Senin, 30 September 2013

Hadzasy Syiblu min Dzakal Asad



Perkataan di atas bukanlah merupakan ayat juga merupakan merupakan hadits. Tetapi lebih dikenal sebagai ungkapan Arab. Singa kecil ini dari singa besar itu, begitu artinya.
Menarik sekali mengkaji ungkapan ini. Walau nampak sederhana tetapi dalam maknanya. Anak singa yang masih kecil ini lahir dari singa besar. Ungkapan ini sering dipakai untuk mengungkapkan tentang keturunan atau generasi yang hebat yang terlahir dari sepasang orangtua hebat pula.
Seperti ketika mengungkap tentang kehebatan Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma yang sedemikian hebat, shalih dan sangat ketat dalam menjaga dan mengikut sunnah Nabi. Bahkan yang bukan sunnah pun dilakukannya, asalkan hal tersebut pernah dilakukan oleh Rasulullah. Disinilah biasanya ungkapan singa kecil dan singa besar di atas dikeluarkan. Karena singa kecil ini lahir dari singabesar, Umar bin Khattab. Umar yang juga disebut sebagai waqqaf ‘ala assunnah (Yang sangat menjaga sunnah) telah berhasil mengcopy kehebatan dirinya pada putranya Abdullah.
Dan memang sudah seharunya singa melahirkan singa, bukan melahirkan serigala pecundang atau burung unta yang pengecut. Singa lahir dari singa. Atau kalau yang terlahir adalah serigala, yang jelas adalah bahwa serigala lahir dari serigala pula. Jadi bukan hanya karena salah didik; karena memang begitulah cara serigala membesarkan anaknya. Akan terlahir serigala pula.
Dan kata singa kecilpun menunjukkan bahwa sejak kecilpun sudah harus menjadi singa. Karena betapa sering orang berapologi tentang anak yang tidak karuan saat kecilnya, sementara orangtuanya adalah tokoh agama, orang akan berkata: memang begitu calon orang besar, nakal waktu kecilnya
Lebih aneh lagi ungkapan sebagian orangtua yang memberikan alasan mengapa mereka membiarkan anak-anak laki-lakinya berkeliaran bebas tanpa batas, dimana mereka berkata: ahh.., biarin gak hamil ini. Miris, mendengarnya.

Benar berarti pilihan di atas. Generasi rusak itu karena terlahir dari keluarga rusak. Atau kalaupun orangtuanya adalah tokoh agama berarti kesibukan mengajari orang lain melupakan rumah sendiri. Walaupun mungkin ada pilihan lain. Seperti anak Nabi Nuh, kata orang. Tetapi biarkan yang ini menjadi ibrah, tetapi jangan menjadi pembenaran.
Karena sejarah generasi lslam yang terbentang luas bisa kita baca. Tak akan terlahir kehebatan putra Abu Dawud di bidang hadits tanpa kehebaan Abu Dawud sang ayah dalam ilmu hadits. Hanya saja, para ulama mengatakan bahwa sinar sang anak tertutup oleh sinar sang ayah. Seperti halnyaAbdullah putra lmam Ahmad. Dialah yang meriwayatkan kita musnad yang mencakup lebih dari 40.000 hadits langsung dari ayahnya. Demikian juga Ali bin Fudhail yang mempunyai hati sangat lembut di hadapan al-Qur'an. Bahkan dia disebutkan meninggal dalam shalat karena dibacakan ayat-ayat adzab, sehingga mendapatkan gelar Qotilul Qur’an (yang meninggal karena al-Qur'an). Dia terlahir dari seorang ayah yang mendapatkan gelar ‘abidul Haramain (Ahli ibadah di dua masjid suci). Dan masih banyak lagi contoh lain dalam sejarah.
Hari ini, masalah sangat serius bangsa ini adalah rusaknya generasi. Mereka yang terjungkal di narkoba. Mereka yang tidak kenal istilah hijrah. Mereka yang tidak pernah perhatian shalatnya apalagi ibadah lainnya. Mereka yang tidak tahu bagaimana harus berkata-katadihadapan orangua. Mereka yang tempat berkumpulnya adalah tempat dosa atau tempat sia-sia. Mereka yang mengecap kebaikan dengan stempel kekolotan, tidak gaul, kurang macho. Dan merekalah yang kelak memimpin negeri ini!
Sangat mungkin karena salah didik, mengingat lingkungan hari ini tidak mendukung lahirnya generasi shalih yang hebat. Tetapi jangan-jangan, memang karena dari serigala lah lahir serigala-serigala kecil itu.

Budi Ashari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar