Rabu, 02 Januari 2019

Seorang Dukun Kesohor Memaksaku Mewarisi ‘Ilmu’ Tingkat Tingginya


Nama saya Novi Amanti. Setelah keluar dari SMA 3 Jakarta, pada tahun 1981, saya melanjutkan kuliah jurusan antropologi Universitas Indonesia.  Sebagaimana mahasiswa antropologi, saya sangat getol mempelajari dan meneliti budaya dan ekologi masyara­kat. Hingga menjelang akhir perkuliahan (April 1986), saya harus mengadakan penelitan skripsi di Kampung Laut, Segara Anakan, Nusa Kambangan, Jawa Tengah.
         Kondisi masyarakat Segara Anakan pada umumnya sangat baik, apalagi dengan pendatang. Ia sering menyebut saya orang darat. Tapi ada satu keunikan dari kebiasaan hidup sehari-hari masyara­katnya. Mereka sangat mengandalkan kondisi alam dan ramalan para pinisepuh (orang tua yang dianggap pintar). Bahkan, sistem pengobatan yang digunakan masih tradisional berupa ramuan. Apala­gi kalau muncul berbagai penyakit aneh yang sering menimpa war­ganya. Inilah yang akhirnya menjadikan pilihan obyek penelitian saya selanjutnya. Dimana ada gabungan antara ekologi, budaya dan kesehatan. Apalagi saya konsen pada anthropologi kesehatan.
Nah, pada waktu saya sedang memilih responden dan wawancara beberapa penduduk. Kebetulan sekali bertemu dengan keluarga yang mempunyai penyakit aneh. Orang tua si sakit mulanya membawa berobat dari mulai dokter Cilacap hingga ke Rumah Sakit Pertami­na. Namun anehnya, penyakit sang anak ini nggak sembuh-sembuh. Bahkan dokter pun tak bisa menentukan jenis penyakit yang dideri­tanya. Tapi begitu dibawa ke pinisepuh Samin (bukan nama sebe­narnya), sang anak tiba-tiba langsung sembuh begitu saja. Melihat hal semacam itu, saya jadi penasaran, obat apa sebenarnya yang dikasih pinisepuh itu.
 Maka, tiap hari saya datang ke rumah si sakit dan mencatat satu persatu berbagai obat dan ramuan yang telah diberikan. Saya catat secara detil, jenis racikan, ramuan yang digunakan dan takaran minumannya. Anehnya, ramuan-ramuan itu harus diminum pada tempat dan waktu tertentu. Bahkan sebelum meminum pun harus membaca berbagai bacaan mantra. Belum lagi ada berbagai syarat-syarat sebelum proses penyembuhan harus dipenuhi.
Melihat keganjilan itu, saya semakin penasaran. Maka sebagai seorang peneliti yang baik, tentu saya harus menyelidiki kapada bapak pinisepuh itu sebagai sumber utama. Saya pun berangkat menuju kasepuhan. 
Begitu penduduk mengetahui niat saya itu, pada mulanya mereka menyarankan untuk mengurungkannya. Karena di samping sangat sulit untuk menemui pinisepuh itu. Banyak penduduk yang telah lama ngenger di kasepuhan saja, jarang bertemu. Pinisepuh Samin ini hanya mau keluar jika ada pasien yang benar-benar membutuhkan. Memang pinisepuh Samin merupakan dukun yang punya tingkatan ter­tinggi dari pinisepuh-pinisepuh yang tersebar di Segara Anakan itu. Apalagi kalau ingin mencoba meminta penjelasan mantra dan berbagai pernik penyembuhan. Dapat dipastikan sulit. Bahkan pinisepuh Samin selalu menolak, setiap ada yang meminta dirinya diangkat sebagai murid.

Namun, entah bagaimana, saat saya datang menuju kasepuhan, terasa sangat gampang, bahkan dia menyambut sangat antusias. Padahal sebelumya saya nggak pernah ke sana. Dan yang tak didu­ga, pinisepuh Samin memberikan begitu saja seluruh mantra dan segala ramuan berikut cara pembuatannya untuk berbagai jenis penyakit. Bahkan ramuan dan mantra yang tertulis di lontar dengan bahasa kawi dan berhuruf jawa kuno itu pun, diterjemahkan kepada saya dalam bentuk bahasa Indonesia.
Selain itu, pinisepuh Samin sempat menunjukkan kaca paesan (kaca benggala) yang merupakan alat untuk menerawang (melihat jarak jauh). Saya juga sempat melihat-melihat bahkan sempat dikasih unjuk tentang cara penggunaannya. Pinisepuh Samin pun bercerita detil bagaimana proses pencarian berbagai ilmu dan segala jimat yang kini ada padanya.
Mendapat begitu banyak dan detail data-data itu tentu saya senang luar biasa. Maka, begitu pulang dari kasepuhan, dengan semangat, semua data itu segera saya ketik. Hingga dua hari kemudian, ketika tengah asyik mengetik, tiba-tiba Bapak pondokan lari tergopoh-gopoh sambil berteriak. “Mbak kutukan-kutukan.” Ternyata saya disuruh membereskan semua baju saya. Kenapa? saya bilang. Pokoknya Mbak Novi harus pergi sekarang juga, katanya sambil gugup sehingga ia gagu tak bisa menjelaskan pada saya.
Melihat kondisi Bapak Pondokan itu, saya jadi bingung dan iba. Untung ada Ibu pondokan menjelaskan. Ternyata Pinisepuh Samin akan menurunkan ilmunya ke saya tepat tengah malam nanti. Saat itu memang hari Kamis, sehingga malamnya pas malam Jum’at kliwon. Dan menurut Pinisepuh Samin, kedatangan saya pertama kali ke pulau Segara Anakan yang bertepatan Selasa Kliwon, yang disebutn­ya sebagai hari anggoro kasih, merupakan pertanda tepatnya pilihan impian yang ia terima.
 Saya segera berkemas. Tapi begitu sampai di anjungan, kapal feri sudah keburu jalan. Dengan terpaksa saya dengan diantar penduduk, mengejar feri dengan jukung (semacam prahu lesung atau kole-kole di Maluku). Walaupun dengan engkol kayu, akhirnya sampai juga, meski saat naik feri harus bergelantungan memakai tangga tali.
Dengan feri itu, saya menuju ke rumah saudara di Cilacap. Selama seminggu di Cilacap saya tidak mengalami kejadian yang aneh satu pun. Bahkan ketika saya pulang pergi Cilacap-Segara Anakan selama 2 bulan berikutnya, untuk melengkapi data-data, saya tak mengalami hal aneh.
Sampai kemudian saya menyelesaikan skripsi. Begitu ujian skripsi, pada mulanya saya lulus berpredikat sangat memuaskan. Namun entah bagaimana, tanpa memberi alasan yang jelas, pembimb­ing dan penguji skripsi; Mutia Hatta, meminta saya untuk mengu­lang lagi ujian skripsi saya. Alhamdulillah, walaupun saya kaget dan nggak habis pikir, dapat A kembali.
Begitu lulus dan wisuda, saya bekerja di sebuah pabrik komputer di jalan Peternakan Dua, Kapuk, Jakarta. Disinilah baru saya sadari kalau ada fenomena kejadian yang aneh menimpa saya.
Saat itu, semua karyawan dan buruh pabrik selalu beres-beres untuk pulang pukul lima sore. Saya pada mulanya tidak begitu memperhatikan. Apalagi kesibukan tugas kantor menum­puk. Dan karena saya teliti, maka seringkali pulang pukul 21.30. Melihat itu satpam pun sering mondar-mandir melongok meja kerja saya setiap setengah jam sekali. Saya pun berpikir, ada apa dengan satpam?
 Keanehan satpam itu baru terjawab setelah salah satu buruh pabrik bagian pakcing berkata pada saya: “Ibu sakti banget ya, berani benar diatas sendirian.” (Ruang kerja saya ada di lantai dua). “Memang kenapa,” kata saya. Kemudian mereka cerita tentang kondisi pabrik itu yang menurut mereka adalah tempat “pembuangan”, bahkan sering terjadi kejadian yang aneh yang selalu menimpa karyawan yang pulang lewat magrib. Tapi karena nggak pernah terjadi apa-apa, saya cuek saja.
Hingga suatu saat sopir kantor, ketahuan kalau ia ternyata nyambi ngojek, maka segera saya tegur. Tapi ia malah marah-marah sambil ngomong yang nggak-nggak. Secara reflek, saya mengumpat juga, “Rasain lu kalau kecelakaan siapa yang akan nanggung.” Eh, baru keluar dari pintu gerbang ia langsung kecelakan, ditabrak mobil tronton. Hal yang sama teru­lang setiap kali orang menyakiti saya.
Hingga bulan November 1997, saya keluar dari pabrik komputer itu. Namun begitu keluar, justru saya semakin aneh, bahwa setiap ketidaksenangan yang saya ucapkan pada orang lain, pasti akan menimpa pada orang itu.
Pernah suatu saat, saya kecepolosan sama teman ibu, seorang mantan orang penting di pemerintahan. Saya bilang, “Ia pendusta, penipu, pembohong. Selalu makan uang haram, kalau tahu masyara­kat baru tau rasa dia”. Ibu saya marah besar saat itu. Tapi tidak lama kemudian omongan saya itu terbukti. Bahkan saudara saya yang selalu sok kaya, pernah saya umpat menjadi miskin akhirnya bangkrut.
Diluar itu, tiba-tiba secara mata telanjang saya bisa melihat susuk yang digunakan seseorang. Bahkan hanya dengan sekedar meman­dangnya, saya akan tahu bagaimana masa lalunya, apa kebiasannya dan apa yang akan dilakukan nantinya. Semua itu tergambar begitu saja di depan mata saya. Meskipun setelah melakukan hal itu biasanya kondisi fisik saya capek bukan main. Bahkan jiwa dan mental saya terkuras.
Saya bisa juga menerawang. Biasanya kalau saya ingin tahu tentang keadaan seseorang maka saya lihat saja. Maka saya akan tahu bagaimana sikap dan masalah apa yang sedang dihadapai, serta bagaimana masa lalu serta watak aslinya.
Pernah pula suatu saat ketika ada di mall, ada orang yang mau nggendam. Tiba-tiba secara reflek saya berbalik menggerakkan tangan saya megembalikan seluruh ilmunya, hingga ia kena genda­mannya sendiri. Seketika kaburlah ia terbirit birit.
Tapi yang paling berat adalah tindakan out off control. Dimana kalau saya tidak suka kepada sesorang, maka secara reflek akan memukul dan menghajarnya. Bahkan tak peduli siapapun orangn­ya. Hingga pernah sewaktu saya mau ke Yogya, para preman Lebak Bulus iseng nggodain saya. Bahkan tangan-tangan preman sudah mulai jahil. Nah, saya kemudian tiba-tiba reflek menghajar preman itu hingga ia bersimbah darah. Melihat itu semua penum­pang heran, bahkan polisi memperhatikan saya secara seksama dari ujung kepala hingga ujung kaki. Usut punya usut, ternyata ia pentolan preman terminal itu.
Dan yang lebih parah saat itu saya sudah tidak bisa sholat. Bahkan wudhu saja tidak bisa. Urutan dan bacaan wudhu saja, walaupun di kamar mandi ditempel gambar tuntunan wudhu, tetap saja sulit untuk melakukannya. Padahal saya dulu pengurus musho­la dan murid terkasih guru agama. Bahkan saya sering tak sadar melakukan pekerjaan apa sebelumnya. Apalagi kalau ibu lagi dzikir dan sholat. Maka dapat dipastikan saya akan sering uring-uringan. Bawaanya marah terus, bahkan seringkali celoteh sana-sini tanpa sebab.
Sedang dalam pergaulan sehari-hari saya selalu menaruh curiga kepada setiap orang. Apalagi kalau ada orang yang ‘mendekati’ saya. Bahkan saat teman  yang ikut Satria Nusantara (SN) bertan­dang ke rumah saya, begitu mendekat ia merasa panas dan seperti melihat hal  aneh. Dan terasa berjarak tak bisa mendekati saya. Semua itu semakin  membuat saya dan keluarga sadar bahwa ada kelainan pada diri saya.
 Maka mulailah diupayakan berbagai ikhtiar. Saya pergi dari satu paranormal ke paranormal lainnya. Dari dukun satu ke dukun lain. Saat itu pokoknya demi kesembuhan, akan saya lakukan. Namun, yang saya dapat justru capek. Bahkan setiap kali habis pergi ke paranormal pasti meriang hingga tiga hari. Dan tak jarang sekujur tubuh paranormal itu justru esok harinya berubah bintik-bintik cacar merah dan akhirnya menolak setiap kali saya ingin balik kepadanya.
Saya pernah juga diantar ibu untuk bertemu dengan paranormal terkenal di daerah Jakarta Selatan. Bahkan saking terkenalnya, ia memasang tarif dari tingkat dasar seharga Rp. 250.000 hingga tingkat ekslusif Rp. 4 juta. Setelah ngantri lama dan nunggu sebulan, akhirnya saya bisa bertatap muka dengannya, itu pun pukul setengah dua malam. Pada awal bertemu, dia langsung berka­ta: Apa nggak sayang dibuang ilmunya? Banyak lho, orang yang ingin seperti mbak Novi.
Begitu pulang, saya disuruh untuk membeli kembang tujuh rupa dan nggak boleh menawar. Bunga itu kemudian dimasukkan kedalam botol aqua dan ditaruh di kamar mandi. Baru pukul 12 malam, saya harus mandi menggunakan air tersebut.
Ada lagi yang harus mandi menggunakan uang logam yang dimasu­kan di gayung. Dengan terlebih dahulu diceplokin telur mentah di kepala, tiap pukul 12 malam, saya juga harus mandi sambil terdengar krincingan air logam itu. Namun, tetap nggak punya pengaruh.
Kemudian sama kakak diantar ke paranormal Bekasi. Paranor­mal ini memberitahu, bahwa yang ada pada diri saya adalah titisan dari nenek. Ia tidak menyakiti, akan tetapi over protectif. Dan untuk menghilangkannya saya disuruh menggelar kain putih sepanjang kuburan pada jam 12 malam. Terus setelah itu kain putih itu diambil dan celupin ke air, kemudian harus saya minum. Wah pokoknya yang nggak-nggak saja saat itu.
Bahkan saya telah pergi ke paranormal yang dianggap paling top di Indonesia. Di tempat inilah para aparat pemer­intahan me­minta jampi-jampi padanya. Namun begitu saya datang , malah ia bilang: “Mohon jangan pernah datang ke sini lagi ya. Maka teman saya tertawa mendengar ucapannya dan berseloroh, kalau paranormal terhebat saja nggak sanggup menanadingi kamu, kamu saja yang jadi paranormal menggantiin dia. Tapi ka­rena saya sudah capek, saya masa bodoh saja.

Bertemu Ustad Fadhlan
  Hingga akhirnya suatu saat adik saya yang bekerja di Grogol membawa majalah Tarbawi yang berjudul “Dahsyatnya Kekua­tan Doa” yang didapat dari teman-teman Cina muslim yang kebetulan satu kantor dengannya. Di majalah Tarbawi itu, dimuat pakar terapi Jin sesuai syari’at yang bernama ustadz Fadhlan. Maka begitu selesai membaca langsung saya kontak kantor Tarbawi Alhamdulilah, Tarbawi membantu mencarikan nomer kontak dan tempat yang bisa dihubungi.
Maka keesokan harinya saya menyuruh saudara pembantu yang ada di Solo untuk membuat perjanjian waktu dengan ustadz Fadhlan di pondok Al Hikmah Boyolali. Begitu ada waktu, pada hari Kamis saya rent car berangkat menuju Boyolali. Namun saat sampai daerah Cirebon, tiba-tiba karet pedal perseneling putus. Dan tak satupun yang menjual. Maka terpaksa kami menunggu datangnya mobil pengganti, sambil bermalam di pom ben­sin.
Begitu mobil tiba, kita langsung meluncur menuju ke Boyolali. Sesampai di sana ternyata ustadz Fadhlan lagi ada acara mendadak di Bantul dan baru bisa ditemui besok. Itu pun di Yogyakarta. Maka segera kita kontak Yogyakarta kebetulan di terima sama mbak Darti (istri ustadz Fadhlan). Maka segera kami meluncur menuju Yogyakarta, namun karena sudah malam kami mengi­nap di Solo.
Nah, saat di Solo ini sering terjadi kejadian aneh. Setiap saya masuk kamar mandi maka tiba-tiba pintu terkunci. Bahkan sempat sengaja pintu tidak di tutup, namun tiba-tiba ia menutup sendiri dan nggak bisa dubuka hinga office boy datang. Dan itu berlangsung hingga beberapa kali. Tak urung saya berteriak histeris.
 Namun karena saya telah bertekad ketemu Ustadz Fadhlan keeso­kan harinya, saya teruskan ke Yogya walau dengan rintangan jatuh pula. Setiba di sana, menjelang dhuhur setelah usai pengobatan orang Malaysia, ustadz Fadhlan baru menangani saya. Pada mulanya saya disuruh berwudhu. Namun karena nggak bisa maka saya dituntun sama mbak Darti berwudhu lalu memakai jilbab dan berbaring. Dan begitu dada saya diletakkan Al-Qur’an dan tangan Ustadz Fadlan memegang kepala saya dengan sarung tangan kulit yang tebal, lalu membaca surat-surat Al-Qur’an. Tiba-tiba kepala saya seperti ditimpuk besi berton-ton. Dada saya sesak seperti dihimpit dua buah benda yang sangat besar.
Badan saya bergetar bercucuran keringat. Saya dipukuli ustadz Fadhlan berkali kali yang menurut adik saya sangat keras. Namun saya sama sekali tak merasakan apa-apa. Hingga saya di suruh untuk bangun duduk. Namun ternyata saya nggak bisa duduk sama sekali. Maka ustadz Fadhlan meneruskan wiridnya sambil membentak dengan bahasa arab dan memukul badan saya dengan menggunakan medical ball. Baru kemu­dian saya bisa berdiri duduk. Namun kaki dan tangan masih terasa kaku dan tidak bisa digerak­kan.
Begitu bisa duduk, ustadz Fadhlan meneruskan kembali dan memu­kuli kaki dan tangan. Memang tak terasa apa-apa. Tetapi tangan dan kaki seperti bergerak diluar jalur kontrol saya. Begitu tangan dan kaki dipukul sambil ustadz fadhlan berteriak menghardik, Hasbiyallah, maka tangan dan kaki saya menjadi lemas. Lalu saya mulai bisa berdiri normal walau sambil sempoyongan karena kecape­kan.
Begitu selesai, badan terasa segar walau terasa lemas lunglai. Namun begitu, mbak Darti terus mengajak saya sholat bersama. Tapi karena belum hilang betul, walau mulai ingat gerakan sholat, saya masih dituntun mbak Darti.
Nah keesokan harinya saat ustadz Fadhlan pulang ke Boyolali, saya ikut. Dan diruqyah kembali di Boyolali. Saat di Boyolali kondisi ruqyah saya tidak separah saat di Yogya. Bahkan setelah ruqyah kedua badan terasa segar. Pening kepala sudah mulai hilang. Maka ustadz Fadhlan menyarankan saya untuk membeli kaset terapi jin dan sihir sebagai sarana ruqyah saya di rumah.
Alhamdulillah, begitu saya pulang sampai di rumah maka seluruh hafalan bacaan sholat dan doa-doa yang diajarkan guru agama dulu kembali ingat. Dan saya mulai bisa berwudhu dan sholat sendiri.
Semenjak itu pula saya sekarang bisa tertawa, bersosialisasi dengan ma­sya­rakat dan tidak pernah mengkotak-kotakkan orang atau menaruh curiga terhadap setiap orang lain. Bahkan emosi saya yang tidak pernah terkendali itu, se­ka­­rang bisa saya kenda­likan. Walau terkadang masih ada rasa nyeri dan kesemutan.
Maka setiap kali ada waktu luang atau mulai ada efek saya dengerin kaset. Memang setiap kali dide­nger­in kaset, dampaknya bergetar ke seluruh tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Terka­dang getaran kecil di sekitar tangan dan kaki. Namun begitu saya pukul ia menghilang.
Alhamdulilah, seringkali Ustadz Fadlan memonitor perkembangan saya lewat telepon. Terkadang saat dicek lewat telepon dada ini bergetar seperti di jedor-jedor, persis orang sakit jantung. Namun dengan sholat tertib lima waktu dan wudhu saja, semua permasalahan yang saya alami bertahun-tahun itu kini telah teratasi.
Memang saya belum bisa lancar mengaji. Tapi yang penting sholat dulu. Dan ustadz Fadhlan itu simple saja memberi solusi. Tanpa harus melalui ritual yang macam-macam, hanya dengan wudhu dan sholat, ternyata dampaknya luar biasa. Makanya kita harus kembali pada inti ajaran kita. Segala obat sebenarnya telah diberikan dan diajarkan oleh Allah dalam wudhu dan sholat serta penghambaan yang tulus kepada-NYA. Dan ketahuilah bahwa wudhu itulah sebenarnya ‘susuk’ yang paling bagus dan akan membekas dalam wajah setiap orang. Dan dengan sholat lah segala ketegangan dan kegundahan hati akan terobati. Segala gangguan dan kejahilan makhluk pun akan teratasi.`

 Sumber : Kesaksian Majalah Ghoib



Tidak ada komentar:

Posting Komentar