Jumat, 29 November 2013

Alamat Ruqyah Syar'iyyah Jakarta, Menjadi Homo Karena Jin Waria



Sodomi adalah kejahatan yang sangat kejam dipandang dari sudut apapun. Terlebih bila yang menjadi korban adalah anak-anak. Kemungkinan mengalami penyimpangan seksual di kemudian hari sangatlah besar. Seperti yang dialami Nanang (Nama Samaran), lelaki yang baru melangsungkan pernikahan 6 bulan yang lalu menceritakan kisah Ahad kelabu kepada Majalah Ghoib. Berikut petikan kisahnya.
Nanang, begitulah biasanya saya dipanggil. Saya lahir di Rembang, Jawa Tengah 28 tahun yang lalu dari keluarga tentara. Seperti karakter orang Jawa kebanyakan, bapak itu orangnya pendiam, wataknya lembut. Sangat bertolak belakang dengan anggapan sebagian orang bahwa tentara itu keras. Saya sendiri sebagai anak tentara tidak bisa menyalahkan bayangan mereka yang demikian. Sedangkan ibu adalah tipe orang yang suka mengalah tidak ingin membuat keributan dengan orang lain.
Sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara, watak saya sangat jauh berbeda dengan kedua kakak saya. Kebetulan kakak yang pertama adalah seorang Perempuan yang tomboy. Mungkin ia terbawa dengan keseharian kami yang tidak terlepas dari dunia ketentaraan. Sedangkan kakak yang kedua, sama seperti saya, laki-laki. Bedanya kakak laki-laki saya orangnya itu tidak sabaran kurang telaten. Diantara kedua orang tua, saya lebih dekat kepada ibu. Mengapa demikian saya tidak tahu.
Mungkin karena sedari kecil, Ibu mendidik saya menguasai pekerjaan wanita. Saya sudah terbiasa memasak atau belanja keperluan dapur ke pasar. Ibu memang lebih senang menyuruh saya daripada kedua kakak yang lebih suka dengan dunia mereka, dunia anak-anak.
Saya tidak tahu apakah kebiasaan melakukan pekerjaan wanita pada akhirnya akan mempengaruhi kejiwaan saya. Yang jelas, saya pernah menladi korban kebrutalan seks seorang laki-laki yang masih satu asrama dengan saya. Peristiwa kelabu yang sangat membekas dalam jiwa saya hingga sekarang. Kejadiannya terjadi belasan tahun yang lalu, tepatnya saat saya masih kelas 5 SD.

Ruqyah Syar'iyyah, Sakit di Kaki Selama 7 Tahun yang Tidak Terdeteksi Medis


Malam itulah awal dari keanehan demi keanehan terjadi dalam hidup saya. Pada saat jam menunjukkan pukul 01.30 malam, saya merasa ada yang membangunkan. Terasa betul kaki saya dipukul-pukul agar bangun. Hanya saja, saya berfikir untuk menunda bangun. Saya pikir yang memukul kaki saya adalah teman saya yang tidur di samping saya. "Ya nanti dululah …" kata saya. Karena saya dipukul lebih keras, akhirnya saya bangun dan duduk di pinggir tempat tidur. Saya melihat di kamar itu ada makhluk seperti manusia tetapi pendek botak dan berkulit putih. Pakai baju kotak-kotak merah putih dengan celana pendek hitam. Tapi saya tidak bisa melihat matanya.
Saya orang Pekanbaru asli. Sebagai orang kelahiran sana, saya menamatkan SD, SMP, SMA di Pekanbaru. Sedangkan kuliah, saya mengambil D3 Akademi Perawat di Padang. Setelah tamat saya ingin melanjutkan S1 di UI Jakarta atau Unpad Bandung. Ujian masuk FIK (Fakultas Ilmu Keperawatan) Unpad dilaksanakan lebih dahulu dibandingkan UI. Selesai ujian, saya segera menuju Jakarta untuk mengikuti ujian masuk FIK UI Salemba Jakarta.
Di Jakarta saya menginap di rumah sepupu saya di komplek Taman Mini, Jakarta Timur. Rumahnya tidak luas. Kamar yang saya tempati berukuran 3x2 meter. Tempat tidurnya ukuran single. Di kamar itu ada satu lemari, satu meja belajar, jendela menghadap ke jalan dan tempat tidur di samping jendela. Malam itu saya tidur di samping jendela. Malam itu saya tidur bersama teman saya dari Padang yang juga akan ikut ujian di UI pada fakultas yang sama. Karena tempat tidurnya sempit, maka kami tidur saling miring.
Sementara di ruang depan, empat saudara laki-laki saya asyik menunggu jadwal pertandingan final piala dunia 1998 antara Brazil dan Prancis yang bertepatan dengan malam Sabtu, dimana keesokan harinya saya mengikuti tes UMPTN/SPMB. Sebelum tidur, saya sempat berdoa agar bisa bangun malam untuk shalat tahajud dan berdoa.

Mengunci Lapangan Bola dengan Pagar Ghoib



KUTINGGALKAN tanah kelahiranku di Sumatera di pertengahan tahun. Kuturuti kata hati. Merantau ke tanah jawa demi cita-cita yang membuncah di jiwa. Bukan gelar dokter atauinsinyur yang ingin kusandang. Atau atribut duniawi lainnya. Aku hanya ingin menyambungcita-cita orangtua yang belum kesampaian. Mereka telah lama ingin mendirikan pesantren. Tapi apalah daya. Keterbatasan pemahaman agama membatasi gerak mereka.
Sebuah pesantren di jawa Tengah menjadi labuhan harapan. Puluhan kitab berbahasa Arab mulai menjadi harian. Aku terbilang anak yang menonjol di kelas. Setelah menamatkan satu kitab, kami menerima amalan atau lelakon yang harus dijalani. Setiap kitab berbeda amalannya. Ada yang harus puasa tiga hari. Ada yang satu minggu. Atau merapal wirid dalam bilangan tertentu. Dan ada pula yang pantang menyantap makanan yang bernyawa. Tiap hari mereka hanya mengkonsumsi makanan nabati. Baik dari dedaunan atau yang lainnya. Dalam setahun, setidaknya aku menamatkan tiga puluhan kitab. Sudah bisa dibayangkan bagaimana kehidupan santri di sana. Ya, kuakui tujuh puluh lima persen santri mengamalkan berbagai amalan-amalan itu.
Mulanya, aku termasuk orang yang malas amalan puasa. Di tahun kedua, aku mulai bersemangat. Puasa mutih tujuh hari kulalap begitu saja. Puasa mutih nemang terbilang berat, terlebih bila di hari ke tujuh aku tidak makan dan minum dan tidak tidur selama dua puluh empat jam. Sejak itu, berbagai jenis amalan dan lelakon mulai kulahap. Keinginan yang kuat agar pulang dengan membawa hasil membuatku pantang menyerah. Lulus dari satu ujian kuikuti ujian berikutnya. Tetap dengan keyakinan yang sama. Aku tidak ingin mengecewakan orangtua. Sampa! pada titik ini, aku merasa telah berbuat maksimal. Baik di kelas maupun di luar kelas. Berbagai jenis tempaan batinpun tak lepas dari incaranku. Aku pernah tirakat tidak makan nasi putih selama setahun. Bukan karena mengidap penyakit tertentu dan dilarang oleh dokter. Tapi lebih karena nasi putih adalah pantangan dari tirakat yang sedang kulakoni. Setiap hari aku hanya makan gorengan atau mie instant. Tak lagi kupertanyakan mengapa tidak boleh makan nasi saat menjalani lelakon tertentu. Karena kudapatkan ilmu tersebut di pesantren.

Karena Sihir Aku dipanggil Neng, Ibu atau Nenek



Mendapat tiga nama panggilan berbeda itu hal biasa.Di sekolah dipanggil Rinto, di rumah dikenal dengan nama Tobing. Panggilan sesama teman pun berbeda. Tapi bila panggilan tersebut berkaitan dengan umur, ini baru aneh. Pagi dipanggil neng, siang dipanggil mbak, sore dipanggil bu atau nenek. Padahal orangnya sama. Usianya pun tidak banyak berubah. Semua itu dialami Novi karena sihir kerabat sendiri. Novi menceritakannya kepada Majalah Al-lman ditemani ibunya. Berikut petikannya. 
Tujuh tahun lalu, saat lebaran Idul Fitri. Aku pulang ke kampong halaman di daerah Semarang Jawa Tengah. Aku rindu dengan nenek yang selama ini suaranya hanya kudengar melalui telepon. Aku memang terbilang jarang pulang kampung. Bukan sombong lantaran dibesarkan di kota besar, tapi kesempatan untuk pulang kampung memang sulit kudapatkan. Usiaku yang masih belasan tahun, menjadi kendala tersendiri. Ibu tidak rela melepaskanku pulang sendiri ke kampung halaman.
Sementara jadwal liburan sekolah tak jarang juga berbenturan dengan kegiatan orangtua. Kerinduanku pada nenek kulampiaskan melalui telepon. Suaranya yang lembut memberi kehangatan tersendiri. Terbayang betapa enak tidur di pangkuan nenek. Dibelai dan dimanja-manja di beranda rumah sambil melihat hamparan sawah yang menghijau.
Rumah nenek terletak di diujung desa. Langsung berbatasan dengan sawah yang ditumbuhi padi. Hanya dipisahkan oleh jalan desa yang berbatu. Sebatang pohon mangga bertengger di sebelah kiri. Sementara di bagian kanan ditumbuhi pohon belimbing. Kondisi alam pedesaan yang sunyi dan damai itulah yang menambah kerinduanku pada kampung halaman.
Seperti biasa. Rumah nenek menjadi tempat perkumpulan anak dan cucunya di hari lebaran. Hadir juga adik ibu yang biasa kupanggil dengan Bibi lta. Ia ditemani suaminya, Om Aji. Dengan Bibi lta, aku sudah sering ketemu. Nyaris tiap pulang kampung, ia menyempatkan diri menemui ibu yang juga kakak kandung nya. Sedangkan dengan Om Aji, aku baru pertama kali bertemu dengannya. Bapak dan ibu juga baru pertama bertemu dengan Om Aji.

Anak Saya Korban Was-was Syetan



Anak melawan orangtua? Nampaknya sulit dipercaya. Tapi demikianlah kenyataannya. Berbagai media memberitakan kekerasan yang dilakukan seorang anak kepada orangtuanya. Bahkan ada yang tega membunuh orang yang telah melahirkan dan membesarkannya. Naudzubillah. Namun sayang, tidak banyak orang yang mengaitkan kenakalan anak itu dengan jin. Hingga penyelesaiannya pun berlarut-larut. Padahal, sangat dimungkinkan kenakalan anak itu akibat gangguan jin dalam dirinya. Meski dengan alas an yang berbeda-beda. Seperti kisah Ibu Han. Bertahun-tahun ia harus mengepel, mencuci, atau mengelap buku anaknya tanpa alas an yang jelas. Ibu Han menuturkan kisahnya kepada Majalah Ghoib di rumahnya. 
Di pinggiran Jakarta Selatan, saya memilih sebuah komplek perumahan sebagai tempat melabuhkan harapan. Disebuah rumah yang sederhana tipe 50. Halamannya rindang. Ditumbuhi bunga dan pohon mangga. Efektif untuk menahan sinar matahari menembus rumahku. Komplek perumahan ini berada di lingkungan yang asri, jauh dari polusi ibukota yang kian menyesakkan dada. Dari sini saya ingin membangun surga bersama Mas Riko, pemuda pilihanku. Kami ingin mewujudkan impian setiap insan yang telah menyempurnakan separuh agamanya.
Waktu terus merambat. Jalinan kasih kami melahirkan dua anak lelaki. Rian dan Dino. Anak-anak yang manis dan lucu. Rian bermata bulat. Sedang Dino berkulit kuning. Badannya lebih atletis dari kakaknya. Hari demi hari kureguk kebersamaan dengan orang-orang yang kucintai. Kehadiran anak-anak dalam dunia kami menambah kebahagiaan ini. Dunia terasa lengkap oleh celoteh dan keluguan mereka.
Waktu terus merangkak tanpa bisa dihentikan. Anak pertama saya telah duduk di bangku SMA. la memilih tinggal bersama neneknya yang tidak perlu naik mobil untuk sampai ke sekolah. Saya bersyukur, Rian diterima di SMA unggulan di Jakarta. Tinggallah Dino yang mengisi keseharianku.

Setelah Dua Tahun Antipati Dengan Ruqyah Syar’iyyah

Tidak cepat berputus asa. Itulah kunci keberhasilan dalam berbagai hal. Termasuk mencari kesembuhan akibat gangguan jin. Ruqyah bukan permainan sulap. ‘Sim Salabim’ langsung sembuh. Ada dinamika tersendiri yang harus dipahami. Terkadang gangguan syetan semakin meningkat setelah menempuh jalur ruqyah syar’iyyah. Seperti kisah Alan (nama samaran, usia 26 tahun) yang sempat mundur dari jalur ruqyah syar’iyyah. Alan menuturkan kisahnya kepada Majalah Ghoib di Jakarta. Berikut kisahnya. 
Selepas SMA, saya melanjutkan kuliah di sebuah perguruan tinggi di yogya. Di sanalah, saya mulai akrab dengan kegiatan lintas alam. Seperti yang terjadi sewaktu semester dua. Kakak kelas mengadakan kegiatan hiking untuk menjalin keakraban antara mahasiswa baru dan mahasiswa senior. Saya tertarik dan ikut bergabung.
Lintas alam dilaksanakan di lembah Wonolelo, yogya. Lembah yang masih satu wilayah dengan taman wisata Kali Urang. Lembah Wonolelo berada tidak jauh dari perkampungan penduduk. Tempatnya sepi. Dari kampung melewati jurang, menyusuri jalan setapak. Nun jauh di bawah terdapat tempat lapang. Rombongan meninggalkan tanah lapang. Kembali menyusuri jalan setapak di antara ladang persawahan. Sekitar dua kilo meter kemudian, rombongan sampai di sebuah air terjun. Waktu itu matahari tepat di atas kepala.
Teman-teman segera berhamburan. Mereka berpadu dengan alam. Mandi dan bersenda gurau dengan percikan-percikan air. Saat itu, ada perasaan aneh menyelusuri jiwa. Ada keinginan untuk bermeditasi di bawah guyuran air terjun. Terbayang, tokoh-tokoh sakti yang bersemedi di bawah derasnya air terjun
Saya tidak bisa menolak. Keinginan itu kuat sekali. Di bawah guyuran air terjun saya menenangkan diri. Mengatur pernapasan dan gerakan sedemikian rupa agar tidak menarik perhatian teman-teman. Perlahan, saya membayangkan aliran energy yang masuk. Aliran angin berputar masuk ke kepala, terus mengalir dan berputar di tubuh. Rasanya nyaman. Lelah dan letih setelah satu jam berjalan kaki hilang begitu saja. Berganti dengan hawa segar yang menyejukkan. Sejak saat itu saya mulai senang berada di pertemuan antara dua sungai, delta, air terjun, lembah atau di bawah pohon yang rindang.

Kamis, 28 November 2013

Dirayu Jin yang Menyerupai Suami



Jin memiliki perasaan cinta? Ya, memang demikian. Karena mereka adalah makhluk yang berkembang biak seperti halnya manusia. Kian hari jumlah mereka kian banyak. Bila rasa cinta tersebut terjadi sesama mereka, tentu hal ini tidak menjadi masalah. Tapi rasa cinta akan membawa bencana bila ada jin yang mencintai manusia. Seperti yang dialami Siska (nama samaran). Ia pun pingsan sesaat setelah mengetahui  bahwa jin menyerupai suaminya. Dengan didampingi suaminya, ia menuturkan kisahnya kepada Majalah Ghoib di Bogor. Berikut petikan kisahnya. 
Mahligai rumah tangga saya seakan tidak pernah terpisah dari dunia gaib. TLjuh tahun lalu, beberapa bulan sebelum melangsungkan pernikahan pun, saya telah merasakan sakitnya cakar macan. Walau macan itu hanya hadir dalam mimpi, tapi tak urung lima cakaran membekas di dada. Saya baru sadar, sesaat setelah mandi. Saya pun keheranan bukan kepalang. Bagaimana mungkin itu terjadi. Waktu itu,  saya hanya cerita kepada Bambang (nama samaran), seorang pemuda yang kini menjadi suami saya.
Siangnya, Bambang main ke rumah. Di sinilah, peristiwa yang memalukan itu terjadi. Saya yang sedang kasmaran dengan Bambang, tanpa tedeng aling-aling, langsung menariknya ke dalam kamar. Bambang pun terkejut. Tidak biasanya saya berperilaku seperti ini. Apalagi, ia melihat sorot mata saya berubah. Mata saya merah. Bambang dengan tegas menolak. Saya tetap merengek, walau saat itu saya hanya minta dicium.
la pun berlari menghindar. Tapi saya terus mengejarnya. Katanya bajunya sampai robek-robek. Barulah setelah terdengar adzan dzuhur ulah saya terhenti. “Panaas. Panaaas. Hentikan suara itu,” teriak saya.
Dari sini, Bambang sadar bahwa itu bukanlah diri saya. Ada makhluk gaib yang merasuk ke dalam diri saya. Maka ia pun segera mencari pertolongan kepada tetangga yang kebetulan seorang haji dan katanya bisa mengusir gangguan jin.
“Saya tidak tahu bagaimana cara perginya. Semoga Siska tidak diganggu lagi,” ujar wak haji. Keesokan harinya, saya kerasukan lagi. Kali ini lebih parah. Saya berlari kesana kemari, sambil terus berteriak “Mana Siska. Mana Siska. Saya ingin membunuhnya. Dia merebut pacar saya.” Aneh, memang. Saya berlarian kesana kemari mencari diri saya sendiri. Bahkan saya ingin membunuh diri saya.

Satu Bulan Lamanya Saya Dihantui Kematian



Kematian adalah suatu kepastian. Seperti hukum matematika. Tak seorangpun dapat lepas dari suratan ini. Burung elang yang bebas berkelana menjelajah jagad raya suatu saat juga akan jatuh dan terkapar di atas tanah. Tak ubahnya seperti manusia. Bila demikian, haruskah seseorang takut kepada kematian sedemikian rupa hingga di luar batas kewajaran? Seperti kisah Silfi, seorang karyawan swasta asal Bangka Belitung. Ia menuturkan kisahnya kepada Majalah Ghoib di Jakarta. Berikut petikannya. 
Sekian tahun merantau, saya dapat menghirup udara Jakarta dengan nyaman, seperti layaknya gadis-gadis yang lain. Atribut jilbab yang menutupi kepala semakin menenangkan jiwa. Setidaknya saya bisa menghindari tatapan jalang lelaki hidung belang, yang dengan seenaknya memelototi wanita yang tidak menutup aurat.
Kegamangan yang sempat menghantui, dulu sebelum berangkat ke Jakarta, sirna bersamaan dengan berjalannya waktu. Hingga muncullah suatu perasaan aneh yang menyebar dalam jiwa. Perasaan takut pada kematian, itulah awal derita yang sempat menghimpit dada sebulan lamanya.
Februari yang Menegangkan.
Berawal dari dirawatnya salah seorang kerabat tante di rumah sakit yang biasa saya panggil dengan nenek. Keadaannya sudah semakin kritis. Sehingga tante kembali berniat membesuk nenek. Sebenarnya beberapa hari sebelumnya saya sudah sempat menjenguk nenek, tapi karena keadaannya yang saat itu boleh dibilang sudah sangat kritis, saya berniat kembali menengoknya.
Bertiga dengan tante dan anaknya, Zulfa, kami berjalan menelusuri lorong-lorong rumah sakit. Sesekali berpapasan dengan perawat yang tergopoh-gopoh mendorong pasien yang sudah kritis. Hingga ketika sampai di ruangan nenek, saya tidak diizinkan masuk. Ltu memang peraturan rumah sakit bahwa selain keluarga pasien tidak sembarang orang dibolehkan masuk.

Kutemukan Makna Hidup Setelah Diruqyah di Malam I’tikaf Akhir Ramadhan



Saya Muhammmad Kuwat (bukan nama asli) anak bungsu dari lima bersaudara, lahir di kota tua bekas Kerajaan Mataram lslam Kotagede Yogyakarta 33 tahun yang lalu. Keluarga dan lingkungan saya cukup agamis. Saya tinggal di sebelah barat mushalla kecil yang berbilik bambu. Di situlah saya belajar mengaji dari seorang guru. Kini mushalla itu sudah berubah menjadi sebuah masjid megah yang pernah diresmikan oleh Ketua PP. Muhammadiyah KH. AR. Fahruddin (almarhum) di awal tahun 90-an.

Saya lulus dari MAN Yogyakarta tahun 1990. Sejak remaja saya sudah tertarik dengan ilmu-ilmu kanuragan, kekebalan, tenaga dalam dan kesaktian. Hal itu karena ajakan teman-teman main saya. Saya pernah belajar ilmu tenaga dalam Panji Wulung yangngetop pada saat itu di kalangan anak muda Kotagede. Kemudian saya juga belajar tenaga dalam Ngudi Utama. Setelah itu kehidupan saya semakin jauh dari lslam, karena kalau orang lslam itu dzikir dengan subhanallah, subhanallah, tetapi saya membaca mantra-mantra jawa dan mengundang bantuan ghaib dengan memanggil nama guru besar tenaga dalam yang saya ikuti.
Mushaf al-Qur’an pun saya Bakar
Entah pengaruh apa, perangai saya berubah total. Kehidupan mabuk-mabukan, berkelahi, saya geluti setiap hari. Saya dikenal sebagai preman kampung yang lumayan ditakuti orang, karena saya pernah berkelahi dengan pukulan telapak tangan kanan saya yang mengenai dada lawan. la langsung jatuh KO tersungkur dan di dadanya membekas hitam dan panas terbakar, bergambar telapak tangan saya.
Setelah tiga hari, orang itu datang menemui saya untuk minta maaf kepada saya. “Saya beri maaf, tapi jangan berlagak jagoan kalau lewat di kampung saya,” gertak saya waktu itu. Kemudian saya usap dadanya dan hilanglah bekas hitam bergambar telapak tangan saya, ia sembuh seketika.

Dikejar-Kejar Hantu, karena Belum Melaksanakan Nadzar

Jangan melarikan diri dari nadzar, saat kesempatan untuk melaksanakannya tela terbuka. Karena nadzar itu hutang. Sekali hutang, tetaplah hutang sebelum terbayar. Sampai kapanpun. Begitulah intisari kesaksian Dasiman (seorang pegawai negeri sipil) kali ini. Dua bulan lamanya, ia menerima konsekuensi dari nadzar yang belum dilaksanakannya sejak dua puluh tahun yang lalu. Berikut petikannya. 
Jawa Tengah, Agustus 1986
Tahun 1986, aku baru lulus STM. Usiaku baru dua puluhan tahun. Mungkin terbilang telat bagi anak-anak zaman sekarang, lulus sekolah menengah pada usia sepertiku. Tapi bagiku dan teman-teman, itu sudah lumrah. Bukan hal Yang aneh.
Saat itu, untuk mencari pekerjaan di kampung halamanku tidaklah semudah sekarang. Tidak bany ak lapangan kerja yang terbuka bagi pencari kerja di Solo, Jawa Tengah. Mau menggeluti pertanian seperti orangtua, dalam benakku saat itu juga bukan sebuah pilihan awal.
ljazah SMA sudah dalam genggaman. Aku ingin mencari suasana baru. Dunia kerja yang berbeda dengan yang kujalani selama ini, sebagai anak seorang petani. Masalahnya, lapangan kerja yang tersedia tidak memberikan, ruang yang cukup bagiku dan teman-teman.
Aku yang terbiasa pergi pagi pulang siang, menjadi jenuh di rumah seharian. Aku rindu kembali dengan suasana pegunungan. Selama sekolah, aku memang ikut bergabung dengan perguruan beladiri. Setidaknya sabuk hijau sudah dalam genggaman.
Sesekali aku dan teman-teman juga melakukan latihan fisik dengan cara yang berbeda. Ya, dengan mendaki gunung misalnya. Gunung Lawu bukan lagi asing bagiku. Puncak Argodalem beberapa kali sudah kudaki. Gua Nyi Roro Kidul juga pernah kudatangi.
Aku larut dalam kenangan indah di puncak Argodalem. Beratapkan langit, berdinding hamparan pohon pinus. Gelegak darah mudaku kembali menggelora. Hasrat dan keinginan untuk mendaki gunung muncul kembali. Ah, mengapa tidak ke pertapaan Pringgondani saja, pikirku. Bukankah, tempat itu diyakini sebagai tempat keramat? Banyak orang datang ke sana dengan berbagai alasan. Konon, berdoa di pertapaan Pringgondani itu mudah terkabul.

Ruqyah Syar'iyyah, Melawan Sihir Kiriman Pejabat



Orang-orang memanggil saya Marjo, lahir di Nganjuk 34 tahun yang lalu. Sejak tahun 1994, saya memiliki banyak kegiatan lintas kabupaten di Jawa timur. Mulai dari Nganjuk hingga Surabaya. Bepergian dengan sepeda motor Surabaya – Nganjuk sebanyak dua kali adalah rutinitas mingguan. Namun, sejak tahun 1998 saya mengurangi kegiatan luar kota, karena suatu sebab yang saat itu belum saya sadari. 
Saya lebih banyak aktif di Nganjuk dan mendirikan LSM yang bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintahan Kabupaten Nganjuk. Hasilnya, banyak kecurangan pejabat yang terbongkar. Namun, rupanya mereka tidak rela kecurangannya diketahui banyak orang. Dan dengan cara kejam mereka membalas dendam. Dengan melakukan apa yang sering orang sebut dengan melakukan santet. Dua orang aktifis LSM meninggal. Sungguh licik memang.
Saya sendiri, sejak tahun 1998 sering masuk angin dan mual-mual. Awalnya saya beranggapan itu hanya karena terlalu capek. Ya, capek mengendarai motor Surabaya – Nganjuk dua kali seminggu. Tidak ada pilihan lain saya harus mengurangi aktifitas luar kota, bila tidak ingin merugikan pihak lain. Padahal, saat itu aktifitas saya di Surabaya bisa dibilang padat.
Beberapa aktifitas saya antara lain adalah menjadi Direktur Pendidikan sebuah Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu pengetahuan di Surabaya. Menjadi tutor atau dosen di berbagai lembaga Pra Perguruan Tinggi di Jawa Timur. Mengajar di sebuah Yayasan di Surabaya. Menjadi Pembina karya ilmiah remaja dan jurnalistik di berbagai SMU di Surabaya. Serta mengasuh sebuah media remaja juga di Surabaya 1998-2000.
Melihat kondisi kesehatan yang semakin memburuk, akhirnya pada tahun 2000 saya putuskan untuk meninggalkan semua aktifitas di Surabaya.
Meskipun, aktifitas saya tidak sepadat dulu. Namun, masuk angin dan mual-mual tak kunjung sembuh. Sudah tak terhitung dokter di Nganjuk dan Surabaya yang saya datangi. Tapi saya heran, ternyata diagnosa dokter berbeda-beda. Ada yang mengatakan sakit liver dan ada yang bilang sakit jantung. Saya tidak tahu dokter siapa yang benar. Akhirnya, untuk menenangkan hati dan mempermudah proses penyembuhan saya menjalani berbagai macam pemeriksaan penyakit dalam seperti jantung, asam urat dan lambung. Sungguh di luar dugaan. Ternyata diagnosa para dokter itu tidak benar. Saya tidak menderita sakit seperti yang mereka katakan.

Anakku Bertingkah Aneh Karena Bisa Melihat Jin



Sosok anak kecil (8 thn) berkaca mata yang tinggal di Bekasi itu terkesan tenang dan pendiam. Tapi siapa sangka di balik ketenangannya itu ia menyimpan sebuah kisah penuh misteri. Awal mula keanehan itu seakan merupakan suatu kelebihan, karena si anak bisa melihat jin yang tidak terlihat oleh orang yang bersamanya. Namun, perjalanan selanjutnya ternyata melahirkan suatu penderitaan yang beruntun yang harus ditanggung oleh “si anak ajaib” itu. 
Dirumah orangtuanya yang asri, merangkap sebagai tempat pembelajaran anak-anak, Majalah Ghoib berbincang santai dengan kedua orangtuanya. Inilah penuturannya. 
Terus terang keluarga saya secara turun temurun, senang mempelajari ilmu kanuragan. Mulai dari buyut, kakek, hingga ayah. Bedanya, ayah tidak suka menggunakan kepandaiannya dan tidak mau mendalaminya. Setiap orang yang mempelajari ilmu semacam ini suka ataupun tidak, tentu sadar bahwa ilmunya itu bisa turun kepada anak-anaknya. Dan itulah yang terjadi pada keluarga saya. Hingga sekarang. Saat ini saudara saya masih ada yang memperdalam kemampuannya, sampai bisa menghilang dair pandangan orang lain. Hal ini sangat disadari ayah dan beliau tidak ingin saya mewarisi ilmunya ini, sehingga beliau berusaha keras melindungi saya yang kebetulan adalah anak yang paling disayanginya. Disamping itu, saya merupakan satu-satunya anak perempuan di keluarga.
Meskipun saya tidak mewarisi ilmu itu, bukan berarti saya bisa bernafas dengan lega. Sebab saya juga khawatir ilmu itu akan terwarisi oleh anak saya, karena menurut hitungan uwak saya, ilmu itu akan diwarisi oleh Andi (nama samaran), anak saya yang kedua. Saya masih belum menyadarinya hingga suatu hari saya menderita sakit. Temperatur panas badan saya sangat tinggi. Dan keesokan harinya saya langsung berobat ke dokter. Saya terperangah, seakan tidak percaya ketika mendengar penjelasan dokter. “Ibu mengidap penyakit kelenjar getah bening dalam taraf yang sudah akut. Ibu harus menjalani operasi”. Demikian dokter menjelaskan hasil pemeriksaan laboratorium kepada saya dan suami. Seakan tersambar Guntur di siang hari, saya tidak percaya. Bagaimana mungkin demam yang baru saya derita satu hari dinyatakan sudah akut dan harus dioperasi. Padahal sebelumnya saya tidak merasakan gejala orang sakit kelenjar getah bening. Saya hanya pasrah, “Kalau sakit itu merupakan ujian, saya harus bersabar.” ltu saja yang membuat saya terus semangat beribadah.
Namun, untuk menjalani operasi kelenjar getah bening terus terang saia saya masih belum siap, dan secara kebetulan ada beberapa teman yang memberikan informasi bahwa di Sukabumi ada pengobatan alternatif yang terkenal. Akhirnya dengan ditemani suami saya berobat ke sana. Sepulang berobat saya dikasih rajah yang harus direbus dengan cara-cara tertentu dan diminum selama empat puluh hari. Terus terang, saya tidak tahu apakah ada kaitan antara sakit yang diderita Andi dengan peristiwa yang saya alami ini, sebab kejadiannya memang susul menyusul.

Saya Ketempelan ‘Jin Cathy’ dari Jerman




Jin bisa dilihat dan dipegang layaknya manusia ketika mereka keluar dari hakekat penciptaanya, lalu menyerupai sosok manusia. Bisa diajak bicara, disuruh memijat atau dibonceng kemana saja. Seperti pengalaman Sri Handayani, seorang mahasiswi perguruan tinggi swasta di Jakarta. Ia menuturkan kisah pergaulannya dengan ‘Jin Cathy’ kepada Majalah Ghoib. Berikut petikannya.
“Brak…” dua sepeda motor beradu. Menimbulkan suara keras yang memecah keheningan di pagi buta. Seorang lelaki dengan sepeda motornya terpelanting. Nasi bungkus yang memenuhi jok motornya berceceran dan tak bisa diselamatkan. Pada sudut lain, Lek Triono yang membonceng saya juga terjerambab. Motornya terseret sepuluh meter dari tempat kejadian. Meninggalkan saya yang terduduk di atas aspal, persis di tempat kejadian. Aneh, saya tak mengalami luka, hanya sobekan kecil di celana. Itupun tidak sepadan dengan kerasnya tabrakan tadi.
Heran, saya benar-benar heran atas apa yang terjadi. Tabrakan keras itu tidak menimbulkan luka apa-apa. Hanya, kekuatan aneh yang mengangkat badan saya bersamaan dengan detik-detik tabrakan itu yang saya rasakan. Lalu meletakkan badan saya kembali dia atas aspal. Sementara Lek Triono yang membonceng saya pingsan seketika. Tangannya lunglai dengan darah mengalir dari wajahnya.
Saya cepat mengambil keputusan. Memanggul Lek Triono dan menuntun sepeda motor ke sekolah tempat saya belajar. Saya tidak berpikir membawanya ke rumah sakit karena yang terlintas dalam benak saya adalah takut mendapat hukuman bila terlambat datang. Maklum waktu itu adalah minggu-minggu awal mengikuti kegiatan wajib penerimaan siswa baru. Lagian, sekolah itu hanya berjarak beberapa ratus meter dari tempat kejadian.
Saya terlambat setengah jam dan nyaris dihukum merayap di jalan sepanjang enam meter. Akhirnya saya katakan, “Saya tabrakan. Sekarang Lek saya tidak sadarkan diri di depan.” Sanggahan ini membuat mereka terpana. Tabrakan keras yang terjadi tidak menimbulkan luka pada diri saya, sementara motor laki-laki saya patah rangka, tangki bensin juga goyang, meski tidak bocor.

DIRAMAL 50 TAHUN TIDAK DAPAT JODOH

Menembus gerbang pernikahan tidak semudah yangdibayangkan. Ada saja hambatan dan halangan yang harus dilewati. Seperti penuturan Hera, setidaknya tujuh pemuda yang dikenalkan orangtuanya, semuanya, mundur karena satu alasan. Jin turut campur dan tidak menginginkan perkenalan berlanjut kejenjang pernikahan. Ia menuturkan kisahnya kepada Ghoib. Berikut petikannya.
Sebagai remaja yang baru menginjak dewasa, saya mulai terlibat dengan kegiatan di luar sekolah. Kebetulan saya dikaruniai suara yang cukup bagus, sehingga dengan mudah bergabung di sebuah grup musik (qasidah). Saya resmi menjadi penyanyi dan ikut dalam kegiatan kelompok ke sana kemari. Meski saat itu saya baru kelas dua SMP.
Dari sinilah cinta bersemi. Wiling Trisno jalaran saka kulino (Cinta tumbuh dan bersemi karena seringnya pertemuan). Dan itulah yang terjadi. Hanafi, anggota senior dalam kelompok kami menarik perhatian saya. Dengan penampilannya yang simpatik serta sikapnya yang dewasa, ia menjadi idola gadis remaja. Terlebih Hanafi termasuk anggota yang serba bisa. Bisa menyanyi dan memainkan alat musik. Tidak sedikit gadis yang mengidolakannya. Sehingga ketika berita keakraban saya dengan Hanafi perlahan tersebar, ada di antara mereka yang merasa tersaingi. Sebut saja Vivi, gadis kuning langsat dan tinggi semampai itu sempat melabrak saya.
Pernyataan Vivi mulai menggoncang kepercayaan saya kepada Hanafi. Namun untuk membenarkan semua pengakuan Vivi begitu saja, juga bukan jalan terbaik. Saya klarifikasikan hal itu kepada Hanafi. "Kenapa kamu bohong sama saya? Siapa Vivi itu?" Saya mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. "Saya tidak ada hubungan apa-apa dengan Vivi. Kalau perlu saya gamparin dia," kata Hanafi dengan nada tinggi.

Dukun Generasi Kelima Pengikut Nyi Roro Kidul


"MONA (bukan nama sebenarnya), kamu berbakat jadi dukun hebat," kata kakek suatu sore. Kata bernada pujian itu terlontar dari bibir kakek setelah sekian bulan. la memantau perkembangan murid-muridnya. Murid yang istimewa, karena semuanya memiliki pertalian darah. Generasi saya adalah generasi kelima dari keluarga yang secara turun ternurun terkenal sebagai dukun kesohor di Jawa Tengah. Pendadaran yang langsung dibawah kendali kakek memang dimaksudkan untuk mencari penerus dari ilmu leluhur kami. Para dukun yang telahsekian puluh tahun malang melintang di dunia perdukunan. Dari kawah candradimuka ini akan terlihat siapa yang layak menjadi pewaris ilmu leluhur keluarga kami.
Mulanya, saya tidak tertarik menjadi seorang dukun. Saya hanya mengikuti sebuah tradisi dalam keluarga yang harus menjalani latihan tahap pertama ini. Dan saya dinyatakan sebagai yang terbaik. Melebihi bakat yang dimiliki sepupu saya yang nampak ngotot ingin menjadi dukun.
Ukuran keberhasilannya sebenarnya mudah, hanya dengan melihat pengaruh dari tahapan puasa yang kami jalani. Seberapa lama seseorang dapat merasakan kehadiran jin tanpa ada rasa takut. Semakin cepat, katanya, bakat yang dimilikinya semakin besar.Umur saya masih belasantahun ketika pertama kati disuruh berpuasa tiga hari. Rabu Pon, Kamis Wage dan Jum'at Kliwon, itulah hari-hari yang biasanya dipilih. Namun, puasa yang saya jalani berbeda dengan puasa dalam ajaran Islam. Waktu itu, saya disuruh mengawali puasa pada hari Selasa siang. Tepatnya jam tiga sore. Bukan Shubuh seperti lazimnya puasa dalam Islam. Satu jam sebelumnya sayaharus mengikuti ritual mandi kembang.
Saya berpuasa tanpa makan dan minum. Adzan Maghrib berlalu tanpa seteguk air membasahi kerongkongan. Saya hanya diperbolehkan makan nasi satu kepalan tangan dan air putih bila sudah sangat lapar. Itu pun hanya dibolehkan makan sekali. Bila tidak mampu, otomatis sayadinyatakan telah gagal dalam pendadaran ini.

Gus Wachid : Saya Gagal Dakwah dengan Cara Perdukunan

SAYA MULAI belajar ilmu-ilmu perdukunan sejak masih Tsanawiyah. Tawuran yang menjadi tren ketika itu, membuat tekad saya untuk mempelajari ilmu klenik semakin kuat. Di sebuah pesantren, saya memulai belajar dengan puasa patigeni dan selametan pakai ayam jago. Hatinya saya yang makan, dagingnya yang makan kyainya. Wah, saya diakali thok...Kalau gitu yanayamul (Bahasa Arema: lumayan) buat kyainya (Tertawa). Kemudian disuruh puasa 40 hari. Setelah itu, untuk mengetahui sah tidaknya puasa dites. Tesnya dengan cara membaca wirid dulu. Salah satu wiridnya adalah: Ya maliki ya maliku, iyyaka nakbudu waiyyaka nastain. Jarum ditusukkan dan kulit saya disilet. Aneh, tidak ada darah yang keluar sedikitpun, walaupun adabekasnya. Pertanda puasa saya sah. Saya lulus.

Padahal saya melanggar aturan guru. Karena saya hanya sanggup puasa selama 7 hari. Baru dapat beberapa hari, BAB saya berwarna putih. "Waduh, bisa bisa mati saya," pikir saya. Saya memang berbakat untuk urusan ilmu-ilmu seperti ini. Kata orang, saya ini keturunan Joko Tingkir, jadi dzikirnya bisa pamungkasan (ampuh). Cirinya adalah panjang depa kedua tangan saya lebih panjang dari panjang badannya. Sementara teman-teman yang puasa genap 40 hari lengkap ada yang disuruh mengulang karena tidak lulus.
Belajar ilmu seperti itu ada urutannya. Pertama, ilmu Karamah.Selanjutnya, ilmu tenaga dalam. Kalau orang cuma belajar tenaga dalam tanpa karamah biasanya tidak kuat. Ilmu tenaga dalam itu mudah. Beli juga bisa. Diisi langsung bisa di tempat. Nah, di tenaga dalam inilah nanti setiap dukun itu mempunyai spesialisasi sendiri-sendiri. Ada ilmu kebal, pelet, santet dan sebagainya. Tanpa dua ilmu ini, berarti itu dukun bohongan. Setelah kedua ilmu tersebut berikutnya adalahlelakon yang berfungsi untuk mempertahankan dan meningkatkan.
Cara mendapatkan ilmu karamah dengan membaca shalawat, kemudian puasa beberapa hari. Selanjutnya mewiridkan: Ya Allah, Ya Rasulullah, Ya Syekh Abdul Qadirjaelani, Ya Allah kulonyuwun karamahipun Syekh Abdul Qadirjaelani (Ya Allah, saya minta karamahnya Syekh Abdul Qadir Jaelani). Sambil dipancing dengan gerakan-gerakan untuk kemudian gerak sendiri tanpa bisa dikendalikan. Setelah itu minta gerakan apa saja, langsung bisa sendiri.

Empat Anakku Disihir Dukun Sebelah Rumahku

Hati-hatilah dengan tetangga. Itulah pesan singkat yang ingin disampaikan pada kesaksian ini. Kisah seorang ibu yang harus merelakan keluarganya hidup dalam ketidaktenangan. Hanya karena masalah sepele. Ia meminta buah alpukat yang menjulur ke rumahnya. Tapi apa yang terjadi? Sungguh di luar perkiraan. Ia dan keluarganya hidup dalam ketidaktenangan. Ibu Rifda menuturkan kisahnya kepada Majalah Ghoib di Jakarta. Berikut petikannya. 
Palembang, September 1985
Ahad malam, bulan purnama menggantung di ufuk langit. Temaram cahayanya berpadu dengan gemerlap bintang yang menerangi halaman rumahku. Tepat di depan beranda, tempat di mana aku duduk bersama suami, kakak iparku dan istrinya. Ditemani gorengan singkong dan secangkir kopi. Semilir angin malam menggoyang dedaunan di halaman. Udara sejuk pun mengalir ke pori-pori. Ditingkahi suara binatang malam, yang menggelitik telinga.
Sejuk. Damai. Tak jauh berbeda dengan malam-malam di perkampungan lain. Pikiran kami menerawang ke beberapa tahun lalu, saat kakak ipar masih tinggal sekota. Kak Leo, namanya. Ada nuansa kehangatan terpancar dari raut muka Kak Leo, yang banyak bercerita seputar kegiatanya di kota sebelah.
Jarum jam menunjuk angka Sembilan, Mas Eko, suamiku mempersilahkan Kak Leo untuk istirahat. Sudah beberapa kali, ia menguap. Suatu isarat bahwa ia butuh merebahkan badanya yang seharian digoncang bis antar kota.
Malam terus merambat. Aku dan Mas Eko pun ke kamar. Anak-anak juga sudah di kamar masing-masing. Kupejamkan mata seperti biasanya. Tak ada yang aneh malam itu. Bagiku, masih seperti malam-malam yang lain.
Hingga kami sekeluarga dikejutkan suara minta tolong. “Tolong. Tolooong.” Suara nyaring terdengar dari kamar sebelah. Tepat dari kamar Kak Leo dan istrinya. Aku terperanjat. Demikian pula dengan Mas Eko. Raut mukanya menyiratkan tanda Tanya.
Setengah berlari, aku dan Mas Eko keluar kamar. Demikian pula dengan anak-anak. Mereka serentak menyerbu ke sumber suara. Kamar Kak Leo dan istrinya. Ia terduduk lemas. Wajahnya sendu. “Aku dicekik makhluk berbadan tinggi besar. Rambutnya merah,” katanya menceritakan apa yang terjadi dengan terbata-bata.
“Tidak apa-apa. Mbak hanya mengigau. Jangan terlalu dipikirkan ya,” kata Mas Eko menenangkan. Kusodorkan segelas air putih. Hal yang sama kuulangi kembali, bahwa di rumah ini tidak ada apa-apa. Semuanya berjalan seperti biasa. Ini hanya masalah kecil dan tidak perl u dicemaskan. Tapi istrinya Kak Leo tetap ketakutan. Ia yakin bahwa yang dialaminya itu bukan mimpi. Ia merasakan sosok makhluk menyeramkan itu memang ada. Itu bukan mimpi.
Malam itu pun, mereka tidak berani tidur di kamar. Mereka keluarkan kasur dan selimut lalu menggelarnya di ruang tengah.

Divonis Mati karena Kanker Otak

‘Musibah membawa hidayah’ ungkapan yang tepat untuk menggambarkan perjalanan hidup Zulaihah. Penderita kanker otak yang diperkirakan dokter hanya bertahan empat tahun. Baying-bayang ketakutan menjemput ajal, menggiringnya menemukan ketenangan batin. Suatu kenikmatan yang diperoleh setelah melewati jalan berliku. Kini, setelah perkiraan dokter tinggal dalam hitungan hari, Zulaihah sembuh dari derita kanker otak. Setelah mengikuti terapi ruqyah yang islami. Dengan ditemani Ali, suaminya, ia menuturkan kisahnya kepada Majalah Ghoib di Tanjung Priuk, Jakarta Utara. Berikut petikannya. 
Pada mulanya saya beranggapan bahwa sakit kepala yang saya alami sejak tahun, 1998 adalah sakit kepala biasa. Seperti layaknya orang kebanyakan sakit kepala yang bisa disembuhkan dengan mudah setelah minum obat yang banyak dijual di toko. Tapi kenyataannya, sakit kepala saya tidak kunjung sembuh. Meski sudah berbagai obat saya coba.
Awalnya sama sekali saya tidak mengaitkan sakit kepala yang sering terjadi menjelang Maghrib atau Shubuh itu akibat gangguan jin. Semuanya masih saya anggap wajar-wajar saja. Meski, dalam waktu yang sama, saya sering mengalami kesurupan. Seperti yang terjadi pada suatu pagi ketika saya menemani anak saya, Riyana yang berumur 2 tahun bermain di gang yang tidak jauh dari rumah. Kejadiannya berlangsung cepat. Saya meraung-raung seperti macan. Tangan saya mencakar-cakar, mulut saya pun berbusa. Saya benar-benar mengamuk.
Lima orang laki-laki yang menenangkan saya, saya lemparkan hingga terpental. Saya terus meraung-raung. Satu persatu orang pintar berusaha mengeluarkan iin yang merasuki saya. Tapi semuanya sia-sia. Saya terus meronta-ronta sejak jam tujuh pagi hingga malam hari.
Waktu itu ada orang pintar yang mengatakan bahwa yang bisa menyadarkan saya hanya orang yang menguasai ilmu macan Siliwangi. Mendengar penuturan itu, Mas Ali, suami saya, teringat dengan Rani, seorang wanita yang juga memiliki ilmu macan Siliwangi. Aneh. Hanya dengan sebutir telur ayam karnpung, Rani bisa menyadarkan saya. Ia melemparkan sebutir telur ayam kampung dan langsung saya telan mentah-mentah. Benar-benar aneh. Saya langsung sadarkan diri begitu menelan telur pemberian Rani.

Rabu, 27 November 2013

Sihir Orang Ketiga Gugurkan Janin Saya Dua Kali

Masa-masa kehamilan menjadi hari yang menyenangkan bagi seorang wanita. Harapannya membumbung tinggi seiring dengan pergerakan janin yang lincah. Datangnya si buah hati seakan tinggal menunggu waktu. Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Dan … tangisan kebahagiaan pun memecah kesunyian. Masalahnya. Tidak semua orang hamil merasakan kebahagiaan ini. Sebagian dari mereka ada yang menggantinya dengan derita dan tangis yang memilukan. Lantaran janin yang menemaninya kini telah gugur. Terlebih bila tersirat ketidakwajaran dalam keguguran ini. Seperti kisah Ibu Rosalia, mantan karyawan swasta. Dua kali ia keguguran, lantaran kedengkian mantan teman kerjanya sendiri. Ibu Rosalia menuturkan kisahnya kepada Majalah Ghoib di Jakarta Timur, dengan ditemani ibu dan suaminya. Berikut petikan kisahnya.
Saya terlahir dari keluarga yang tergolong menengah ke atas. Ibu seorang wanita karir yang terbilang sukses. Demikian pula dengan bapak. Meski saya ditakdirkan terlahir dari suku betawi yang menurut rumor kurang memperhatikan pendidikan, tapi kehidupan keluarga saya menjadi cermin gambaran sinetron ‘Si Doel Anak Sekolahan’. Sebuah keluarga yang mementingkan pendidikan, hingga tidaklah mengherankan bila ibu diterima kerja di perusahaan asing dan memiliki hubungan yang luas dengan orang-orang terhormat.

Minggu, 17 November 2013

Dikuasai Jin Akibat salah Wirid

Wiridan sih sah-sah saja. Bahkan wirid sendiri sangat dianjurkan dalam Islam. tentunya, selama hal itu tidak bertentangan dengan ajaran Rasulullah. Lain halnya bila wiridan itu diembel-embeli dengan puasa beberapa hari atau ritual tertentu lainnya. Buka apa-apa. Maksud hati ingin memperoleh ketenangan batin, tapi yang didapat justru sebaliknya. Diikuti oleh jin yang mengaku sebagai khadam. Istilah lain untuk pembantu atau pelayan dari bangsa jin. Inilah kenyataan yang idalami oleh Firmansyah (23 tahun), pemuda asli Betawi. Pemuda ini mengkisahkan pengalamannya kepada Majalah Ghoib di rumahnya Menteng, Jakarta Selatan.
Sewaktu sekolah Aliyah dulu, sekitar tahun 1996, saya mengalami suatu peristiwa yang membawa saya ke dalam pengembaraan panjang. Sebagai seorang pemuda yang bergelut dengan dunia jin melalui wiridan.
Peritiwanya terjadi pada suatu pagi yang cerah, saat saya sholat dhuha di masiid tua di daerah Kuningan. Saat itu, di dalam masjid tidak ada orang lain, hanya saya seorang diri. Kemudian mucul keinginan untuk belajar pidato. Maka dengan tenang layaknya seorang ustadz, saya melangkah ke mimbar. Lalu duduk sejenak di kursi. Saya raih tongkat yang ada kemudian bergaya seperti seorang khothib. Dan secara perlahan meski sedikit gemetar, saya latihan khutbah, “Alhamdulillah. Alhamdulillahilladzi …”
Nah, satu minggu setelah kejadian itu saya merasakan kehadiran seseorang yang tidak terlihat. Saya juga suka ngomong sendiri. Kalau di kelas badan terasa lemas dan tidak bergairah. Untuk menjawab soal pun terasa agak sulit. Selain itu, saya juga mudah kesurupan. Misalnya, ketika sedang mengikuti pengajian di sebuah masiid, tiba-tiba badan saya merinding. Merasa seperti itu, saya segera pulang. Begitu tiba di rumah saya langsung berteriak, “Hua ha ha …” Saya kesurupan. Kemudian bapak membaca ayat kursi, tapi jinnya tidak merasa apa-apa. Sepuluh menit kemudian jinnya itu pergi begitu saia.

JUAL BIDARA BUBUK SIAP DIMINUM

KLINIK BEKAM JAKARTA GEDUNG KOJALIA JL. GUNUNG SAHARI 1 NO 42 SENEN JAKARTA PUSAT HP. 081511311554 ABU ADZKY

3 Khasiat Daun Bidara 

Pernahkah anda melihat daun ini? Baunya macam rumput basah.


daun bidaraIa senang diperolehi di sekeliling kita. Kadang-kadang ada di tepi rumah, kadang-kadang ada di tepi jalan. Boleh jadi kita pernah menggunakannya.
Tapi, tahukah anda khasiat daun ini?
Khasiat daun  bidara
Bidara adalah salah satu herba tradisional yang sudah digunakan sejak zaman berzaman. Ramai yang menggunakannya untuk mendapatkan khasiat daun bidara yang baik untuk kebersihan diri dan pengubatan.
Ia bertindak sebagai agen pembersih semulajadi seperti sabun yang boleh digunakan untuk membersihkan rambut dan kulit. Malah ia juga boleh merawat masalah jerawat.
Pada zaman Rasulullah S.A.W, bidara digunakan untuk membersihkan badan sama seperti kita menggunakan sabun, shampoo atau losyen. Daun bidara juga digunakan untuk memandikan jenazah.
Hanya tambahkan 1 cawan serbuk bidara ke dalam sebaldi air. Gaulkan sehingga sebati dan jiruskan pada jenazah semasa mandian pertama. Amalan ini sememangnya adalah sunnah Nabi sendiri.
Wanita yang mandi wajib setelah suci daripada haid juga disunatkan menggunakan daun bidara ketika mandi.
Rawat sihir dengan daun bidara.
Walaupun amalan merawat sihir menggunakan daun bidara bukan amalan Rasulullah S.A.W, tetapi ulama’ Salaf telah sepakat untuk membenarkan amalan ini sebagai kaedah penyembuhan yang tidak melanggar hukum syarak.
Kaedah yang diambil dari kitab Imam ibn Qayyim al Jauziyyah adalah seperti berikut:

Senin, 11 November 2013

Kurma, Raja Buah dari Surga


kurma tabloid bekam”Dan Dialah yang menurunkan hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dari dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari macam tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatiankanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.” (QS Al-An’aam : 99)
Sedikitnya ada 20 ayat dalam Al-Qur’an yang menyebutkan pohon atau buah kurma. Lima belas ayat menyebutnya bersama dengan tumbuhan lain, diantaranya zaitun, anggur dan delima. Kurma merupakan ciptaan dan karunia Allah yang mempunyai kelebihan atas buah lainnya. Penyebutan berulang kali kurma dalam Al-Qur’an menunjukkan betapa raja buah dari surga ini memiliki kandungan dan khasiat istimewa dan tiada tanding bagi yang rajin mengkonsumsinya.
Penyebutan kurma dalam Al-Qur’an terdapat juga di Surat Al-An’aam: 141, al-Kahfi: 32, Thaha: 71, asy-Syu`ara: 148, Qamar : 20, ar-Rahman : 11 & 68, al Haqqah : 7, Abasa: 27-29, Maryam: 23 & 25, al-Baqarah: 266, ar-Ra`d: 4, an-Nahl: 11 & 67, al-Isra`: 91, al-Mu`minun : 19, Yasin: 34, Ibrahim : 24.