Perkataan di atas
bukanlah merupakan ayat juga merupakan merupakan hadits. Tetapi lebih dikenal
sebagai ungkapan Arab. Singa kecil ini dari singa besar itu, begitu artinya.
Menarik sekali mengkaji ungkapan ini. Walau nampak sederhana tetapi
dalam maknanya. Anak singa yang masih kecil ini lahir dari singa besar.
Ungkapan ini sering dipakai untuk mengungkapkan tentang keturunan atau generasi
yang hebat yang terlahir dari sepasang orangtua hebat pula.
Seperti ketika mengungkap tentang kehebatan
Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma yang sedemikian hebat, shalih dan
sangat ketat dalam menjaga dan mengikut sunnah Nabi. Bahkan yang bukan sunnah
pun dilakukannya, asalkan hal tersebut pernah dilakukan oleh Rasulullah.
Disinilah biasanya ungkapan singa kecil dan singa besar di atas dikeluarkan.
Karena singa kecil ini lahir dari singabesar, Umar bin Khattab. Umar yang juga
disebut sebagai waqqaf ‘ala assunnah (Yang sangat menjaga sunnah) telah
berhasil mengcopy kehebatan dirinya pada putranya Abdullah.
Dan memang sudah seharunya singa melahirkan
singa, bukan melahirkan serigala pecundang atau burung unta yang pengecut.
Singa lahir dari singa. Atau kalau yang terlahir adalah serigala, yang jelas
adalah bahwa serigala lahir dari serigala pula. Jadi bukan hanya karena salah
didik; karena memang begitulah cara serigala membesarkan anaknya. Akan terlahir
serigala pula.
Dan kata singa kecilpun menunjukkan bahwa sejak
kecilpun sudah harus menjadi singa. Karena betapa sering orang berapologi
tentang anak yang tidak karuan saat kecilnya, sementara orangtuanya adalah
tokoh agama, orang akan berkata: memang begitu calon orang besar, nakal waktu kecilnya
Lebih aneh lagi ungkapan sebagian orangtua yang
memberikan alasan mengapa mereka membiarkan anak-anak laki-lakinya berkeliaran
bebas tanpa batas, dimana mereka berkata: ahh.., biarin gak hamil ini.
Miris, mendengarnya.
Benar berarti pilihan di atas. Generasi rusak
itu karena terlahir dari keluarga rusak. Atau kalaupun orangtuanya adalah tokoh
agama berarti kesibukan mengajari orang lain melupakan rumah sendiri. Walaupun
mungkin ada pilihan lain. Seperti anak Nabi Nuh, kata orang. Tetapi biarkan yang
ini menjadi ibrah, tetapi jangan menjadi pembenaran.
Karena sejarah generasi lslam yang terbentang
luas bisa kita baca. Tak akan terlahir kehebatan putra Abu Dawud di bidang
hadits tanpa kehebaan Abu Dawud sang ayah dalam ilmu hadits. Hanya saja, para
ulama mengatakan bahwa sinar sang anak tertutup oleh sinar sang ayah. Seperti
halnyaAbdullah putra lmam Ahmad. Dialah yang meriwayatkan kita musnad yang
mencakup lebih dari 40.000 hadits langsung dari ayahnya. Demikian juga Ali bin
Fudhail yang mempunyai hati sangat lembut di hadapan al-Qur'an. Bahkan dia
disebutkan meninggal dalam shalat karena dibacakan ayat-ayat adzab, sehingga
mendapatkan gelar Qotilul Qur’an (yang meninggal karena al-Qur'an). Dia
terlahir dari seorang ayah yang mendapatkan gelar ‘abidul Haramain (Ahli
ibadah di dua masjid suci). Dan masih banyak lagi contoh lain dalam sejarah.
Hari ini, masalah sangat serius bangsa ini
adalah rusaknya generasi. Mereka yang terjungkal di narkoba. Mereka yang tidak
kenal istilah hijrah. Mereka yang tidak pernah perhatian shalatnya apalagi
ibadah lainnya. Mereka yang tidak tahu bagaimana harus berkata-katadihadapan
orangua. Mereka yang tempat berkumpulnya adalah tempat dosa atau tempat
sia-sia. Mereka yang mengecap kebaikan dengan stempel kekolotan, tidak gaul,
kurang macho. Dan merekalah yang kelak memimpin negeri ini!
Sangat mungkin karena salah didik, mengingat
lingkungan hari ini tidak mendukung lahirnya generasi shalih yang hebat. Tetapi
jangan-jangan, memang karena dari serigala lah lahir serigala-serigala kecil
itu.
Budi Ashari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar