilmu
keislaman khususnya tentang ibadah haji harus maksimal dikaji. Membersihkan
hati dari riya’. Tidak sedikitpun kepentinya dengan manusia. Semuanya hanya
untuk Allah.
Ini seperti sebuah training. Latihan yang lebih
baik tentu akan mendatangkan hasil yang lebih baik.
Di tanah suci, di kiblat umat Islam, langsung
di pusat dunia, semua jamaah menjalani penggemblengan lanjutan. Dalam hari-hari
tertentu. Setelah itu pulang. Dengan latihan dan ibadah yang telah maksimal.
Hari-hari yang lebih panjang, akan dijalani oleh bapak dan ibu haji setelah
mereka sampai di masyarakatnya masing-masing.
Di negeri kita sekarang ini, jika kita daftar
untuk haji tahun ini. Kemungkinan besar berangkat langsung tahun ini sangat
kecil. Perlu menunggu dua tahunan. Artinya, antrian panjang ini menunjukkan
bahwa jumlah bapak dan ibu haji sangatlah banyak.
Sebagai bukti banyak yang mabrur adalah,
kehati-hatian dalam mencari harta sangat meningkat tajam. Tidak ada tempat
sedikitpun bagi yang haram. Korupsi, merampas hak orang lain, memangkas yang
bukan miliknya tidak pernah ada dalam hidup.
Ilmu Islam mendapatkan perhatian yang tinggi
bukan lagi dinomor sekiankan. Bisa membaca al-Qur’an, mengkaji Islam sebagai
aqidah, fiqih dan akhlak. Majlis taklim akan lebih ramai dibanding majlis
hura-hura. Membersihkan hati dari berbagai hal yang mengotorinya. Riya’ adalah
yang terbesarnya, karena bagian dari syirik.
Dengan banyaknya jumlah jamaah haji setiap
tahunnya, apakah kejahatan harta telah berkurang di negeri ini. Apakah majlis
ilmu ramai hingga selalu disesaki muslimin atau majlis pesta pora yang malah
dijejali orang. Dan sebersih apa hati masyarakat ini.
Nah, kalau begitu berapa banyak yang bisa
meraih mabrur di negeri ini?
Selamat jalan, jamaah haji Indonesia. Semoga
pulang dengan selamat dan mampu meraih haji mabrur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar